January 9, 2019

B. Ajaran-Ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Bogor

Ajaran-Ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Bogor

Sebelum dapat melakukan ajaran-ajaran pada Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, seseorang  harus melalui proses pembai’atan terlebih dahulu. Pembai’atan ini dilakukan untuk melihat keseriusan seseorang untuk menjalani ajaran-ajaran dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah ini. Ada beberapa syarat jika seseorang yang harus dipenuhi oleh calon murid atau pengikut yaitu : wajib menjaga syariat, shalat lima waktu, Harus mencintai Sayyidina Syekh Abdul Qadir al-Jilaini dan Syekh Abu al-Qasim Junaidi al-Bagdadi, Mursyid dan penerusnya hingga akhir hayat. Setelah dinyatakan berhak menjadi pengikut Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, ia akan ditalqin oleh mursyid. Pada Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, calon murid atau pengikut yang sudah ditalqin disebut ikhwan.
Setelah ia menjadi Ikhwan, ia akan dan harus mengamalkan amalan-amalan sunah seperti shalat malam, shalat duha, tilawah al-Qur’an dan zikir/wirid dengan rutin hingga seolah-olah membuatnya seperti wajib.  Adapun Amalan tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah dibagi menjadi tiga jenis, yaitu amalan harian, amalan bulanan dan amalan tahunan. Berikut penjelasan mengenai amalan-amalan yang dilaksanakan

A.     Amalan harian
Seorang Ikhwan setiap harinya harus melakukan amalan-amalan seperti : Sholat-sholat sunnah, dzikir karomat, dzikir hasanat, doa-doa dan kegiaan kemasyarakatan.
  1. Melaksanakan sholat
Disamping melaksanakan sholat fardu lima waktu dengan disiplin dan kusyu’, seorang ikhwan harus melaksakan sholat-sholat sunnah, khususnya sholat sunnah rawatib, tahjud, dhuha, walaupun hanya dua rakaat saja.
  1. Mengamalkan dzikir
Dzikir yang harus dikerjakan oleh Ikhwan adalah dzikir karamat “wajib” dan dzikir hasanat “sunnah”. Dzikir karomat adalah dzikir yang tatacara pengamalannya telah ditetapkan oleh guru yang mengajarinya. Sedangkan dzikir hasanat adalah amalan dzikir yang tatacaranya tidak ditentukan, terikat, oleh hitungan dan tempat  dan waktunya.
Adapun secara garis besar dapat dikatakan bahwa seorang pengamal thoriqoh ini setiap selesai sholat lima waktu harus melakukan dzikir sebanyak 165 kali, dengan tatacara sebagai berikut:
·         membaca istiqfar 3x
·         Membaca sholawat 3x
·         Robhitoh mursyid (mengigat guru yang mengajarkan dzikri sebagai peryataan bathin bahwa dirinya mengikuti ajaran tersebut)
Demikan juga harus melakuka dzikir ismu dzat  (menyebut Alllah,Allah,Allah ) dalam hati sebanyak 500kali dalam sehari semalam. Amalan dzikir ismu dzat ini bisa dilakukan satu kali duduk, bisa juga dilaukan secara kredit setiap habis sholat fardu.

  1. Amalan Bulanan
Kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali adalah manaqiban dan khataman.
  1. Manaqiban
Sebenarnya kata manaqiban berasal dari kata manaqib (bahasa Arab), yang berarti biografi ditambah dengan akhiran: -an, menjadi manaqiban sebagai istilah yang berarti kegiatan pembacaan manaqib (biografi), syekh Abd. Qadir al-Jailani, pendiri Tarekat Qadiriyah, dan seorang wali yang sangat legendaris di Indonesia. Isi kandungan kitab manaqib itu meliputi: silsila nasab syekh Abd. Qadir al-Jailani, sejarah hidupnya, akhlaq dan karamah-karamahnya, di samping adanya doa-doa bersajak (nadaman, bahr dan rajaz) yang bermuatan pujian dan tawassul melalui dirinya.

“Para hamba Allah, dan para tokoh-tokohnya Allah, tolonglah kami karena kerelaan Allah. Jadilah Tuan semua penolong kami karena Allah, semoga dapat berhasil maksud kami, sebab keutamaan Allah. Semoga rahmat Allah atas yang mencukupi (nabi Muhammad), dan semoga keselamatan atas pemberi syafaat (Nabi Muhammad). Karena syekh Muhyiddin (Abd. Qadir) semoga engkau menyelamatkan kami, dari berbagai macam cobaan ya Allah”.

Sehingga setelah nasabnya syekh dibaca, para masyayikh dan hadirin peserta manaqiban, semua menjawab dengan do’a, yang artinya, “Mudahkan setiap urusan kami dan maafkan kami, dari setiap duka, bala’ dan kemelaratan saya.” Sedangkan manaqiban dalam tradisi Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sebagai jam’iyyah merupakan kegiatan rutin. Ada yang menyelenggarakan pada acara mujahadah bersama setiap minggu, atau acara khataman dan tawajjuhan setiap bulan atau pada acara khaul Syekh Abd. Qadir al-Jailani yang jatuh pada tanggal 11 Rabi’ul tsani Karena Syekh wafat pada tanggal 11 Robi’ul Sani 561 H.
  1. Khataman
Khataman yaitu pembacaan ratib atau aurad khataman tarekat ini. Dari segi tujuannya, khataman merupakan kegiatan individual, yakni amalan tertentu yang harus dikerjakan oleh seorang murid yang telah mengkhatamkan tarbiyat Dzikr lathaif. Dan khataman sebagai suatu ritus (upacara sakral) dilakukan dalam rangka tasyakuran atas keberhasilan seorang murid dalam melaksanakan sejumlah beban dan kewajiban dalam semua tingkatan Dzikr lathaif. Tetapi dalam prakteknya khataman merupakan upacara ritual yang “resmi” lengkap dan rutin, sekalipun mungkin tidak ada yang sedang syukuran khataman. Kegiatan khataman ini dipimpin langsung oleh mursyid atau asisten mursyid (khalifah kubra). Sehingga forum khataman sekaligus berfungsi sebagai forum tawajjuh, serta silaturrahmi antara para ikhwan. Kegiatan khataman ini biasanya juga disebut mujahadah, karena memang upacara dan kegiatan ini memang dimaksudkan untuk mujahadah (bersungguh-sungguh dalam meningkatkan kualitas spiritual para salik), baik dengan melakukan dzikr dan wirid, maupun dengan pengajian dan bimbingan ruhaniyah oleh mursyid. Proses khataman biasanya dilaksanakan dengan dipimpin oleh mursyid atau asisten se¬nior (khalifah kubra), dalam posisi duduk berjama’ah setengah lingkaran, atau berbaris sebagaimana shaf-shafnya jama’ah shalat, maka mulailah membaca bacaan-bacaan sebagai berikut:
  1. Al-Fatihah, kehadirat Nabi, beserta keluarga dan sahabatnya.
  2. Al-Fatihah, untuk para nabi dan rasul, para malaikat al-muqarrabin, para suhada’, para salihin, setiap keluarga, setiap sahabat dan kepada arwah bapak kita Adam, dan ibu kita Hawa’, dan semua keturunan dari keduanya sampai hari kiamat.
  3. Al-Fatihah, kepada arwahnya para tuan kita imam kita: Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Semua sahabat-sahabat awal, dan akhir, para tabi’in, tabi’it tabi’in dan semua yang mengikuti kebaikan mereka sampai hari kiamat.
  4. Al-Fatihah, untuk arwah para imam mujtahid dan para pengikutnya, para ulama’ dan pembimbing, para qari’ yang ikhlas, para imam hadis, mufassir, semua tokoh-tokoh sufi yang ahli tarekat, para wali baik laki-laki maupun perempuan. Kaum muslimin dan muslimat di seluruh penjuru dunia.
  5. Al-Fatihah, untuk semua arwah semua syekh Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah, khususnya tuan syekh rajanya para wali, yaitu syekh Abd. Qadir al-Jailani, dan Abu Qasim Junaidi al-Baghdadi, Sirri Saqati, Ma’ruf al-Karakhi, Sayyid Habib al-A’jami, Hasan Basri, Sayyid Ja’far Sadiq, Sayyid Abu Yazid al-Bustami, Sayid Yusuf al-Hamadani, Sayyid Bahauddin al-Naqsyabandi, hadrat Imam al-Rabbani (al-Sirhindi), berikut nenek moyang dan keturunan mereka ahli silsilat mereka dan orang yang mengambil ilmu dari mereka.
  6. Al-Fatihah, kepada arwah orang tua kita dan syekh-syekh kita, keluarga kita yang telah mati, orang yang berbuat baik kepada kita, dan orang yang mempunyai hak dari kita, orang yang mewasiati kita, dan orang kita wasiati, serta orang yang mendo’akan baik kepada kita.
  7. Al-Fatihah, kepada arwah semua mukminin-mukminat, muslimin-muslimat yang masih hidup maupun yang sudah mati, dibelahan barat dunia maupun di belahan timur. Di belahan kanan dan kiri dunia, dan dari semua penjuru dunia, semua keturunan Nabi Adam, sampai hari kiamat. Kemudian secara bersama-sama membaca bacaan kalimat-kalimat suci, khusus.

Selanjutnya berhenti sejenak (tawajjuh) menghadapkan hati kehadirat Tuhan yang maha Agung seraya merendahkan diri serendah-rendahnya, di bawah serendah-serendahnya mahkluk, karena sifat kurang dan sifat, serta perbuatan yang jelek yang lainnya. Kemudian memohon pertolonganNya, agar dapat menjalankan perkara yang baik dan meninggalkan perbuatan yang jelek, memohon tambahnya rizki yang baik, manfaat dan berkah di dunia dan akhirat. Memohon untuk diri dan semua keluarganya agar dapat istiqamah dalam bertaqwa kepada-Nya dan istiqamah dalam menjalankan tarekat ini dan syari’at rasul serta diberi karunia husnul khatimah.
Kemudian membaca lanjutan ratib kalimat suci dan do’a khataman sebagai tanda selesainya acara khataman, selanjutnya khataman ditutup dengan mushofahah (bersalaman) keliling kepada mursyid sebagai sentral pimpinan dan guru pembimbing dilanjutkan kepada semua hadirin secara bersambung.

  1. Amalan Tahunan
Inti kegiatan yang dilakukan setahu sekali adalah kholwat (intensifikasi ibadah dan pengamalan ajaran tarekat didalam ribat atau pesantren). Dengan niat ibadah taqorroban ilallah atau mendekatkan diri kepada Allah.

Tarekat di Bogor

Tarekat di Bogor


Penyebaran ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di wilayah Bogor pertama kali dilakukan oleh KH. Tb. Muhammad Falak. KH. Tb. Muhammad Falak sebelum mendirikan Pondok Pesantren al-Falak dan menyebarkan ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, beliau mempelajari berbagai ilmu agama di Mekkah dari tahun 1857 sampai dengan tahun 1878.  Selama di Mekkah beliau mempelajari ilmu tafsir dan fiqh kepada Syekh Nawawi al-Bantany dan Syekh Mansur al-Madany yang keduanya berasal dari Indonesia. Dalam ilmu hadis beliau belajar kepada Sayyid Amin Qutbi. Dalam ilmu tasawwuf beliau belajar kepada Sayyid Abdullah Jawawi. Sedangkan dalam ilmu falak beliau belajar kepada ahli ilmu falak bernama Sayyid Affandi Turki. Kiai Falak memperdalam ilmu hikmat dan ilmu tarekat kepada Syekh Umar Bajened, seorang ulama kelahiran Mekkah. Juga kepada Syekh Abdul Karim dan Syekh Ahmad Jaha yang keduanya berasal dari Banten.
KH. Tb. Muhammad Falak mulai menyebarkan ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah semenjak beliau diangkat menjadi mursyid. Beliau dibai’at menjadi mursyid oleh K.H Syaikh Syekh Abdul Karim dari Banten saat masih di Mekkah.
Pada awal penyebaran ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah KH. Tb. Muhammad Falak lakukan dengan cara dakwah dan syiar. Hal ini dikarenakan pada saat itu masyarakat Bogor masih kental dengan budaya Hindu. Setelah mendapat jumlah pengikut yang cukup banyak, KH. Tb. Muhammad Falak mendirikan majlis ta’lim di daerah Pagentongan. Majlis Ta’lim tersebut menjadi wadah utama penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Masyarakat sekitar Bogor merasa KH. Tb. Muhammad Falak memberikan banyak ilmu bermanfaat bagi kehidupan mereka.
Pondok Pesantren al-Falak didirikan pada pada tahun 1901. Pondok Pesantren al-Falak menjadi pusat Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang memiliki pengaruh di wilyah Bogor dan sekitarnya.
Pondok Pesantren al-Falak didirikan dengan dua fungsi yaitu sebagai lembaga pendidikan secara formal yang berfungsi mengembangkan ilmu-ilmu syariat Islam dan fungsi kedua ialah pusat pengembangan tarekat untuk pengajaran agama Islam bagi kalangan tua maupun muda. Pondok Pesantren al-Falak didirikan oleh KH. Tb. Muhammad Falak untuk kemashlahatan umat, menyebarkan nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan aktual masyarakat dan visi misinya adalah membentuk ulama yang berintelektual sunni dan berintelektual salafi. Generasi muda diharapkan sebagai generasi yang berorientasi pada akhirat namun juga turut berperan serta aktif pada lingkungan masyarakat. Hal ini terlihat dari mudah diterimanya dan berkembangnya Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah sekaligus Pondok Pesantren al-Falak oleh berbagai kalangan.

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts