Showing posts with label Materi Kuliah Sastra Arab UI. Show all posts
Showing posts with label Materi Kuliah Sastra Arab UI. Show all posts

January 9, 2019

B. Ajaran-Ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Bogor

Ajaran-Ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Bogor

Sebelum dapat melakukan ajaran-ajaran pada Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, seseorang  harus melalui proses pembai’atan terlebih dahulu. Pembai’atan ini dilakukan untuk melihat keseriusan seseorang untuk menjalani ajaran-ajaran dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah ini. Ada beberapa syarat jika seseorang yang harus dipenuhi oleh calon murid atau pengikut yaitu : wajib menjaga syariat, shalat lima waktu, Harus mencintai Sayyidina Syekh Abdul Qadir al-Jilaini dan Syekh Abu al-Qasim Junaidi al-Bagdadi, Mursyid dan penerusnya hingga akhir hayat. Setelah dinyatakan berhak menjadi pengikut Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, ia akan ditalqin oleh mursyid. Pada Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, calon murid atau pengikut yang sudah ditalqin disebut ikhwan.
Setelah ia menjadi Ikhwan, ia akan dan harus mengamalkan amalan-amalan sunah seperti shalat malam, shalat duha, tilawah al-Qur’an dan zikir/wirid dengan rutin hingga seolah-olah membuatnya seperti wajib.  Adapun Amalan tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah dibagi menjadi tiga jenis, yaitu amalan harian, amalan bulanan dan amalan tahunan. Berikut penjelasan mengenai amalan-amalan yang dilaksanakan

A.     Amalan harian
Seorang Ikhwan setiap harinya harus melakukan amalan-amalan seperti : Sholat-sholat sunnah, dzikir karomat, dzikir hasanat, doa-doa dan kegiaan kemasyarakatan.
  1. Melaksanakan sholat
Disamping melaksanakan sholat fardu lima waktu dengan disiplin dan kusyu’, seorang ikhwan harus melaksakan sholat-sholat sunnah, khususnya sholat sunnah rawatib, tahjud, dhuha, walaupun hanya dua rakaat saja.
  1. Mengamalkan dzikir
Dzikir yang harus dikerjakan oleh Ikhwan adalah dzikir karamat “wajib” dan dzikir hasanat “sunnah”. Dzikir karomat adalah dzikir yang tatacara pengamalannya telah ditetapkan oleh guru yang mengajarinya. Sedangkan dzikir hasanat adalah amalan dzikir yang tatacaranya tidak ditentukan, terikat, oleh hitungan dan tempat  dan waktunya.
Adapun secara garis besar dapat dikatakan bahwa seorang pengamal thoriqoh ini setiap selesai sholat lima waktu harus melakukan dzikir sebanyak 165 kali, dengan tatacara sebagai berikut:
·         membaca istiqfar 3x
·         Membaca sholawat 3x
·         Robhitoh mursyid (mengigat guru yang mengajarkan dzikri sebagai peryataan bathin bahwa dirinya mengikuti ajaran tersebut)
Demikan juga harus melakuka dzikir ismu dzat  (menyebut Alllah,Allah,Allah ) dalam hati sebanyak 500kali dalam sehari semalam. Amalan dzikir ismu dzat ini bisa dilakukan satu kali duduk, bisa juga dilaukan secara kredit setiap habis sholat fardu.

  1. Amalan Bulanan
Kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali adalah manaqiban dan khataman.
  1. Manaqiban
Sebenarnya kata manaqiban berasal dari kata manaqib (bahasa Arab), yang berarti biografi ditambah dengan akhiran: -an, menjadi manaqiban sebagai istilah yang berarti kegiatan pembacaan manaqib (biografi), syekh Abd. Qadir al-Jailani, pendiri Tarekat Qadiriyah, dan seorang wali yang sangat legendaris di Indonesia. Isi kandungan kitab manaqib itu meliputi: silsila nasab syekh Abd. Qadir al-Jailani, sejarah hidupnya, akhlaq dan karamah-karamahnya, di samping adanya doa-doa bersajak (nadaman, bahr dan rajaz) yang bermuatan pujian dan tawassul melalui dirinya.

“Para hamba Allah, dan para tokoh-tokohnya Allah, tolonglah kami karena kerelaan Allah. Jadilah Tuan semua penolong kami karena Allah, semoga dapat berhasil maksud kami, sebab keutamaan Allah. Semoga rahmat Allah atas yang mencukupi (nabi Muhammad), dan semoga keselamatan atas pemberi syafaat (Nabi Muhammad). Karena syekh Muhyiddin (Abd. Qadir) semoga engkau menyelamatkan kami, dari berbagai macam cobaan ya Allah”.

Sehingga setelah nasabnya syekh dibaca, para masyayikh dan hadirin peserta manaqiban, semua menjawab dengan do’a, yang artinya, “Mudahkan setiap urusan kami dan maafkan kami, dari setiap duka, bala’ dan kemelaratan saya.” Sedangkan manaqiban dalam tradisi Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sebagai jam’iyyah merupakan kegiatan rutin. Ada yang menyelenggarakan pada acara mujahadah bersama setiap minggu, atau acara khataman dan tawajjuhan setiap bulan atau pada acara khaul Syekh Abd. Qadir al-Jailani yang jatuh pada tanggal 11 Rabi’ul tsani Karena Syekh wafat pada tanggal 11 Robi’ul Sani 561 H.
  1. Khataman
Khataman yaitu pembacaan ratib atau aurad khataman tarekat ini. Dari segi tujuannya, khataman merupakan kegiatan individual, yakni amalan tertentu yang harus dikerjakan oleh seorang murid yang telah mengkhatamkan tarbiyat Dzikr lathaif. Dan khataman sebagai suatu ritus (upacara sakral) dilakukan dalam rangka tasyakuran atas keberhasilan seorang murid dalam melaksanakan sejumlah beban dan kewajiban dalam semua tingkatan Dzikr lathaif. Tetapi dalam prakteknya khataman merupakan upacara ritual yang “resmi” lengkap dan rutin, sekalipun mungkin tidak ada yang sedang syukuran khataman. Kegiatan khataman ini dipimpin langsung oleh mursyid atau asisten mursyid (khalifah kubra). Sehingga forum khataman sekaligus berfungsi sebagai forum tawajjuh, serta silaturrahmi antara para ikhwan. Kegiatan khataman ini biasanya juga disebut mujahadah, karena memang upacara dan kegiatan ini memang dimaksudkan untuk mujahadah (bersungguh-sungguh dalam meningkatkan kualitas spiritual para salik), baik dengan melakukan dzikr dan wirid, maupun dengan pengajian dan bimbingan ruhaniyah oleh mursyid. Proses khataman biasanya dilaksanakan dengan dipimpin oleh mursyid atau asisten se¬nior (khalifah kubra), dalam posisi duduk berjama’ah setengah lingkaran, atau berbaris sebagaimana shaf-shafnya jama’ah shalat, maka mulailah membaca bacaan-bacaan sebagai berikut:
  1. Al-Fatihah, kehadirat Nabi, beserta keluarga dan sahabatnya.
  2. Al-Fatihah, untuk para nabi dan rasul, para malaikat al-muqarrabin, para suhada’, para salihin, setiap keluarga, setiap sahabat dan kepada arwah bapak kita Adam, dan ibu kita Hawa’, dan semua keturunan dari keduanya sampai hari kiamat.
  3. Al-Fatihah, kepada arwahnya para tuan kita imam kita: Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Semua sahabat-sahabat awal, dan akhir, para tabi’in, tabi’it tabi’in dan semua yang mengikuti kebaikan mereka sampai hari kiamat.
  4. Al-Fatihah, untuk arwah para imam mujtahid dan para pengikutnya, para ulama’ dan pembimbing, para qari’ yang ikhlas, para imam hadis, mufassir, semua tokoh-tokoh sufi yang ahli tarekat, para wali baik laki-laki maupun perempuan. Kaum muslimin dan muslimat di seluruh penjuru dunia.
  5. Al-Fatihah, untuk semua arwah semua syekh Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah, khususnya tuan syekh rajanya para wali, yaitu syekh Abd. Qadir al-Jailani, dan Abu Qasim Junaidi al-Baghdadi, Sirri Saqati, Ma’ruf al-Karakhi, Sayyid Habib al-A’jami, Hasan Basri, Sayyid Ja’far Sadiq, Sayyid Abu Yazid al-Bustami, Sayid Yusuf al-Hamadani, Sayyid Bahauddin al-Naqsyabandi, hadrat Imam al-Rabbani (al-Sirhindi), berikut nenek moyang dan keturunan mereka ahli silsilat mereka dan orang yang mengambil ilmu dari mereka.
  6. Al-Fatihah, kepada arwah orang tua kita dan syekh-syekh kita, keluarga kita yang telah mati, orang yang berbuat baik kepada kita, dan orang yang mempunyai hak dari kita, orang yang mewasiati kita, dan orang kita wasiati, serta orang yang mendo’akan baik kepada kita.
  7. Al-Fatihah, kepada arwah semua mukminin-mukminat, muslimin-muslimat yang masih hidup maupun yang sudah mati, dibelahan barat dunia maupun di belahan timur. Di belahan kanan dan kiri dunia, dan dari semua penjuru dunia, semua keturunan Nabi Adam, sampai hari kiamat. Kemudian secara bersama-sama membaca bacaan kalimat-kalimat suci, khusus.

Selanjutnya berhenti sejenak (tawajjuh) menghadapkan hati kehadirat Tuhan yang maha Agung seraya merendahkan diri serendah-rendahnya, di bawah serendah-serendahnya mahkluk, karena sifat kurang dan sifat, serta perbuatan yang jelek yang lainnya. Kemudian memohon pertolonganNya, agar dapat menjalankan perkara yang baik dan meninggalkan perbuatan yang jelek, memohon tambahnya rizki yang baik, manfaat dan berkah di dunia dan akhirat. Memohon untuk diri dan semua keluarganya agar dapat istiqamah dalam bertaqwa kepada-Nya dan istiqamah dalam menjalankan tarekat ini dan syari’at rasul serta diberi karunia husnul khatimah.
Kemudian membaca lanjutan ratib kalimat suci dan do’a khataman sebagai tanda selesainya acara khataman, selanjutnya khataman ditutup dengan mushofahah (bersalaman) keliling kepada mursyid sebagai sentral pimpinan dan guru pembimbing dilanjutkan kepada semua hadirin secara bersambung.

  1. Amalan Tahunan
Inti kegiatan yang dilakukan setahu sekali adalah kholwat (intensifikasi ibadah dan pengamalan ajaran tarekat didalam ribat atau pesantren). Dengan niat ibadah taqorroban ilallah atau mendekatkan diri kepada Allah.

Tarekat di Bogor

Tarekat di Bogor


Penyebaran ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di wilayah Bogor pertama kali dilakukan oleh KH. Tb. Muhammad Falak. KH. Tb. Muhammad Falak sebelum mendirikan Pondok Pesantren al-Falak dan menyebarkan ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, beliau mempelajari berbagai ilmu agama di Mekkah dari tahun 1857 sampai dengan tahun 1878.  Selama di Mekkah beliau mempelajari ilmu tafsir dan fiqh kepada Syekh Nawawi al-Bantany dan Syekh Mansur al-Madany yang keduanya berasal dari Indonesia. Dalam ilmu hadis beliau belajar kepada Sayyid Amin Qutbi. Dalam ilmu tasawwuf beliau belajar kepada Sayyid Abdullah Jawawi. Sedangkan dalam ilmu falak beliau belajar kepada ahli ilmu falak bernama Sayyid Affandi Turki. Kiai Falak memperdalam ilmu hikmat dan ilmu tarekat kepada Syekh Umar Bajened, seorang ulama kelahiran Mekkah. Juga kepada Syekh Abdul Karim dan Syekh Ahmad Jaha yang keduanya berasal dari Banten.
KH. Tb. Muhammad Falak mulai menyebarkan ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah semenjak beliau diangkat menjadi mursyid. Beliau dibai’at menjadi mursyid oleh K.H Syaikh Syekh Abdul Karim dari Banten saat masih di Mekkah.
Pada awal penyebaran ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah KH. Tb. Muhammad Falak lakukan dengan cara dakwah dan syiar. Hal ini dikarenakan pada saat itu masyarakat Bogor masih kental dengan budaya Hindu. Setelah mendapat jumlah pengikut yang cukup banyak, KH. Tb. Muhammad Falak mendirikan majlis ta’lim di daerah Pagentongan. Majlis Ta’lim tersebut menjadi wadah utama penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Masyarakat sekitar Bogor merasa KH. Tb. Muhammad Falak memberikan banyak ilmu bermanfaat bagi kehidupan mereka.
Pondok Pesantren al-Falak didirikan pada pada tahun 1901. Pondok Pesantren al-Falak menjadi pusat Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang memiliki pengaruh di wilyah Bogor dan sekitarnya.
Pondok Pesantren al-Falak didirikan dengan dua fungsi yaitu sebagai lembaga pendidikan secara formal yang berfungsi mengembangkan ilmu-ilmu syariat Islam dan fungsi kedua ialah pusat pengembangan tarekat untuk pengajaran agama Islam bagi kalangan tua maupun muda. Pondok Pesantren al-Falak didirikan oleh KH. Tb. Muhammad Falak untuk kemashlahatan umat, menyebarkan nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan aktual masyarakat dan visi misinya adalah membentuk ulama yang berintelektual sunni dan berintelektual salafi. Generasi muda diharapkan sebagai generasi yang berorientasi pada akhirat namun juga turut berperan serta aktif pada lingkungan masyarakat. Hal ini terlihat dari mudah diterimanya dan berkembangnya Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah sekaligus Pondok Pesantren al-Falak oleh berbagai kalangan.

August 23, 2018

Jami’at Kheir & Al Irsyad

Jami’at Kheir & Al Irsyad


Pendahuluan
Organisasi Islam muncul di Indonesia ketika Pemerintah Hindia Belanda menguasai wilayah Indonesia. Organisasi Islam pada awalnya didirikan oleh keturunan Arab yang telah menetap di Indonesia. Keturunan Arab yang menetap di Indonesia memiliki kedudukan yang cukup tinggi pada masa Pemerintahan Hindia Belanda. Oleh karena itu mereka bisa mendapat izin untuk mendirikan organisasi Islam di Indonesia.
Masyarakat keturunan Arab yang menetap di Indonesia semakin lama semakin berkembang. Masyarakat keturunan Arab selain bergerak di bidang ekonomi mereka mulai mengembangkan ke bidang pemerintahan dan pendidikan. Pemerintah Hindia Belanda yang pada waktu itu melaksankan politik etis, membuka sekolah-sekolah bagi kalangan pribumi, namun hanya kalangan pribumi yang anggota keluarganya bekerja sebagai pegawai Pemerintah Hindia Belanda yang diperbolehkan. Masyarakat keturunan Arab memiliki kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah tersebut, namun mereka ingin selain mendapatkan ilmu pengetahuan umum juga mendapatkan ilmu pengetahuan agama Islam.
Masyarakat keturunan Arab mengambil langkah untuk mendirikan sekolah-sekolah sendiri, sekolah yang dapat mengajarkan ilmu pengetahuan umum serta ilmu pengetahuan ilmu agama Islam.
  
A.    Jamiat Khair
Pada tahun 1901 masyarakat keturunan Arab memiliki ide untuk mendirikan sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial. Pada tahun 1903 masyarakat keturunan Arab mulai melakukan pendekatan terhadap Pemerintah Hindia Belanda agar organisasi yang mereka dirikan menjadi organisasi resmi yang memiliki izin. Maka, untuk memperoleh izin dari Pemerintah Hindia Belanda, mereka mengirimkan surat pengajuan perizinan kepada Pemerintah Hindia-Belanda. Surat yang diajukan kepada Pemerintah Hindia Belanda ternyata tidak ditanggapi hingga memakan waktu dua tahun,
Masyrakat keturunan Arab pada Maret 1905 kembali mengajukan surat perizininan pendirian organisasi kepada Pemerintah Hinda Belanda. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa tujuan organisasi mereka adalah untuk memberikan bantuan bagi orang-orang Arab, pria maupun wanita yang tinggal di Batavia dan sekitarnya bila anggota keluarga meninggal dunia atau mengadakan pesta pernikahan.[1] Surat keputusan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda yang datang pada 17 Juni 1905 menyatakan bahwa organisasi yang bernama Jamiat Kheir resmi terdaftar sebagai organisasi.
Jamiat Kheir didirikan oleh Sayid Ali bin Ahmad bin Syahab sebagai Ketua, Sayid Muhammad bin Abdullah bin Syahab sebagai Wakil Ketua, Sayid Muhammad Al Fachir bin Abdurrahman Almasyhur sebagai Sekretaris, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab sebagai Bendahara, dan Said bin Ahmad Basandiet sebagai Anggota.[2] Hingga saat ini, pengurus Jamiat Kheir terus diperbarui sesuai kebutuhan.
Jamiat Kheir didirikan karena pada awal abad ke-20, muncul pemikiran pembaharuan Islam yang dipelopori oleh Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani dan Rashid Ridha. Salah satu hal yang mengalami pembaharuan adalah bidang pendidikan, yakni pendirian sekolah modern. Selanjutnya tidak adanya pelajaran agama Islam, dan kentalnya misi Gospel pada bidang pendidikan masa Pemerintahan Hindia Belanda. Kedua hal tersebut menunjukkan tidak adanya institusi yang cukup baik bagi pendidikan umat Islam, khususnya masyarakat keturunan Arab. Gospel atau penyebaran agama Kristen secara terang-terangan terjadi pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Penyebaran agama tersebut mengkhawatirkan umat Islam saat itu.
B.     Tujuan Jamiat Kheir
Jamiat Kheir melaksanakan Rapat Umum Anggota pertama pada 9 April 1906. Hasil dari rapat tersebut adalah menambahkan tujuan Jamiat Kheir yaitu membangun sekolah-sekolah hingga pelaksanaan pengajarannya. Perubahan terjadi pada bagian keanggotaan, anggota Jamiat Kheir yang sebelumnya hanya untuk masyarakat keturunan Arab menjadi terbuka bagi semua bangsa yang beragama Islam. Kedua hal tersebut semakin memperluas ruang gerak Jamiat Kheir.
Rapat anggota Jamiat Kheir bulan April 1910 memutuskan untuk mengajukan surat untuk merubah Anggaran Dasar Jamiat Kheir. Anggaran Dasar Jamiat Kheir mengalami tiga kali perubahan, hal ini bertujuan untuk memperluas tujuan dan bidang yang akan dilakukan Jamiat Kheir. Pada tanggal 22 Juni 1910 surat permohonan diajukan perubahan Anggaran Dasar Jamiat Kheir oleh Muhammad bin Abdurrahman Syahab sebagai ketua dan Muhammad bin Syech bin Syahab sebagai sekretaris dan perubahan tersebut disetujui pada tanggal 3 Oktober 1910.
Tujuan Jamiat Kheir semakin meluas, diantaranya :
1. Mendirikan dan mengurus gedung-gedung sekolah serta bangunan lain di Batavia untuk kepentingan umat Islam,
2. Mengupayakan sekolah-sekolah untuk memperoleh pengetahuan agama Islam,
3. Mendirikan perpustakaan yang mengupayakan buku-buku untuk menambah pengetahuan dan kecerdasan.
Jamiat Kheir mendirikan sekolah untuk anak-anak perempuan (al-Banat) pada tahun 1919 M. Jamiat Kheir mendatangkan para pengajarnya dari wilayah Arab. Muallim Tunus dan Syekh Ahmad Surkati merupakan tenaga pengajar yang dipanggil untuk datang ke Indonesia. Jamiat Kheir memiliki peran yang penting bagi kelangsungan organisasi dan pendirian sekolah di Indonesia.
Jamiat Kheir merupakan organisasi di Indonesia pertama dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam dan mendirikan suatu sekolah dengan tata cara yang modern seperti kurikulum, kelas, dan sarana prasana penunjang.
C.    Yayasan Pendidikan, Visi, Misi dan Tujuannya
Visi Yayasan Jamiat Kheir:
a.       Mencerdaskan umat sejalan dengan tantangan kemajuan zaman berpegang teguh pada landasan ajaran Islam.
b.      Wawasan ke-Islaman secara utuh (kaffah) terpadu antara iman, ilmu dan amal, terintegrasi antara IMTAQ dan IPTEK.
c.       Wawasan keunggulan, ketekunan, kesungguhan dan keikhlasan dalam rangka ibadah kepada Allah SWT.
Misi Yayasan Jamiat Kheir, yaitu:
a.       Menyiarkan agama Islam dan bahasa Arab.
b.      Berkhidmat untuk umat sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW.
c.       Menanamkan keyakinan yang kuat dan kebanggaan terhadap kebenaran Islam sebagai petunjuk Allah SWT satu-satunya demi keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Tujuan Yayasan Jamiat Kheir, yaitu:
a.       Mempersiapkan generasi Islam yang cinta kepada Allah SWT dan taat kepada Rasulullah SAW, sayang kepada sesama, berakhlak mulia, percaya diri, teguh pendirian, selalu bertitik kepada kebenaran dan keadilan, bermanfaat bagi agama, umat dan masyarakat, menerapkan ajaran agama Islam dalam meningkatkan martabat bangsa dan Negara.
b.      Membentuk kepribadian ulama yang berwawasan luas, ahli dalam bidangnya, mampu berbahasa Arab dan dapat member manfaat bagi masyarakat dan bangsa.
c.       Menanamkan mahabbah kepada kaum mukminin, utamanya ahli bait/keluarga Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.61 Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir.
D.    Landasan Madzhab Jamiat Kheir
Jamiat Kheir sejak didirikan dan untuk selamanya berlandaskan dan mempertahankan Aqidah Ahlusunnah wal Jamaah yang digariskan oleh para salaf terdahulu sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW, cinta ahli bait dan para sahabatnya. Dalam menjalankan praktek ibadah, keluarga besar Jamiat Kheir selalu berpegang pada Mazhab Imam Syafii rahimahullah dan atau berdasarkan dalil-dalil yang lebih kuat.[3]
E.     Perubahan Jamiat Kheir
Setelah diketahui Belanda karena aktif dalam bidang politik, Jamiat Kheir akhirnya memfokuskan diri pada bidang pendidikan. Pada 17 Oktober 1919 mengubah nama menjadi Yayasan Pendidikan Jamiat Kheir dengan akte notaries Jan Willem Roeloffs Valk nomor 143 dengan susunan pengurus sebagai berikut[4] :
1. Sayid Abubakar bin Ali bin Syahab
2. Sayid Abdullah bin Husein Alaydrus
3. Sayid Ali bin Abdurrahman Alhabsyi
4. Sayid Abubakar bin Muhammad Alhabsyi
5. Sayid Abubakar bin Abdullah Alatas
6. Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab
7. Ahmad bin Abdullah Basalamah
F.     Hubungan Jamiat Kheir dengan Lembaga lainnya
Jamiat Kheir melakukan hubungan dengan lembaga lainnya ketika memang Jamiat Kheir membutuhkan perlengkapan untuk keperluan pendidikan. Misalnya untuk keperluan bahan bacaan, pengurus Jamiat Kheir mengadakan hubungan dengan luar negeri seperti Turki, Mesir dan Singapura. Tahun 1908 mulailah mengadakan hubungan dengan pemimpin dari surat kabar dan majalah luar negeri, antara lain:[5]
a.       Dengan Direktur surat kabar Al-Muayyad, di Cairo, Mesir yaitu Ali Yusuf. Beliau memberikan informasi mengenai perkembangan Islam di luar negeri dan kegiatan Jamiat Kheir di Indonesia.
b.      Dengan Direktur surat kabar Al-Liwa, Mesir, Affandi Kamil, saudara Ali Kamil.
c.       Dengan Direktur surat kabar As-Siasah al-Musawarah, Mesir, Abdul Hamid Zaki.
d.      Dengan Direktur surat kabar Samarastul Alfunun, Beirut, Ahmad Hasan Tabarah.
e.       Dengan surat kabar al-Ittihad Al-Utsmani, Turki.
f.       Majalah al-Iman, Singapura.
Jamiat Kheir juga mempunyai hubungan dengan organisasi politik di dalam negeri saat itu, seperti[6] Budi Utomo, Sarikat Islam dan Jong Islamiten Bond (Persatuan Pemuda Islam)
G.    Pendidikan di Jamiat Kheir
Jamiat Kheir memiliki kurikulum yang mengatur skema pendidikan baik waktu, jam, dan target-targetnya. Berikut beberapa aktivitas pengajaran di Jamiat Kheir
1.      Lama belajar 6 tahun, 1 tahun persiapan dan 5 tahun sekolah dasar.
2.      Usia minimal masuk sekolah  7 tahun.
3.      Penerimaan murid dilakukan setiap bulan Syawal.
4.      Pengajaran di kelas persiapan dan kelas satu berlangsung selama 4 jam pelajaran (09.00-11.15), kemudian untuk kelas lainnya berlangsung selama 6 jam pelajaran (09.00-13.00). Disetiap dua jam, terdapat waktu istirahat sebanyak 15 menit.
5.      Hari libur sekolah:
a.       Tanggal 1 Muharam
b.      Tanggal 12 Rabi’ul Awal (Kelahiran Nabi Muhammad)
c.       Tanggal 27 Rajab (Isra’ Mi’raj)
d.      Tanggal 9, 10, dan 11 Dzulhijjah (Idul Adha)
e.       Tanggal 1 Januari (Tahun Baru Masehi)
f.       Tanggal 30 April (Kelahiran Ratu Wilhelmina, pada masa penjajahan)
g.      Tanggal 31 Agustus (Kelahiran Ratu Juliana, pada masa penjajahan)
h.      Libur tahunan 1 bulan 3 hari, awal Ramadhan hingga 4 Syawal.
i.        Libur mingguan setiap hari jumat
j.        Libur khusus ketika ada pelepasan guru, perpindahan pimpinan sekolah, dan acara sekolah lain.
Adapun pelajaran yang diajarkan adalah :[7]
Al-Qur’an
Membaca dan Telaah
Tafsir
Percakapan
Aqa’id
Dikte
Tauhid
Hafalan
Ibadah
Berhitung
Fikih
Karangan
Menulis Arab (Khat)
Menulis Latin
Ejaan Bahasa Arab
Ilmu Bumi
Sejarah Nabi
Bahasa dan Tulisan Melayu
Sharaf
Sejarah
Nahwu
Ilmu Alam
Tashrif
Keterampilan
Tajwid
Kesenian
Ilmu Faraid


Yayasan Jamiat Kheir sejak tahun 1901 hingga 1985 telah memiliki beberapa sekolah, yaitu:
1.      Rawdat Al-Athfal (Taman kanak-kanak)
2.      Ibtidaiyah (Puteri)
3.      Ibtidaiyah (Putera)
4.      Tsanawiyah I (Pagi) (sejak tahun 1969)
5.      Tsanawiyah II (Sore)
6.      ‘Aliyah I (Pagi) (sejak tahun 1973)
7.      ‘Aliyah II (Sore)
8.      SMP (Sore) (sejak tahun 1979)
9.      Institut Agama Islam Jamiat Kheir (IAIJ) (sejak tahun 1979)
10.  Kursus Bahasa Arab
Al-Irsyad
Al-Irsyad merupakan sebuah organisasi yang berasaskan agama Islam. Al-Irsyad ini didirikan oleh Syekh Ahmad Surkati. Atar belakang terbentuknya ketika Ahmad Surkati berkunjung ke Solo untuk mengunjungi sahabatnya yang bernama Awad Sungkar al-Urmei pada tahun 1912.[8] Dalam kunjungannya ke Solo, Ahmad Surkati mendapat pertanyaan dari salah seorang yang dalam pertemuan di Solo. Dia bertanya tentang fatwa Rashid Ridha dalam majalah al-Manar. Fatwa itu mengemukakan tentang perkawinan antara perempuan Arab dengan laki-laki non Arab adalah sah. Surkati menjelaskan bahwa perkawinan tersebut sah. Hal ini disebabkan perkawinan kafa’ah antara sesama Islam diperbolehkan dengan syarat mememnuhi syariat Islam. Bahkan dalam sejarah Rasulullah, beliau menikahkan Zainab binti Jahz, seorang bangsawan Quraish dengan anak angkat Rasulullah yaitu Zaid bin Haarits, seorang budak. Hadits yang dipakai oleh orang Arab atau yang disebut dengan golongan sayyid adalah hadits palsu.
Surkati mulai mengajarkan tentang pentingnya persamaan sesama muslim di Jami’at al-Khair. Ajaran Surkati ini menimbulkan benih-benih perpecahan dengan golongan sayyid Jami’at al-Khair. Hal ini disebabkan ide persamaan sesama muslim dapat mengancam kedudukan mereka diatas dari golongan non sayyid di Jawa.[9] Dengan dijalankannya ajaran tentang pentingnya persamaan sesama muslim, mengakibatkan turunnya derajat golongan sayyid di mata golongan non  sayyid. Selain itu, tradisi yang sudah dijalankan golongan sayyid dari dahulu akan menghilang.
Pendapat Ahmad Surkati tentang kafa’ah di Solo di dengar oleh para pengurus Jami’at al-Khair. Setelah Surkati kembali ke Jakarta, golongan sayyid Jami’at al-Khair mulai tidak menghormatinya. Kemudian terjadinya perbedaan pendapat kafa’ah dan fiqih antara Ahmad Surkati dengan pengurus Jami’at al-Khair. Perbedaan pendapat kafa’ah dan fiqih merupakan awal perpecahan antara Surkati dengan golongan sayyid. Seiring berjalannya waktu, golongan sayyid selalu melakukan perdebatan dengan Jami’at al-Khair tentang masalah agama, sehingga Sukarti merasa dirinya diusir oleh golongan sayyid Jami’at al-Khair.
Ahmad Surkati meninggalkan Jami’at al-Khair pada tahun 1914.[10] Selain merasa diusir oleh golongan sayyid Jami’at al-Khair, terdapat peristiwa penting tentang masalah mencium tangan yang dilakukan oleh golongan non sayyid  (murid-murid Sukarti) dengan golongan sayyid Jami’at al-Khair. Sesuai dengan ajaran Surkati tentang persamaan sesama muslim, akhirnya Sukarti meninggalkan Jami’at al-Khair.
Ahmad Surkati membuka Madrasah al-Irsyad al-Islamiyyah pada tanggal 6 September 1914. Pembangunan ini terwujud dengan bantuan teman-teman Sukarti, baik yang berasal dari satu profesinya yaitu sebagai guru maupun dari golongan non sayyid. Agar tanggung jawab Sukarti terhadap Madrasah al-Irsyad al-Irsyad menjadi tidak berat, maka Sukarti menjalankan usulan Syekh Umar Manggush tentang pendirian sebuah perhimpunan yang mempunyai badan hukum yang jelas. Perhimpunan ini bernama Jam’iyyat al-Islah wa al-Irsyad wa al-‘Arabiyyah atau yang lebih dikenal dengan al-Irsyad.[11] Al-Irsyad baru diresmikan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 11 Agustus 1915,[12] hampir satu tahun setelah pendirian Madrasah al-Irsyad al-Islamiyyah.
Namun, sampai saat ini tanggal 6 September 1914 yang menjadi hari peringatan didirikannya perhimpunannya. Tanggal berdirinya Al-Irsyad ini tercantum dalam Anggaran Dasar Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyah, Pasal 2 yang berbunyi “Al-Irsyad Al-Islamiyah didirikan Syekh Ahmad Surkati Al-Anshari pada tanggal 15 Syawal 1332 Hijriyah bertepatan tanggal 6 September 1914 M di Jakarta”.[13]


B.     Ahmad Surkati
Ahmad Surkati merupakan seorang ulama yang lahir di desa Udfu daerah Dunggulah, tepatnya di pulau Arqu pada tahun 1292 H atau 1875 M (profil al-Irsyad, 2012). Ayahnya bernama Muhammad dan diyakini masih memilikihubungan keturunan dari Jabir bin Andullah al-Anshari.[14]  Ahmad Surkati merupakan pemberian nama dari orang Indonesia. Nama asli Ahmad Surkati adalah Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad as-Soorkattiy al-Khazrajiy al-Anshory.[15] Ahmad Surkati merupakan anak pertama. Hal ini bisa dilihat dari pemberian nama Ahmad, bagi orang zaman dahulu selalu menamakan anak pertama dengan nama Ahmad.[16]
Surkati menempuh sekolah dasar di Sudan. Selain belajar di sekolah dasar, Ahmad Surkati diajarkan oleh ayahnya belajar dan menghafal sejak masa kanak-kanak. Ahmad Surkati berhasil menjadi seorang hafizh al-Qur’an pada usia yang sangat  muda.[17] Selain itu, Ahmad Surkati sangat mencintai pendidikan. Hal ini terlihat ketika masih kanak-kanak, selain belajar al-Qur’an, Surkati juga belajar fiqih dan tauhid yang diajarkan oleh ayahnya sendiri. Ketika dewasa, Surkati mulai memperdalam pengetahuan dengan melanjutkan studinya ke luar negeri, tepatnya di al-Azhar Mesir.
Surkati tinggal di Madinah untuk memperdalam ilmu agamanya. Ilmu agama yang dia pelajari adalah hadits, tafsir, dan fiqih. Ilmu hadits Surkati dapat dari Syeikh Ahmad al-Barzanji, sedangkan ilmu tafsir belajar dari Syeikh Mubarak al-Nasmath, sementara ilmu fiqih berguru kepada Syeikh Muhammad al-Khayari.[18] Ketiga ilmu agama itu Surkati pelajari selama lima tahun.
Mekkah merupakan tempat Surkati mendapat gelar al-‘Allamah. Al-‘Allamah merupakan gelar sarjana dari bidang ilmu bahasa Arab dan ilmu Agama Islam.[19] Gelar itu Surkati dapat setelah berhasil menyelesaikan studinya di bawah asuhan Syeikh Muhammad bin Yusuf al-Khayyath dan Syeikh Syu’aib bin Musa al-Maghribi. Thesis yang Surkati gunakan waktu itu tentang al-Qadha wal Qadar.[20] Surkati berhasil dalam studinya di Mekkah selama sebelas tahun. Studi yang Surkati pelajari tentang ilmu fiqih. Akan tetapi ilmu fiqih yang Surkati ambil tidak sama dengan ilmu fiqih yang dia pelajari di Madinah. Di Mekkah, Surkati ingin memperdalam ilmu fiqihnya.[21] Guru ilmu fiqih Surkati adalah Syeikh Syu’aib bin Musa al-Maghribi. Sebelumnya Surkati telah menunaikan ibadah haji ketika usianya berumur 22 tahun.
Selama tinggal di Indonesia, Surkati beberapa kali menikah dengan perempuan Indonesia. Dalam beberapa kali menjalankan pernikahan itu, Surkati tidak dianugerahi seorang anak. Surkati mendapat obat pelipur hati dari anak saudaranya yang bernama Sidik Surkati yang dia bawa ke Indonesia.
Surkati mulai masuk ke Indonesia ketika Jami’at al-Khair membutuhkan tenaga pengajar di Indonesia. Ketika itu, Jami’at al-Khair meminta bantuan melalui Syeikh Muhammad bin Yusuf al-Khayyath dan Syeikh Husain bin Muhammad al-Habsyi. Atas pertimbagan dua Syeikh ini, Surkati dipilih untuk menjadi tenaga pengajar bagi Jamiat al-Khair. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Surkati. Hal ini disebabkan Surkati mengetahui tentang kondisi Indonesia yang saat itu sedang dijajah oleh bangsa Belanda dan Belanda memberi julukan Indonesia sebagai negeri orang primitif. Oleh karena itu, Surkati ingin pergi ke Indonesia dengan niat sungguh-sungguh untuk mendidik orang Indonesia khususnya dalam bidang agama Islam.
Pada bulan Maret tahun 1911, Surkati mulai masuk ke Indonesia tepatnya di wilayah Jawa. Surkati memulai langkah awal di tanah jawa dengan menjadi seorang staf pengajar Jami’at al-Khair. Saat itu sekolah Jami’at al-Khair yang merupakan tempat Surkati menjadi guru terletak di Pekajon.[22] Surkati menjadi staf pengajar selama tiga tahun di sekolah Jami’at al-Khair. Hal ini disebabkan adanya perbedaan persepsi antara Surkati dengan pengurus Jami’at al-Khair perihal masalah kafa’ah. Sejak saat itu, hubungan antara Surkati dengan pengurus jami’at al-Khair semakin panas. Oleh karena itu, dengan sikap bijaksana Surkati meninggalkan Jami’at al-Khair pada tahun 1914 M.[23]
Tidak  lama setelah Surkati meninggalkan Jami’at al-Khair, Surkati mendirikan sebuah organisasi yang bernama Jam’iyyah al-Ishlah wal Irsyad al-‘Arabiyyah. Latar belakang berdirinya organisasi ini berawal dari berdirinya madrasah al-Irsyad al-islamiyyah yang dia dirikan pada tanggal 6 september 1914 M. Agar tidak memberatkan tanggung jawabnya dalam mengurus madrasah al-Irsyad al-Islamiyyah, maka sesuai dengan Ordonasi Guru 1905 –semacam badan hukum yang mengatur kegiatan pendidikan Islam- Surkati mengajukan permohonan pengesahan berdirinya organisasi al-Irsyad kepada Gubernur Jendral A. W. F. Idenburg.[24]
Ketika terjadinya “Peristiwa Leles” pada tahun 1919, Surkati memiliki strategi khusus agar dapat mengembangkan al-Irsyad. Strategi yang digunakan saat itu adalah dengan mengajak saudagar kaya Indonesia-Arab yang diduga membiayai Sarekat Islam agar bergabung dengan al-Irsyad. Masuknya saudagar kaya Indonesia-Arab memberikan pemasukan keuangan bagi keperluan al-Irsyad dan keuntungan dari saudagar kaya Indonesia-Arab adalah terhindarnya mereka dari hukuman pemerintah Belanda.
Dalam mengembangkan agama Islam di Indonesia, Surkati mendirikan majalah az-Zachirah al-Islamiyyah pada tahun 1923 M. Tujuan pendirian majalah ini adalah memberikan pengetahuan tentang jenis-jenis hadits dan masalah agama. Dalam menjalankan aktivitas di majalah az-Zachirah al-Islamiyyah, Surkati dibantu oleh Syeikh Muhammad Nur al-Anshary sebagai Adminitrator dan Abdullah Badjerei sebagai Redaksi.[25]
Pada tahun 1940 merupakan tahun kesedihan bagi Surkati. Hal ini disebabkan Surkati mendapatkan penyakit berupa sakit di bagian matanya. Setelah berkunjung ke dokter Belanda, Sukarti disarankan untuk melakukan operasi pengeluaran mata kiri agar menghilangkan rasa sakit. Akan tetapi, sakitnya semakin parah dan dokter Belanda memberikan kesimpulan untuk melakukan operasi kedua dengan mengeluarkan mata kanannya. Dengan melakukan dua kali operasi mata, Surkati tidak bisa melihat lagi.[26]
Ahmad Surkati meninggal dunia dalam usia 69 tahun, yaitu pada tanggal 16 September 1943 M.[27] Pada masa itu Indonesia sedang dalam jajahan Jepang. Ketika itu terdapat seorang murid dari Surkati yang dipenjara oleh tentara Jepang. Ketika murid itu dibebaskan, dia terkejut dengan kabar yang mengatakan Ahmad Surkati telah meninggal dunia. Kemudian dia mendatangi tempat kuburan Surkati. Akan tetapi dia tidak menemukan batu nisan gurunya. Hal ini sesuai dengan salah satu ajaran Surkati yang tidak memperbolehkan kuburan kaum muslim untuk memakai batu nisan.   
C.     Mabadi Al-Irsyad
Seperti organisasi Islam lainnya, Al-Irsyad memilki paham keagaamannya. Paham Keagamaan mereka disebut dengan Mabadi Mabda secara bahasa didefinidikan sebagai tempat memulai atau permulaan, dan biasa diartikansebagai dasar yang digunakan untuk membnagun cabang-cabang. Dalam trimonologi modern, mabda menjadi padanan kata dalam bahasa Arab yang paing tepat untuk istilah ideologi. Mabadi adalah bentuk jamak atauu plural dari kata mabda.
      Pengertian Mabda atau Mabadi Al-Irsyad  dalam dokumen ini adalah sebuah dasar (cara pandang) dan metedologi memahami dan mengamalkan ajaran Islam berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulnya untuk membawa warga Al-Irsyad khususnya dan kaum muslimin pada umunya pada kemjauan kesejahteraan, dan tatanan yang adil dan beradab di dunia ini dan kebahagian yang kekal di akhirat nanti. Dalam buku “Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia” karya Yon Machmudi, menyebutkan beberapa penjelasan mengenai Mabadi’ al-Irsyad, yaitu pertama, organisasi mendasarkan kegiatannya pada sumber hukum dari al-Qur’an dan al-Hadits. Kedua, kegiatan al-Irsyad berdasarkan pada Akidah dan Tauhid, hal ini sesuai dengan AD/ART al-Irsyad tahun 2012-2017. Penjelasan kedua ini menurut Zeyd Amar, wakil Sekretaris Jendral al-Irsyad al-Islamiyyah merupakan tujuan al-Irsyad dalam membersihkan masyarakat Indonesia dari segala macam syirik, takhayul, dan khurafat yang telah menyebar pada awal abad ke-20.
Mabadi al-Irsyad juga memberi penekanan terhadap kesetaraan antara umat Islam. Kesetaraan antara umat Islam sangat dijunjung tinggi oleh Ahmad Surkati selama mengajar di al-Irsyad. Hal ini disebabkan terdapat perbedaan perlakuan antara golongan sayyid yang mengatasnamakan keturunan nabi Muhammad SAW dengan golongan non sayyid. Ahmad Surkati sangat menentang perbedaan perlakuan seperti ini karena menurutnya setiap manusia sama di mata Allah, yang membedakannya adalah keimanan dan ketakwaan seorang muslim[28] Oleh karena itu kesetaraan antara umat Islam merupakan hal yang penting bagi al-Irsyad.
Berikut ini 8 Mabadi Al-Irsyad:
1.      Sumber Hukum
Memahami ajaran Islam dari al_quean dan Sunnah dan bertakim kepada keduanya.
2.      Aqidah/Tauhid
Beriman dengan aqidah Islamiyyah yang berdasarkan nash-nash kitab al-Quran dan Sunnah yang shahih, terutama bertauhid kepada Allah yang bersih dari syirik, takhayu, dan khurafat.
3.      Ibadah
Ibadah menurut tuntunan KItabullah dan Sunnah Rasunya bersih dari bid’ah.
4.      Akhlak
Berdasarkan adab susila yang uhur, moral, dan etik Islam serta menjauhi adat istiadat, moral, dan etik yang bertentangan dengan Islam.
5.      Almusawa/Kesetaraan
Adalah kewajiban menganggap kum muslim itu bersaudara, tidak melebihkan seseorangebih dari yang lainnya kecuai ilmu dan ketakwaan.
6.      Ilmu Pengetahuan
Memperluas dan memperdalam ilmu pengertahuan untuk kesejahteraan duniawi dan ukhrawi yang diridhaoi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
7.      Modernitas
Meningkatkan kehidupan dan pengetahuan duniawi, pribadi, masyarakat selama tidak diharamkan oleh Islam dan nash, serta mengambil faedah dari segialat-alat dan cara teknis, organiasai, dan administrasi modern yang bermanfaat bagi pribadi, umat, moril dan spiritual.
8.      Ukhuwwah Islamiyyah
Bergerak dan berjuang secara terampil dan dinamis dengan perorganisasian serta koordinasi yang baik bersama organisasi-organisasi lain dengan jiwa Ukhuwwah Islamiyyah dan setia kawan serta saling bantu dalma memperjuangkan cita-cita Islam yang meliputi kebenaran, kemerdekaan, keadilan kebajikan serta keutamaan menuju ridha Allah.[29]

D.    Keorganisasian Al-Irsyad
Organisasi ini bertujuan mewujudkan manusia seutuhnya yang bertauhid dan bertakwa kepada Allah SWT. Bersih dari syirik, takhayul, dan kurafat berakhlak mulia dan bertanggungjawab terhadap terwujudnya masyarakat adil dan makmur dalam Negara kesatuan republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tujuan ini sesuai dengan visi dan misi organisasi ini yang bertujuan memurnikan tauhid, ibadah, dan amaliyah Islam (Yon Machmudi, 2013: 57). Sementara itu, awal berdirinya al-Irsyad didahului dengan berdirinya madrasah al-Irsyad yang bergerak di bidang pendidikan dengan sistem ajaran yang dibawa oleh Ahmad Surkati. Berdasarkan AD/ART, visi-misi dan tujuan awal didirikannya al-Irsyad, dapat diketahui bahwa al-Irsyad merupakan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, pengajaran, dan dakwah Islam (pemurnian ajaran Islam).
Berdasarkan AD/ART al-Irsyad pasal ke-8 tentang usaha al-Irsyad, terdapat dua poin yang menjadi usaha al-Irsyad, yaitu al-Irsyad melaksanakan dakwah, memberikan fatwa, tarjih dan tahkim untuk pemurnian aqidah dalam hukum Islam. Poin kedua membahas amal usaha al-Irsyad diwujudkan untuk menunjang tujuan perhimpunan di bidang pendidikan, dakwah dan sosial serta bentuk usaha lainnya. Dari dua poin usaha al-Irsyad dapat dilihat adanya satu usaha yang konkrit dalam melaksanakan pemurnian aqidah dan hukum Islam diawali dengan bidang pendidikan, dakwah dan sosial agar dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Indonesia.
Saat ini Al-Irsyad memiliki empat organ yang aktif sesuai dengan segmen masing-msing. Orang tersebeut, yaitu Wanita Al-Irsyad, Pemuda Al-Irsyad, Puteri Al-Irsyad, dan Pelajar Al-Irsyad.  Keempat organ ini sudah ada sejka berdirinya Al-Irsyad, namun sempet tidak aktif dan pada tahun 200 diaktifkan kembali dan menuju otonomisasi  sesuai dengan amanat Muktamar 2000. Keempatnya memiliki sususnan struktur sendiri dsn berkontribusi sesuai segmen di masyarakat[30]
E.     Struktur Organisasi
            Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, al-Irsyad pertama kali dipimpin oleh Salim bin Awad Balweel. Hal ini tercantum dalam akte pendirian dan Anggaran Dasar al-Irsyad yang disahkan oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda. Dalam kepengurusan al-Irsyad, terdapat empat jabatan utama dibantu 19 pengurus al-Irsyad. empat jabatan utama meliputi ketua, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara, sedangkan 19 pengurus yang lain menjadi komisaris dalam organisasi al-Irsyad.
Salim bin Awad Balweel sebagai Ketua
Saleh bin Obeid bin Abdat sebagai Wakil Ketua
Muhammad Ubaid Abud sebagai Sekretaris
Said bin Salim Masy’abi sebagai Bendahara
            Sementara itu, 19 pengurus al-Irsyad sebagai komisaris, yaitu Ja’far bin Umar Balfas, Abdullah bin Ali Balfas, Abdullah bin Salmin bin Mahri, Abdullah bin Abdul Qadir Harharah, Sulaiman bin Naji, Ahmad bin Thalib, Muhammad bin Said Al Uwaini, Ali bin Abdullah bin ‘On, Mubarak bin Said Balweel, Awad bin Said bin Eili, Said bin Abdullah Basalamah, Awad bin Ja’far bin Mar’ie, Salim bin Abdullah bin Musa’ad, Said bin Salim bin Haris, Aid bin Muhammad Balweel, Abud bin Muhammad bin Al bin Said, Ghalib bin Said bin Thebe’, ‘Abid bin Awad al ‘Uwaini dan Mubarak bin Ja’far bin Said. 19 komisaris al-Irsyad mempunyai tanggung jawab dalam mengawasi jalannya perhimpunan.[31]
            Pada periode 2011-2016, al-Irsyad dipimpin oleh Abdullah Zaidi. Penunjukan Abdullah Zaidi sebagai ketua al-Irsyad dilatarbelakangi kedekatan beliau dengan keluarga al-Irsyad.[32] Dari pendidikan SD hingga SMA, Abdullah Zaidi merupakan lulusan madrasah al-Irsyad. Kemudian, kedekatan Abdullah Zaidi dengan keluarga al-Irsyad bertambah ketika beliau aktif ikut serta dalam kepengurusan al-Irsyad, sehingga beliau dipilih untuk menjadi ketua al-Irsyad. Dalam menjalankan kepemimpinan al-Irsyad, Abdullah Zaidi dibantu oleh wakil Sekretaris Jendral yang bernama Zeyd Amar. Zeyd Amar diberi amanah dalam memberikan penjelasan mengenai al-Irsyad kepada masyarakat umum.
F.      Karya dari Tokoh Al-Irsyad
            Surat al-Jawab merupakan jawaban Ahmad Surkati terhadap pemimpin surat kabar Suluh Hindia. Surat al-Jawab berisi pembicaraan tentang kafa’ah. permasalahan kafa’ah pada zaman itu semakin luas ketika Ahmad Surkati memberikan penjelasan tentang dibolehkan pernikahan sesama muslim tanpa dilihat dari nasabnya. Surat al-Jawab ditulis oleh Ahmad Surkati pada tahun 1915.[33]
            Risalah Tawjih al-Qur’an ila Adab al-Qur’an berisi tentang kedekatan seseorang kepada nabi Muhammad SAW bukan dilihat dari keturunan, namun atas ketekunan dan kesungguhan dalam mengikuti dakwahnya.[34] Dari isi risalah ini dapat diketahui bahwa nabi Muhammad SAW menjunjung tinggi kesetaraan antara umat Islam dan tidak membeda-bedakan umat Islam berdasarkan nasabnya, sedangkan hanya ketakwaan kepada Allah yang membedakan antara umat Islam di mata Allah.
Az-Zachirah al-Islamiyyah merupakan majalah bulanan yang diterbitkan oleh Ahmad Surkati pada tahun 1923. Majalah ini diterbitkan dalam dua bahasa, yaitu bahasa Arab dan bahasa Indonesia. penggunaan dua bahasa ini ditujukan untuk masyarakat Arab yang bermukim di Indonesia dan masyarakat Indonesia yang tidak mengerti bahasa Arab. Majalah az-Zachirah al-Islamiyyah fokus berbicara tentang masalah agama, khususnya hadits-hadits palsu yang telah menyebar di kalangan ulama dan santri Indonesia. pada masa awal berdirinya majalah az-Zachirah al-Islamiyyah, Ahmad Surkati selaku Pemimpin Redaksi dan didampingi oleh Muhammad Nur  al Anshory sebagai Adminstratur dan Abdullah Badjerei sebagai Redaktur.[35]
G.    Kontribusi Al-Irsyad Terhadap Bangsa
Menurut Zeyd Amar, Usaha yang dilakukan oleh al-Irsyad secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu di bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Di bidang pendidikan, terdapat 132 cabang al-Irsyad baik yang aktif maupun pasif. Cabang yang pasif menurut Zeyd Amar disebabkan tidak adanya masjid di daerah tersebut yang merupakan tempat pendidikan dan penyebaran dakwah. Cabang-cabang al-Irsyad terdiri dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Penamaan sekolah umum al-Irsyad berbeda dengan sekolah umum yang didirikan oleh pemerintah, sekolah al-Irsyad lebih banyak memasukan pelajaran agama (bahkan lebih besar dari pelajaran agama di Madrasah umum yang didirikan oleh pemerintah) sehingga lulusan pelajar al-Irsyad telah mendapatkan pendidikan agama disana. Terdapat pula pesantren dan boarding school yang didirikan oleh al-Irsyad, salah satunya boarding school yang didirikan di Cileungsi dan pesantren yang didirikan di Papua.
Dibidang dakwah, terdapat pendirian masjid-masjid yang didirikan oleh anggota-anggota al-Irsyad. Pendirian ini dilakukan untuk kepentingan umat Islam dalam menjalankan sholat berjama’ah dan mendapatkan ajaran agama yang di isi langsung oleh guru atau ustadz dari al-Irsyad. Al-Irsyad juga melakukan tabligh-tabligh dalam kegiatan dakwahnya serta melakukan penerbitan buku. Khusus penerbitan buku, akhir-akhir tidak diadakan kembali. Akan tetapi terdapat proses penyalinan majalah az-Zakhirah al-Islamiyyah yang dilakukan oleh Zeyd Amar yang berjumlah 10 edisi.
Di bidang Sosial, terdapat pendirian rumah sakit dan mendirikan usaha-usaha. Pendirian rumah sakit al-Irsyad mempunyai perbedaan dengan rumah sakit pada umumnya. Rumah sakit al-Irsyad lebih mementingkan pengobatan lebih dahulu, pasien tidak disuruh pergi ke loket untuk melakukan pembayaran. Hal ini disebabkan kesehatan pasien lebih diutamakan dan terdapat perlakuan khusus bagi pasien tidak mampu dengan tidak dibebankan biaya perawatan selama di rumah sakit dengan melakukan prosedur dari rumah sakit al-Irsyad. Hingga saat ini terdapat empat cabang rumah sakit al-Irsyad yaitu di Bogor, Haugelis, Pekalongan dan Surabaya (wawancara Zeyd Amar).
Sementara menurut Yon Machmudi dalam bukunya yang berjudul “Sejarah dan Profil Ormas-ormas Islam di Indonesia, usaha yang dilakukan al-Irsyad secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu lembaga pendidikan, lembaga sosial dan pelayanan kesehatan. Dalam lembaga pendidikan, terdapat lembaga kanak-kanak hingga perguruan tinggi yang berjumlah sekitar 318 lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan al-Irsyad meliputi taman kanak-kanak, taman pendidikan Qur’an, SD, SMP, SMA, sekolah kejuruan, pesantren berasrama dan pesantren tahfidz Qur’an untuk putri.
Di lembaga sosial, terdapat pendirian panti asuhan anak yatim, akademi perawat, dan investasi gedung-gedung bertingkat. Pendirian panti asuhan anak yatim merupakan salah satu bentuk kepedulian al-Irsyad terhadap anak-anak Indonesia yang tidak mempunyai orang tua dan dibesarkan oleh al-Irsyad serta diajarkan pendidikan, khususnya pendidikan agama. Pendirian akademi perawat ditujukan bagi pelajar Indonesia yang ingin menimba ilmu dalam keperawatan dan diharapkan menjadi perawat-perawat yang berkualitas dan berguna bagi Indonesia. Di bidang pelayanan kesehatan, al-Irsyad mendirikan rumah sakit di beberapa wilayah pulau Jawa.[36]
Al-Irsyad juga aktif dalam melakukan komunikasi dengan ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia dengan tujuan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini sejalan dengan pendapat Zeyd Amar yang mengatakan bahwa al-Irsyad bersifat toleran terhadap ormas lain, dalam arti saling menghargai ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia. Hingga saat ini terdapat 14 ormas Islam yang ikut serta dalam komunikasi dengan al-Irsyad.[37]
Salah satu bentuk komunikasi yang terjalin antara al-Irsyad dengan ormas Islam yang lain adalah dengan hadirnya Ahmad Surkati dalam ceramah yang diselenggarakan oleh Jong Islamieten Bond atau yang lebih dikenal dengan Muhammadiyyah. Tidak hanya Ahmad Surkati, terkadang muridnya yang bernama Abdullah Badjerei atau Ali Harharah juga ikut dalam mengisi ceramah di JIB atas penunjukan langsung dari Ahmad Surkati.[38]


diantaranya dalam permasalahan:
·         Kafa’ah (kesetaraan dalam perkawinan)
·         Tidak diperbolehkan untuk menikahkan wanita sayyid dengan non-sayyid, walaupun ia menyetujuinya dan mengesampingkan hak kesejajarannya bahkan dengan persetujuan wali. Hak kesejajaran didasari harga diri.
·         Taqbil (mencium tangan sayyid bila bersalaman)
·         Orang bukan sayyid diwajibkan mencium tangan kalangan Arab yang menyandang gelar sayyid.
Al Irsyad  Al Islamiyah adalah perjimpunan yang didukung oleh muslim dan muslimat dan berpegang teguhdan menjujung tinggi Al Musawwa atau persamaan derajat. Para pendiri memberi nama organisasi ini al-Irsyad, menurut Majlis Dakwah Al-Irsyad, nama ‘Irsyad’ mengacu pada nama Jam’iyat al-Da’wah wa Al-Irsyad yang didirikan Rasyid Ridha di Mesir. Organisasi ini bergerak dalam bidang pendidikan dan social keagamaan.
Prinsip-prinsip Gerakan Al-Irsyad :
·         Untuk meneguhkan doktrin persatuan dengan membersihkan sholat dan do’a dari kontaminasi unsur politheisme (kemurnian Tauhid)
·         Untuk mewujudkan kesetaraan di antara kaum muslim dan mencari dalil yang shahih di al-Qur’an dan Sunah, serta mengikuti jalan yang salaf untuk semua solusi masalah agama yang diperdebatkan.
·         Untuk memerangi taqlid a’ma (penerimaan membabi buta) yang berkonflik dengan dalil aqli (sesuai akal) dan dalil naqli (sesuai al-Qur’an dan Sunah).
·         Untuk mensiarkan pengetahuan alam sesuai Islam dan menyebarkan kebudayaan Arab yang sesuai dengan ajaran Allah
·         Mencoba untuk menciptakan pemahaman dua arah antara muslim Indonesia dan Arab.
Hakekat Al irsyad
      Suatu perhimpunan Islam yang bertujuan memurnikan tauhid, ‘ibadah dan ‘amaliyah Islam.
      Bergerak di bidang pendidikan, pengajaran, kebudayaan dan Da’wah Islam serta kemasyarakatan berdasarkan Al Quran dan Sunnah
      Mewujudkan pribadi muslim dan masyarakat Islam menuju keridhoan Allah
Sistem Pendidikan
Jenjang pendidikan yang diberlakukan oleh Al-Irsyad yaitu :
         Awwaliyah 3 tahun
         Ibtidaiyyah 4 tahun
         Tajhiiziyah 2 tahun
         Mu’allimin 4 tahun
         Takhassus 2 tahun

Cabang-cabang Al Irsyad :
  1. Tegal, 29 Agustus 1917 ketua : Ahmad Ali Baisa
  2. Pekalongan, 20 november 1817 ketua : Said b. Salmin Sahaq
  3. Bumiayu, 14 oktober 1918 ketua: Husein b. Muhammad Alyazidi
  4. Cirebon, 31 oktober 1918 ketua : Ali Awad Baharmuz
  5. Surabaya, 21 januari 1919 ketua : Muhammad b. Rayis bin Thalib.






Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Bisri. 1999.  Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni Isam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Periode 2012-2017
Al-Irsyad  Al-Islamiyyah. Mabadi Al-Irsyad Al-Islamiyah
Badjerei, Hussein. cet. Pertama 1996. Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa. Presto Prima Utama
Ernawati, Kokom. 2013. Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di Nusantara pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan. (Skripsi UIN Jakarta)
Machmudi, Yon. cet. Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia. Depok: PKTTI UI
Muaz, Enizar. 1987. Jamiat Kheir sebagai salah satu Pelopor Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. (Skripsi UI)
Mutiah. 1981. Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia; Khususnya al-Irsyad. Depok: FSUI
Noer, Deliar. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES Anggota IKAPI




[1] Pasal 3 Anggaran Dasar 15 Agustus 1903, Arsip Ag 13240 No. 18/8-24363/03 (ANRI, Jakarta).
[2] Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di Nusantara pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013, (Skripsi, UIN Jakarta).
[3] Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di Nusantara pada tahun 1905 sampai      Pasca Kemerdekaan, 2013, (Skripsi, UIN Jakarta).
[4] Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Ikapi, 1992), h. 480-481
[5] Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di Nusantara pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013, (Skripsi, UIN Jakarta).
[6] Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di Nusantara pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013, (Skripsi, UIN Jakarta).
[7] Enizar Muaz, Jamiat Kheir sebagai salah satu Pelopor Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, 1987, (Skripsi, UI)
[8] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto Prima Utama, Hlm. 28
[9] Mutiah, 1981, Gerakan Pembaharuan Islam; Khususnya al-Irsyad, Depok: FSUI, hlm. 72
[10] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 32
[11] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 33
[12] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 15-16
[13] Al-Irsyad Islamiyyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Periode 2012-2017, hlm 5.
[14] Prof. Dr. Bisri Affandi, MA., 1999,  Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, hlm. 4.
[15] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 34
[16] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 34
[17] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, hlm. 34
[18] Mutiah, 1981, Gerakan Pembaharuan Islam; Khususnya al-Irsyad, Depok: FSUI, hlm. 61
[19] Mutiah, 1981, Gerakan Pembaharuan Islam; Khususnya al-Irsyad, Depok: FSUI, hlm. 61
[20] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, hlm. 35
[21] Deliar Noer, 1980, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES Anggota IKAPI, Hlm. 73
[22] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 27
[23] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 32
[24] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 33
[25] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 41
[26] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 66
[27] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 71
[28] Yon Machmudi, cet. Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI UI, hlm. 57-58
[29] Al-Irsyad  Al-Islamiyyah. Mabadi Al-Irsyad Al-Islamiyah, hlm. 36-40
[30] www.alirsyad.org, diakses Jumat 31 Oktobber pukul 20.00 WIB

[31] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 74-75
[32] Yon Machmudi, cet. Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI UI, hlm. 56
[33] Yon Machmudi, cet. Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI UI, hlm. 55
[34] Yon Machmudi, cet. Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI UI, hlm. 55
[35] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 41
[36] Yon Machmudi, cet. Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI UI, hlm. 59
[37] Yon Machmudi, cet. Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI UI, hlm. 59
[38] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 61

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts