Jami’at Kheir & Al Irsyad
Pendahuluan
Organisasi Islam muncul di Indonesia ketika Pemerintah Hindia
Belanda menguasai wilayah Indonesia. Organisasi Islam pada awalnya didirikan
oleh keturunan Arab yang telah menetap di Indonesia. Keturunan Arab yang
menetap di Indonesia memiliki kedudukan yang cukup tinggi pada masa
Pemerintahan Hindia Belanda. Oleh karena itu mereka bisa mendapat izin untuk
mendirikan organisasi Islam di Indonesia.
Masyarakat keturunan Arab yang menetap di Indonesia semakin lama
semakin berkembang. Masyarakat keturunan Arab selain bergerak di bidang ekonomi
mereka mulai mengembangkan ke bidang pemerintahan dan pendidikan. Pemerintah Hindia
Belanda yang pada waktu itu melaksankan politik etis, membuka sekolah-sekolah
bagi kalangan pribumi, namun hanya kalangan pribumi yang anggota keluarganya
bekerja sebagai pegawai Pemerintah Hindia Belanda yang diperbolehkan.
Masyarakat keturunan Arab memiliki kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah
tersebut, namun mereka ingin selain mendapatkan ilmu pengetahuan umum juga
mendapatkan ilmu pengetahuan agama Islam.
Masyarakat keturunan Arab mengambil langkah untuk mendirikan
sekolah-sekolah sendiri, sekolah yang dapat mengajarkan ilmu pengetahuan umum
serta ilmu pengetahuan ilmu agama Islam.
A.
Jamiat Khair
Pada tahun 1901 masyarakat
keturunan Arab memiliki ide untuk mendirikan sebuah organisasi yang bergerak di
bidang sosial. Pada tahun 1903 masyarakat keturunan Arab mulai melakukan
pendekatan terhadap Pemerintah Hindia Belanda agar organisasi yang mereka
dirikan menjadi organisasi resmi yang memiliki izin. Maka, untuk memperoleh
izin dari Pemerintah Hindia Belanda, mereka mengirimkan surat pengajuan
perizinan kepada Pemerintah Hindia-Belanda. Surat yang diajukan kepada
Pemerintah Hindia Belanda ternyata tidak ditanggapi hingga memakan waktu dua
tahun,
Masyrakat keturunan Arab
pada Maret 1905 kembali mengajukan surat perizininan pendirian organisasi
kepada Pemerintah Hinda Belanda. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa tujuan organisasi
mereka adalah untuk memberikan bantuan bagi orang-orang Arab, pria maupun
wanita yang tinggal di Batavia dan sekitarnya bila anggota keluarga meninggal
dunia atau mengadakan pesta pernikahan.[1]
Surat keputusan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda yang datang pada 17 Juni
1905 menyatakan bahwa organisasi yang bernama Jamiat Kheir resmi terdaftar
sebagai organisasi.
Jamiat Kheir didirikan
oleh Sayid Ali bin Ahmad bin Syahab sebagai Ketua, Sayid Muhammad bin Abdullah
bin Syahab sebagai Wakil Ketua, Sayid Muhammad Al Fachir bin Abdurrahman
Almasyhur sebagai Sekretaris, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab sebagai
Bendahara, dan Said bin Ahmad Basandiet sebagai Anggota.[2]
Hingga saat ini, pengurus Jamiat Kheir terus diperbarui sesuai kebutuhan.
Jamiat Kheir didirikan
karena pada awal abad ke-20, muncul pemikiran pembaharuan Islam yang dipelopori
oleh Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani dan Rashid Ridha. Salah satu hal
yang mengalami pembaharuan adalah bidang pendidikan, yakni pendirian sekolah
modern. Selanjutnya tidak adanya pelajaran agama Islam, dan kentalnya misi Gospel
pada bidang pendidikan masa Pemerintahan Hindia Belanda. Kedua hal tersebut
menunjukkan tidak adanya institusi yang cukup baik bagi pendidikan umat Islam,
khususnya masyarakat keturunan Arab. Gospel atau penyebaran agama
Kristen secara terang-terangan terjadi pada masa Pemerintah Hindia Belanda.
Penyebaran agama tersebut mengkhawatirkan umat Islam saat itu.
B.
Tujuan
Jamiat Kheir
Jamiat Kheir
melaksanakan Rapat Umum Anggota pertama pada 9 April 1906. Hasil dari rapat
tersebut adalah menambahkan tujuan Jamiat Kheir yaitu membangun sekolah-sekolah
hingga pelaksanaan pengajarannya. Perubahan terjadi pada bagian keanggotaan,
anggota Jamiat Kheir yang sebelumnya hanya untuk masyarakat keturunan Arab
menjadi terbuka bagi semua bangsa yang beragama Islam. Kedua hal tersebut
semakin memperluas ruang gerak Jamiat Kheir.
Rapat anggota Jamiat
Kheir bulan April 1910 memutuskan untuk mengajukan surat untuk merubah Anggaran
Dasar Jamiat Kheir. Anggaran Dasar Jamiat Kheir mengalami tiga kali perubahan,
hal ini bertujuan untuk memperluas tujuan dan bidang yang akan dilakukan Jamiat
Kheir. Pada tanggal 22 Juni 1910 surat permohonan diajukan perubahan Anggaran
Dasar Jamiat Kheir oleh Muhammad bin Abdurrahman Syahab sebagai ketua dan
Muhammad bin Syech bin Syahab sebagai sekretaris dan perubahan tersebut
disetujui pada tanggal 3 Oktober 1910.
Tujuan Jamiat Kheir semakin meluas, diantaranya :
1. Mendirikan dan mengurus gedung-gedung sekolah serta
bangunan lain di Batavia untuk kepentingan umat Islam,
2. Mengupayakan sekolah-sekolah untuk memperoleh
pengetahuan agama Islam,
3. Mendirikan perpustakaan yang mengupayakan buku-buku
untuk menambah pengetahuan dan kecerdasan.
Jamiat Kheir mendirikan
sekolah untuk anak-anak perempuan (al-Banat) pada tahun 1919 M. Jamiat
Kheir mendatangkan para pengajarnya dari wilayah Arab. Muallim Tunus dan Syekh
Ahmad Surkati merupakan tenaga pengajar yang dipanggil untuk datang ke
Indonesia. Jamiat Kheir memiliki peran yang penting bagi kelangsungan
organisasi dan pendirian sekolah di Indonesia.
Jamiat Kheir merupakan organisasi
di Indonesia pertama dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam dan mendirikan
suatu sekolah dengan tata cara yang modern seperti kurikulum, kelas, dan sarana
prasana penunjang.
C.
Yayasan
Pendidikan, Visi, Misi dan Tujuannya
Visi Yayasan Jamiat Kheir:
a.
Mencerdaskan
umat sejalan dengan tantangan kemajuan zaman berpegang teguh pada landasan
ajaran Islam.
b.
Wawasan
ke-Islaman secara utuh (kaffah) terpadu antara iman, ilmu dan amal,
terintegrasi antara IMTAQ dan IPTEK.
c.
Wawasan
keunggulan, ketekunan, kesungguhan dan keikhlasan dalam rangka ibadah kepada
Allah SWT.
Misi Yayasan Jamiat Kheir, yaitu:
a.
Menyiarkan
agama Islam dan bahasa Arab.
b.
Berkhidmat
untuk umat sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW.
c.
Menanamkan
keyakinan yang kuat dan kebanggaan terhadap kebenaran Islam sebagai petunjuk
Allah SWT satu-satunya demi keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Tujuan Yayasan Jamiat Kheir, yaitu:
a.
Mempersiapkan
generasi Islam yang cinta kepada Allah SWT dan taat kepada Rasulullah SAW,
sayang kepada sesama, berakhlak mulia, percaya diri, teguh pendirian, selalu
bertitik kepada kebenaran dan keadilan, bermanfaat bagi agama, umat dan
masyarakat, menerapkan ajaran agama Islam dalam meningkatkan martabat bangsa
dan Negara.
b.
Membentuk
kepribadian ulama yang berwawasan luas, ahli dalam bidangnya, mampu berbahasa
Arab dan dapat member manfaat bagi masyarakat dan bangsa.
c.
Menanamkan
mahabbah kepada kaum mukminin, utamanya ahli bait/keluarga Nabi Muhammad SAW
dan para sahabatnya.61 Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir.
D.
Landasan
Madzhab Jamiat Kheir
Jamiat Kheir sejak
didirikan dan untuk selamanya berlandaskan dan mempertahankan Aqidah Ahlusunnah
wal Jamaah yang digariskan oleh para salaf terdahulu sesuai dengan ajaran Nabi
Muhammad SAW, cinta ahli bait dan para sahabatnya. Dalam menjalankan praktek
ibadah, keluarga besar Jamiat Kheir selalu berpegang pada Mazhab Imam Syafii
rahimahullah dan atau berdasarkan dalil-dalil yang lebih kuat.[3]
E.
Perubahan
Jamiat Kheir
Setelah diketahui
Belanda karena aktif dalam bidang politik, Jamiat Kheir akhirnya memfokuskan
diri pada bidang pendidikan. Pada 17 Oktober 1919 mengubah nama menjadi Yayasan
Pendidikan Jamiat Kheir dengan akte notaries Jan Willem Roeloffs Valk nomor 143
dengan susunan pengurus sebagai berikut[4]
:
1. Sayid Abubakar bin Ali bin Syahab
2. Sayid Abdullah bin Husein Alaydrus
3. Sayid Ali bin Abdurrahman Alhabsyi
4. Sayid Abubakar bin Muhammad Alhabsyi
5. Sayid Abubakar bin Abdullah Alatas
6. Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab
7. Ahmad bin Abdullah Basalamah
F.
Hubungan
Jamiat Kheir dengan Lembaga lainnya
Jamiat Kheir melakukan hubungan dengan lembaga lainnya
ketika memang Jamiat Kheir membutuhkan perlengkapan untuk keperluan pendidikan.
Misalnya untuk keperluan bahan bacaan, pengurus Jamiat Kheir mengadakan
hubungan dengan luar negeri seperti Turki, Mesir dan Singapura. Tahun 1908
mulailah mengadakan hubungan dengan pemimpin dari surat kabar dan majalah luar
negeri, antara lain:[5]
a.
Dengan
Direktur surat kabar Al-Muayyad, di Cairo, Mesir yaitu Ali Yusuf. Beliau
memberikan informasi mengenai perkembangan Islam di luar negeri dan kegiatan
Jamiat Kheir di Indonesia.
b.
Dengan
Direktur surat kabar Al-Liwa, Mesir, Affandi Kamil, saudara Ali Kamil.
c.
Dengan
Direktur surat kabar As-Siasah al-Musawarah, Mesir, Abdul Hamid Zaki.
d.
Dengan
Direktur surat kabar Samarastul Alfunun, Beirut, Ahmad Hasan Tabarah.
e.
Dengan
surat kabar al-Ittihad Al-Utsmani, Turki.
f.
Majalah
al-Iman, Singapura.
Jamiat Kheir juga mempunyai hubungan dengan organisasi politik
di dalam negeri saat itu, seperti[6]
Budi Utomo, Sarikat Islam dan Jong Islamiten Bond (Persatuan Pemuda Islam)
G.
Pendidikan
di Jamiat Kheir
Jamiat Kheir memiliki kurikulum yang mengatur skema
pendidikan baik waktu, jam, dan target-targetnya. Berikut beberapa aktivitas
pengajaran di Jamiat Kheir
1.
Lama belajar 6
tahun, 1 tahun persiapan dan 5 tahun sekolah dasar.
2.
Usia minimal
masuk sekolah 7 tahun.
3.
Penerimaan
murid dilakukan setiap bulan Syawal.
4.
Pengajaran di
kelas persiapan dan kelas satu berlangsung selama 4 jam pelajaran
(09.00-11.15), kemudian untuk kelas lainnya berlangsung selama 6 jam pelajaran
(09.00-13.00). Disetiap dua jam, terdapat waktu istirahat sebanyak 15 menit.
5.
Hari libur
sekolah:
a.
Tanggal 1
Muharam
b.
Tanggal 12
Rabi’ul Awal (Kelahiran Nabi Muhammad)
c.
Tanggal 27
Rajab (Isra’ Mi’raj)
d.
Tanggal 9, 10, dan
11 Dzulhijjah (Idul Adha)
e.
Tanggal 1
Januari (Tahun Baru Masehi)
f.
Tanggal 30
April (Kelahiran Ratu Wilhelmina, pada masa penjajahan)
g.
Tanggal 31
Agustus (Kelahiran Ratu Juliana, pada masa penjajahan)
h.
Libur tahunan 1
bulan 3 hari, awal Ramadhan hingga 4 Syawal.
i.
Libur mingguan
setiap hari jumat
j.
Libur khusus
ketika ada pelepasan guru, perpindahan pimpinan sekolah, dan acara sekolah
lain.
Adapun pelajaran yang diajarkan adalah :[7]
Al-Qur’an
|
Membaca
dan Telaah
|
Tafsir
|
Percakapan
|
Aqa’id
|
Dikte
|
Tauhid
|
Hafalan
|
Ibadah
|
Berhitung
|
Fikih
|
Karangan
|
Menulis
Arab (Khat)
|
Menulis
Latin
|
Ejaan
Bahasa Arab
|
Ilmu
Bumi
|
Sejarah
Nabi
|
Bahasa
dan Tulisan Melayu
|
Sharaf
|
Sejarah
|
Nahwu
|
Ilmu
Alam
|
Tashrif
|
Keterampilan
|
Tajwid
|
Kesenian
|
Ilmu
Faraid
|
Yayasan Jamiat Kheir sejak tahun 1901 hingga 1985 telah memiliki
beberapa sekolah, yaitu:
1.
Rawdat
Al-Athfal (Taman kanak-kanak)
2.
Ibtidaiyah
(Puteri)
3.
Ibtidaiyah
(Putera)
4.
Tsanawiyah I
(Pagi) (sejak tahun 1969)
5.
Tsanawiyah II
(Sore)
6.
‘Aliyah I
(Pagi) (sejak tahun 1973)
7.
‘Aliyah II
(Sore)
8.
SMP (Sore)
(sejak tahun 1979)
9.
Institut Agama
Islam Jamiat Kheir (IAIJ) (sejak tahun 1979)
10.
Kursus Bahasa
Arab
Al-Irsyad
Al-Irsyad merupakan sebuah organisasi yang berasaskan agama Islam.
Al-Irsyad ini didirikan oleh Syekh Ahmad Surkati. Atar belakang terbentuknya
ketika Ahmad Surkati berkunjung ke Solo untuk mengunjungi sahabatnya yang
bernama Awad Sungkar al-Urmei pada tahun 1912.[8] Dalam kunjungannya ke Solo, Ahmad Surkati mendapat pertanyaan dari
salah seorang yang dalam pertemuan di Solo. Dia bertanya tentang fatwa Rashid
Ridha dalam majalah al-Manar. Fatwa itu mengemukakan tentang perkawinan antara
perempuan Arab dengan laki-laki non Arab adalah sah. Surkati menjelaskan bahwa
perkawinan tersebut sah. Hal ini disebabkan perkawinan kafa’ah antara sesama
Islam diperbolehkan dengan syarat mememnuhi syariat Islam. Bahkan dalam sejarah
Rasulullah, beliau menikahkan Zainab binti Jahz, seorang bangsawan Quraish
dengan anak angkat Rasulullah yaitu Zaid bin Haarits, seorang budak. Hadits
yang dipakai oleh orang Arab atau yang disebut dengan golongan sayyid adalah
hadits palsu.
Surkati
mulai mengajarkan tentang pentingnya persamaan sesama muslim di Jami’at
al-Khair. Ajaran Surkati ini menimbulkan benih-benih perpecahan dengan golongan
sayyid Jami’at al-Khair. Hal ini disebabkan ide persamaan sesama muslim dapat
mengancam kedudukan mereka diatas dari golongan non sayyid di Jawa.[9] Dengan dijalankannya ajaran tentang pentingnya persamaan sesama
muslim, mengakibatkan turunnya derajat golongan sayyid di mata golongan non
sayyid. Selain itu, tradisi yang sudah dijalankan golongan sayyid dari
dahulu akan menghilang.
Pendapat
Ahmad Surkati tentang kafa’ah di Solo di dengar oleh para pengurus Jami’at
al-Khair. Setelah Surkati kembali ke Jakarta, golongan sayyid Jami’at al-Khair
mulai tidak menghormatinya. Kemudian terjadinya perbedaan pendapat kafa’ah dan
fiqih antara Ahmad Surkati dengan pengurus Jami’at al-Khair. Perbedaan pendapat
kafa’ah dan fiqih merupakan awal perpecahan antara Surkati dengan golongan
sayyid. Seiring berjalannya waktu, golongan sayyid selalu melakukan perdebatan
dengan Jami’at al-Khair tentang masalah agama, sehingga Sukarti merasa dirinya
diusir oleh golongan sayyid Jami’at al-Khair.
Ahmad
Surkati meninggalkan Jami’at al-Khair pada tahun 1914.[10] Selain merasa diusir oleh golongan sayyid Jami’at al-Khair, terdapat
peristiwa penting tentang masalah mencium tangan yang dilakukan oleh golongan
non sayyid (murid-murid Sukarti) dengan golongan sayyid Jami’at al-Khair.
Sesuai dengan ajaran Surkati tentang persamaan sesama muslim, akhirnya Sukarti
meninggalkan Jami’at al-Khair.
Ahmad
Surkati membuka Madrasah al-Irsyad al-Islamiyyah pada tanggal 6 September 1914.
Pembangunan ini terwujud dengan bantuan teman-teman Sukarti, baik yang berasal
dari satu profesinya yaitu sebagai guru maupun dari golongan non sayyid. Agar
tanggung jawab Sukarti terhadap Madrasah al-Irsyad al-Irsyad menjadi tidak
berat, maka Sukarti menjalankan usulan Syekh Umar Manggush tentang pendirian
sebuah perhimpunan yang mempunyai badan hukum yang jelas. Perhimpunan ini
bernama Jam’iyyat al-Islah wa al-Irsyad wa al-‘Arabiyyah atau yang lebih
dikenal dengan al-Irsyad.[11] Al-Irsyad baru diresmikan oleh pemerintah kolonial Belanda pada
tanggal 11 Agustus 1915,[12] hampir satu tahun setelah pendirian Madrasah al-Irsyad al-Islamiyyah.
Namun,
sampai saat ini tanggal 6 September 1914 yang menjadi hari peringatan
didirikannya perhimpunannya. Tanggal berdirinya Al-Irsyad ini tercantum dalam
Anggaran Dasar Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyah, Pasal 2 yang berbunyi
“Al-Irsyad Al-Islamiyah didirikan Syekh Ahmad Surkati Al-Anshari pada tanggal
15 Syawal 1332 Hijriyah bertepatan tanggal 6 September 1914 M di Jakarta”.[13]
B. Ahmad Surkati
Ahmad
Surkati merupakan seorang ulama yang lahir di desa Udfu daerah Dunggulah,
tepatnya di pulau Arqu pada tahun 1292 H atau 1875 M (profil al-Irsyad, 2012).
Ayahnya bernama Muhammad dan diyakini masih memilikihubungan keturunan dari
Jabir bin Andullah al-Anshari.[14] Ahmad Surkati merupakan pemberian nama dari orang Indonesia.
Nama asli Ahmad Surkati adalah Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad as-Soorkattiy al-Khazrajiy al-Anshory.[15] Ahmad Surkati merupakan anak pertama. Hal ini bisa dilihat dari
pemberian nama Ahmad, bagi orang zaman dahulu selalu menamakan anak pertama
dengan nama Ahmad.[16]
Surkati
menempuh sekolah dasar di Sudan. Selain belajar di sekolah dasar, Ahmad Surkati
diajarkan oleh ayahnya belajar dan menghafal sejak masa kanak-kanak. Ahmad
Surkati berhasil menjadi seorang hafizh al-Qur’an pada usia yang sangat
muda.[17] Selain itu, Ahmad Surkati sangat mencintai pendidikan. Hal ini
terlihat ketika masih kanak-kanak, selain belajar al-Qur’an, Surkati juga
belajar fiqih dan tauhid yang diajarkan oleh ayahnya sendiri. Ketika dewasa,
Surkati mulai memperdalam pengetahuan dengan melanjutkan studinya ke luar
negeri, tepatnya di al-Azhar Mesir.
Surkati
tinggal di Madinah untuk memperdalam ilmu agamanya. Ilmu agama yang dia
pelajari adalah hadits, tafsir, dan fiqih. Ilmu hadits Surkati dapat dari
Syeikh Ahmad al-Barzanji, sedangkan ilmu tafsir belajar dari Syeikh Mubarak
al-Nasmath, sementara ilmu fiqih berguru kepada Syeikh Muhammad al-Khayari.[18] Ketiga ilmu agama itu Surkati pelajari selama lima tahun.
Mekkah
merupakan tempat Surkati mendapat gelar al-‘Allamah. Al-‘Allamah merupakan
gelar sarjana dari bidang ilmu bahasa Arab dan ilmu Agama Islam.[19] Gelar itu Surkati dapat setelah berhasil menyelesaikan studinya di
bawah asuhan Syeikh Muhammad bin Yusuf al-Khayyath dan Syeikh Syu’aib bin Musa
al-Maghribi. Thesis yang Surkati gunakan waktu itu tentang al-Qadha wal Qadar.[20] Surkati berhasil dalam studinya di Mekkah selama sebelas tahun. Studi
yang Surkati pelajari tentang ilmu fiqih. Akan tetapi ilmu fiqih yang Surkati
ambil tidak sama dengan ilmu fiqih yang dia pelajari di Madinah. Di Mekkah,
Surkati ingin memperdalam ilmu fiqihnya.[21] Guru ilmu fiqih Surkati adalah Syeikh Syu’aib bin Musa al-Maghribi.
Sebelumnya Surkati telah menunaikan ibadah haji ketika usianya berumur 22
tahun.
Selama
tinggal di Indonesia, Surkati beberapa kali menikah dengan perempuan Indonesia.
Dalam beberapa kali menjalankan pernikahan itu, Surkati tidak dianugerahi
seorang anak. Surkati mendapat obat pelipur hati dari anak saudaranya yang
bernama Sidik Surkati yang dia bawa ke Indonesia.
Surkati
mulai masuk ke Indonesia ketika Jami’at al-Khair membutuhkan tenaga pengajar di
Indonesia. Ketika itu, Jami’at al-Khair meminta bantuan melalui Syeikh Muhammad
bin Yusuf al-Khayyath dan Syeikh Husain bin Muhammad al-Habsyi. Atas
pertimbagan dua Syeikh ini, Surkati dipilih untuk menjadi tenaga pengajar bagi
Jamiat al-Khair. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Surkati. Hal ini
disebabkan Surkati mengetahui tentang kondisi Indonesia yang saat itu sedang
dijajah oleh bangsa Belanda dan Belanda memberi julukan Indonesia sebagai
negeri orang primitif. Oleh karena itu, Surkati ingin pergi ke Indonesia dengan
niat sungguh-sungguh untuk mendidik orang Indonesia khususnya dalam bidang
agama Islam.
Pada
bulan Maret tahun 1911, Surkati mulai masuk ke Indonesia tepatnya di wilayah
Jawa. Surkati memulai langkah awal di tanah jawa dengan menjadi seorang staf
pengajar Jami’at al-Khair. Saat itu sekolah Jami’at al-Khair yang merupakan
tempat Surkati menjadi guru terletak di Pekajon.[22] Surkati menjadi staf pengajar selama tiga tahun di sekolah Jami’at
al-Khair. Hal ini disebabkan adanya perbedaan persepsi antara Surkati dengan
pengurus Jami’at al-Khair perihal masalah kafa’ah. Sejak saat itu, hubungan
antara Surkati dengan pengurus jami’at al-Khair semakin panas. Oleh karena itu,
dengan sikap bijaksana Surkati meninggalkan Jami’at al-Khair pada tahun 1914 M.[23]
Tidak
lama setelah Surkati meninggalkan Jami’at al-Khair, Surkati mendirikan
sebuah organisasi yang bernama Jam’iyyah al-Ishlah wal Irsyad al-‘Arabiyyah.
Latar belakang berdirinya organisasi ini berawal dari berdirinya madrasah
al-Irsyad al-islamiyyah yang dia dirikan pada tanggal 6 september 1914 M. Agar
tidak memberatkan tanggung jawabnya dalam mengurus madrasah al-Irsyad
al-Islamiyyah, maka sesuai dengan Ordonasi Guru 1905 –semacam badan hukum yang
mengatur kegiatan pendidikan Islam- Surkati mengajukan permohonan pengesahan
berdirinya organisasi al-Irsyad kepada Gubernur Jendral A. W. F. Idenburg.[24]
Ketika
terjadinya “Peristiwa Leles” pada tahun 1919, Surkati memiliki strategi khusus
agar dapat mengembangkan al-Irsyad. Strategi yang digunakan saat itu adalah
dengan mengajak saudagar kaya Indonesia-Arab yang diduga membiayai Sarekat
Islam agar bergabung dengan al-Irsyad. Masuknya saudagar kaya Indonesia-Arab
memberikan pemasukan keuangan bagi keperluan al-Irsyad dan keuntungan dari
saudagar kaya Indonesia-Arab adalah terhindarnya mereka dari hukuman pemerintah
Belanda.
Dalam
mengembangkan agama Islam di Indonesia, Surkati mendirikan majalah az-Zachirah
al-Islamiyyah pada tahun 1923 M. Tujuan pendirian majalah ini adalah memberikan
pengetahuan tentang jenis-jenis hadits dan masalah agama. Dalam menjalankan
aktivitas di majalah az-Zachirah al-Islamiyyah, Surkati dibantu oleh Syeikh
Muhammad Nur al-Anshary sebagai Adminitrator dan Abdullah Badjerei sebagai
Redaksi.[25]
Pada
tahun 1940 merupakan tahun kesedihan bagi Surkati. Hal ini disebabkan Surkati
mendapatkan penyakit berupa sakit di bagian matanya. Setelah berkunjung ke
dokter Belanda, Sukarti disarankan untuk melakukan operasi pengeluaran mata
kiri agar menghilangkan rasa sakit. Akan tetapi, sakitnya semakin parah dan
dokter Belanda memberikan kesimpulan untuk melakukan operasi kedua dengan
mengeluarkan mata kanannya. Dengan melakukan dua kali operasi mata, Surkati
tidak bisa melihat lagi.[26]
Ahmad
Surkati meninggal dunia dalam usia 69 tahun, yaitu pada tanggal 16 September
1943 M.[27] Pada masa itu Indonesia sedang dalam jajahan Jepang. Ketika itu
terdapat seorang murid dari Surkati yang dipenjara oleh tentara Jepang. Ketika
murid itu dibebaskan, dia terkejut dengan kabar yang mengatakan Ahmad Surkati
telah meninggal dunia. Kemudian dia mendatangi tempat kuburan Surkati. Akan
tetapi dia tidak menemukan batu nisan gurunya. Hal ini sesuai dengan salah satu
ajaran Surkati yang tidak memperbolehkan kuburan kaum muslim untuk memakai batu
nisan.
C.
Mabadi
Al-Irsyad
Seperti
organisasi Islam lainnya, Al-Irsyad memilki paham keagaamannya. Paham Keagamaan
mereka disebut dengan Mabadi Mabda secara bahasa didefinidikan sebagai tempat
memulai atau permulaan, dan biasa diartikansebagai dasar yang digunakan untuk
membnagun cabang-cabang. Dalam trimonologi modern, mabda menjadi padanan kata
dalam bahasa Arab yang paing tepat untuk istilah ideologi. Mabadi adalah bentuk
jamak atauu plural dari kata mabda.
Pengertian Mabda atau Mabadi Al-Irsyad
dalam dokumen ini adalah sebuah dasar (cara pandang) dan metedologi
memahami dan mengamalkan ajaran Islam berdasarkan Kitabullah dan Sunnah
Rasulnya untuk membawa warga Al-Irsyad khususnya dan kaum muslimin pada umunya
pada kemjauan kesejahteraan, dan tatanan yang adil dan beradab di dunia ini dan
kebahagian yang kekal di akhirat nanti. Dalam buku “Sejarah dan Profil
Ormas-Ormas Islam di Indonesia” karya Yon Machmudi, menyebutkan beberapa
penjelasan mengenai Mabadi’ al-Irsyad, yaitu pertama, organisasi mendasarkan
kegiatannya pada sumber hukum dari al-Qur’an dan al-Hadits. Kedua, kegiatan
al-Irsyad berdasarkan pada Akidah dan Tauhid, hal ini sesuai dengan AD/ART
al-Irsyad tahun 2012-2017. Penjelasan kedua ini menurut Zeyd Amar, wakil
Sekretaris Jendral al-Irsyad al-Islamiyyah merupakan tujuan al-Irsyad dalam
membersihkan masyarakat Indonesia dari segala macam syirik, takhayul, dan
khurafat yang telah menyebar pada awal abad ke-20.
Mabadi
al-Irsyad juga memberi penekanan terhadap kesetaraan antara umat Islam.
Kesetaraan antara umat Islam sangat dijunjung tinggi oleh Ahmad Surkati selama
mengajar di al-Irsyad. Hal ini disebabkan terdapat perbedaan perlakuan antara
golongan sayyid yang mengatasnamakan keturunan nabi Muhammad SAW dengan
golongan non sayyid. Ahmad Surkati sangat menentang perbedaan perlakuan seperti
ini karena menurutnya setiap manusia sama di mata Allah, yang membedakannya
adalah keimanan dan ketakwaan seorang muslim[28] Oleh karena itu kesetaraan antara umat Islam merupakan hal yang
penting bagi al-Irsyad.
Berikut
ini 8 Mabadi Al-Irsyad:
1. Sumber Hukum
Memahami ajaran Islam dari al_quean dan Sunnah dan bertakim kepada
keduanya.
2. Aqidah/Tauhid
Beriman dengan aqidah Islamiyyah yang
berdasarkan nash-nash kitab al-Quran dan Sunnah yang shahih, terutama bertauhid
kepada Allah yang bersih dari syirik, takhayu, dan khurafat.
3. Ibadah
Ibadah menurut tuntunan KItabullah dan Sunnah
Rasunya bersih dari bid’ah.
4. Akhlak
Berdasarkan adab susila yang uhur, moral, dan
etik Islam serta menjauhi adat istiadat, moral, dan etik yang bertentangan
dengan Islam.
5. Almusawa/Kesetaraan
Adalah kewajiban menganggap kum muslim itu
bersaudara, tidak melebihkan seseorangebih dari yang lainnya kecuai ilmu dan
ketakwaan.
6. Ilmu
Pengetahuan
Memperluas dan memperdalam ilmu pengertahuan
untuk kesejahteraan duniawi dan ukhrawi yang diridhaoi Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
7. Modernitas
Meningkatkan kehidupan dan pengetahuan duniawi,
pribadi, masyarakat selama tidak diharamkan oleh Islam dan nash, serta mengambil
faedah dari segialat-alat dan cara teknis, organiasai, dan administrasi modern
yang bermanfaat bagi pribadi, umat, moril dan spiritual.
8.
Ukhuwwah Islamiyyah
Bergerak
dan berjuang secara terampil dan dinamis dengan perorganisasian serta
koordinasi yang baik bersama organisasi-organisasi lain dengan jiwa Ukhuwwah
Islamiyyah dan setia kawan serta saling bantu dalma memperjuangkan cita-cita
Islam yang meliputi kebenaran, kemerdekaan, keadilan kebajikan serta keutamaan
menuju ridha Allah.[29]
D.
Keorganisasian
Al-Irsyad
Organisasi
ini bertujuan mewujudkan manusia seutuhnya yang bertauhid dan bertakwa kepada
Allah SWT. Bersih dari syirik, takhayul, dan kurafat berakhlak mulia dan
bertanggungjawab terhadap terwujudnya masyarakat adil dan makmur dalam Negara
kesatuan republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Tujuan
ini sesuai dengan visi dan misi organisasi ini yang bertujuan memurnikan
tauhid, ibadah, dan amaliyah Islam (Yon Machmudi, 2013: 57). Sementara itu,
awal berdirinya al-Irsyad didahului dengan berdirinya madrasah al-Irsyad yang
bergerak di bidang pendidikan dengan sistem ajaran yang dibawa oleh Ahmad
Surkati. Berdasarkan AD/ART, visi-misi dan tujuan awal didirikannya al-Irsyad,
dapat diketahui bahwa al-Irsyad merupakan organisasi yang bergerak di bidang
pendidikan, pengajaran, dan dakwah Islam (pemurnian ajaran Islam).
Berdasarkan
AD/ART al-Irsyad pasal ke-8 tentang usaha al-Irsyad, terdapat dua poin yang
menjadi usaha al-Irsyad, yaitu al-Irsyad melaksanakan dakwah, memberikan fatwa,
tarjih dan tahkim untuk pemurnian aqidah dalam hukum Islam. Poin kedua membahas
amal usaha al-Irsyad diwujudkan untuk menunjang tujuan perhimpunan di bidang
pendidikan, dakwah dan sosial serta bentuk usaha lainnya. Dari dua poin usaha
al-Irsyad dapat dilihat adanya satu usaha yang konkrit dalam melaksanakan
pemurnian aqidah dan hukum Islam diawali dengan bidang pendidikan, dakwah dan
sosial agar dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Indonesia.
Saat
ini Al-Irsyad memiliki empat organ yang aktif sesuai dengan segmen
masing-msing. Orang tersebeut, yaitu Wanita Al-Irsyad, Pemuda Al-Irsyad, Puteri
Al-Irsyad, dan Pelajar Al-Irsyad.
Keempat organ ini sudah ada sejka berdirinya Al-Irsyad, namun sempet
tidak aktif dan pada tahun 200 diaktifkan kembali dan menuju otonomisasi sesuai dengan amanat Muktamar 2000.
Keempatnya memiliki sususnan struktur sendiri dsn berkontribusi sesuai segmen
di masyarakat[30]
E.
Struktur
Organisasi
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda,
al-Irsyad pertama kali dipimpin oleh Salim bin Awad Balweel. Hal ini tercantum
dalam akte pendirian dan Anggaran Dasar al-Irsyad yang disahkan oleh Gubernur
Jendral Hindia Belanda. Dalam kepengurusan al-Irsyad, terdapat empat jabatan
utama dibantu 19 pengurus al-Irsyad. empat jabatan utama meliputi ketua, wakil
ketua, sekretaris, dan bendahara, sedangkan 19 pengurus yang lain menjadi
komisaris dalam organisasi al-Irsyad.
Salim
bin Awad Balweel sebagai Ketua
Saleh
bin Obeid bin Abdat sebagai Wakil Ketua
Muhammad
Ubaid Abud sebagai Sekretaris
Said
bin Salim Masy’abi sebagai Bendahara
Sementara itu, 19 pengurus al-Irsyad
sebagai komisaris, yaitu Ja’far bin Umar Balfas, Abdullah bin Ali Balfas,
Abdullah bin Salmin bin Mahri, Abdullah bin Abdul Qadir Harharah, Sulaiman bin
Naji, Ahmad bin Thalib, Muhammad bin Said Al Uwaini, Ali bin Abdullah bin ‘On,
Mubarak bin Said Balweel, Awad bin Said bin Eili, Said bin Abdullah Basalamah,
Awad bin Ja’far bin Mar’ie, Salim bin Abdullah bin Musa’ad, Said bin Salim bin
Haris, Aid bin Muhammad Balweel, Abud bin Muhammad bin Al bin Said, Ghalib bin
Said bin Thebe’, ‘Abid bin Awad al ‘Uwaini dan Mubarak bin Ja’far bin Said. 19
komisaris al-Irsyad mempunyai tanggung jawab dalam mengawasi jalannya
perhimpunan.[31]
Pada periode 2011-2016, al-Irsyad
dipimpin oleh Abdullah Zaidi. Penunjukan Abdullah Zaidi sebagai ketua al-Irsyad
dilatarbelakangi kedekatan beliau dengan keluarga al-Irsyad.[32] Dari pendidikan SD hingga SMA, Abdullah Zaidi
merupakan lulusan madrasah al-Irsyad. Kemudian, kedekatan Abdullah Zaidi dengan
keluarga al-Irsyad bertambah ketika beliau aktif ikut serta dalam kepengurusan
al-Irsyad, sehingga beliau dipilih untuk menjadi ketua al-Irsyad. Dalam
menjalankan kepemimpinan al-Irsyad, Abdullah Zaidi dibantu oleh wakil
Sekretaris Jendral yang bernama Zeyd Amar. Zeyd Amar diberi amanah dalam
memberikan penjelasan mengenai al-Irsyad kepada masyarakat umum.
F.
Karya dari
Tokoh Al-Irsyad
Surat al-Jawab merupakan jawaban Ahmad Surkati
terhadap pemimpin surat kabar Suluh Hindia. Surat al-Jawab berisi pembicaraan
tentang kafa’ah. permasalahan kafa’ah pada zaman itu semakin luas ketika Ahmad
Surkati memberikan penjelasan tentang dibolehkan pernikahan sesama muslim tanpa
dilihat dari nasabnya. Surat al-Jawab ditulis oleh Ahmad Surkati pada tahun
1915.[33]
Risalah Tawjih al-Qur’an ila Adab
al-Qur’an berisi tentang kedekatan seseorang kepada nabi Muhammad SAW bukan
dilihat dari keturunan, namun atas ketekunan dan kesungguhan dalam mengikuti
dakwahnya.[34] Dari isi risalah ini dapat diketahui bahwa
nabi Muhammad SAW menjunjung tinggi kesetaraan antara umat Islam dan tidak
membeda-bedakan umat Islam berdasarkan nasabnya, sedangkan hanya ketakwaan
kepada Allah yang membedakan antara umat Islam di mata Allah.
Az-Zachirah
al-Islamiyyah merupakan majalah bulanan yang diterbitkan oleh Ahmad Surkati
pada tahun 1923. Majalah ini diterbitkan dalam dua bahasa, yaitu bahasa Arab
dan bahasa Indonesia. penggunaan dua bahasa ini ditujukan untuk masyarakat Arab
yang bermukim di Indonesia dan masyarakat Indonesia yang tidak mengerti bahasa
Arab. Majalah az-Zachirah al-Islamiyyah fokus berbicara tentang masalah agama,
khususnya hadits-hadits palsu yang telah menyebar di kalangan ulama dan santri
Indonesia. pada masa awal berdirinya majalah az-Zachirah al-Islamiyyah, Ahmad
Surkati selaku Pemimpin Redaksi dan didampingi oleh Muhammad Nur al
Anshory sebagai Adminstratur dan Abdullah Badjerei sebagai Redaktur.[35]
G. Kontribusi Al-Irsyad Terhadap Bangsa
Menurut
Zeyd Amar, Usaha yang dilakukan oleh al-Irsyad secara umum terbagi menjadi
tiga, yaitu di bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Di bidang pendidikan,
terdapat 132 cabang al-Irsyad baik yang aktif maupun pasif. Cabang yang pasif
menurut Zeyd Amar disebabkan tidak adanya masjid di daerah tersebut yang
merupakan tempat pendidikan dan penyebaran dakwah. Cabang-cabang al-Irsyad
terdiri dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah
Atas. Penamaan sekolah umum al-Irsyad berbeda dengan sekolah umum yang
didirikan oleh pemerintah, sekolah al-Irsyad lebih banyak memasukan pelajaran
agama (bahkan lebih besar dari pelajaran agama di Madrasah umum yang didirikan
oleh pemerintah) sehingga lulusan pelajar al-Irsyad telah mendapatkan
pendidikan agama disana. Terdapat pula pesantren dan boarding school yang
didirikan oleh al-Irsyad, salah satunya boarding school yang didirikan di
Cileungsi dan pesantren yang didirikan di Papua.
Dibidang
dakwah, terdapat pendirian masjid-masjid yang didirikan oleh anggota-anggota
al-Irsyad. Pendirian ini dilakukan untuk kepentingan umat Islam dalam menjalankan
sholat berjama’ah dan mendapatkan ajaran agama yang di isi langsung oleh guru
atau ustadz dari al-Irsyad. Al-Irsyad juga melakukan tabligh-tabligh dalam
kegiatan dakwahnya serta melakukan penerbitan buku. Khusus penerbitan buku,
akhir-akhir tidak diadakan kembali. Akan tetapi terdapat proses penyalinan
majalah az-Zakhirah al-Islamiyyah yang dilakukan oleh Zeyd Amar yang berjumlah
10 edisi.
Di
bidang Sosial, terdapat pendirian rumah sakit dan mendirikan usaha-usaha.
Pendirian rumah sakit al-Irsyad mempunyai perbedaan dengan rumah sakit pada
umumnya. Rumah sakit al-Irsyad lebih mementingkan pengobatan lebih dahulu,
pasien tidak disuruh pergi ke loket untuk melakukan pembayaran. Hal ini
disebabkan kesehatan pasien lebih diutamakan dan terdapat perlakuan khusus bagi
pasien tidak mampu dengan tidak dibebankan biaya perawatan selama di rumah
sakit dengan melakukan prosedur dari rumah sakit al-Irsyad. Hingga saat ini
terdapat empat cabang rumah sakit al-Irsyad yaitu di Bogor, Haugelis,
Pekalongan dan Surabaya (wawancara Zeyd Amar).
Sementara
menurut Yon Machmudi dalam bukunya yang berjudul “Sejarah dan Profil
Ormas-ormas Islam di Indonesia, usaha yang dilakukan al-Irsyad secara umum
terbagi menjadi tiga, yaitu lembaga pendidikan, lembaga sosial dan pelayanan
kesehatan. Dalam lembaga pendidikan, terdapat lembaga kanak-kanak hingga
perguruan tinggi yang berjumlah sekitar 318 lembaga pendidikan. Lembaga
pendidikan al-Irsyad meliputi taman kanak-kanak, taman pendidikan Qur’an, SD,
SMP, SMA, sekolah kejuruan, pesantren berasrama dan pesantren tahfidz Qur’an
untuk putri.
Di
lembaga sosial, terdapat pendirian panti asuhan anak yatim, akademi perawat,
dan investasi gedung-gedung bertingkat. Pendirian panti asuhan anak yatim
merupakan salah satu bentuk kepedulian al-Irsyad terhadap anak-anak Indonesia
yang tidak mempunyai orang tua dan dibesarkan oleh al-Irsyad serta diajarkan
pendidikan, khususnya pendidikan agama. Pendirian akademi perawat ditujukan
bagi pelajar Indonesia yang ingin menimba ilmu dalam keperawatan dan diharapkan
menjadi perawat-perawat yang berkualitas dan berguna bagi Indonesia. Di bidang
pelayanan kesehatan, al-Irsyad mendirikan rumah sakit di beberapa wilayah pulau
Jawa.[36]
Al-Irsyad
juga aktif dalam melakukan komunikasi dengan ormas-ormas Islam yang ada di
Indonesia dengan tujuan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini
sejalan dengan pendapat Zeyd Amar yang mengatakan bahwa al-Irsyad bersifat
toleran terhadap ormas lain, dalam arti saling menghargai ormas-ormas Islam
yang ada di Indonesia. Hingga saat ini terdapat 14 ormas Islam yang ikut serta
dalam komunikasi dengan al-Irsyad.[37]
Salah
satu bentuk komunikasi yang terjalin antara al-Irsyad dengan ormas Islam yang
lain adalah dengan hadirnya Ahmad Surkati dalam ceramah yang diselenggarakan
oleh Jong Islamieten Bond atau yang lebih dikenal dengan Muhammadiyyah. Tidak
hanya Ahmad Surkati, terkadang muridnya yang bernama Abdullah Badjerei atau Ali
Harharah juga ikut dalam mengisi ceramah di JIB atas penunjukan langsung dari
Ahmad Surkati.[38]
diantaranya dalam permasalahan:
·
Kafa’ah
(kesetaraan dalam perkawinan)
·
Tidak
diperbolehkan untuk menikahkan wanita sayyid dengan non-sayyid, walaupun ia
menyetujuinya dan mengesampingkan hak kesejajarannya bahkan dengan persetujuan
wali. Hak kesejajaran didasari harga diri.
·
Taqbil (mencium
tangan sayyid bila bersalaman)
·
Orang bukan
sayyid diwajibkan mencium tangan kalangan Arab yang menyandang gelar sayyid.
Al Irsyad Al Islamiyah
adalah perjimpunan yang didukung oleh muslim dan muslimat dan berpegang
teguhdan menjujung tinggi Al Musawwa atau persamaan derajat. Para pendiri
memberi nama organisasi ini al-Irsyad, menurut Majlis Dakwah Al-Irsyad, nama
‘Irsyad’ mengacu pada nama Jam’iyat al-Da’wah wa Al-Irsyad yang didirikan
Rasyid Ridha di Mesir. Organisasi ini bergerak dalam bidang pendidikan dan
social keagamaan.
Prinsip-prinsip Gerakan Al-Irsyad :
·
Untuk
meneguhkan doktrin persatuan dengan membersihkan sholat dan do’a dari
kontaminasi unsur politheisme (kemurnian Tauhid)
·
Untuk
mewujudkan kesetaraan di antara kaum muslim dan mencari dalil yang shahih di
al-Qur’an dan Sunah, serta mengikuti jalan yang salaf untuk semua solusi
masalah agama yang diperdebatkan.
·
Untuk memerangi
taqlid a’ma (penerimaan membabi buta) yang berkonflik dengan dalil aqli (sesuai
akal) dan dalil naqli (sesuai al-Qur’an dan Sunah).
·
Untuk
mensiarkan pengetahuan alam sesuai Islam dan menyebarkan kebudayaan Arab yang
sesuai dengan ajaran Allah
·
Mencoba untuk
menciptakan pemahaman dua arah antara muslim Indonesia dan Arab.
Hakekat Al irsyad
• Suatu perhimpunan Islam yang bertujuan memurnikan tauhid, ‘ibadah
dan ‘amaliyah Islam.
• Bergerak di bidang pendidikan, pengajaran, kebudayaan dan Da’wah Islam
serta kemasyarakatan berdasarkan Al Quran dan Sunnah
• Mewujudkan pribadi muslim dan masyarakat Islam menuju keridhoan
Allah
Sistem
Pendidikan
Jenjang pendidikan yang diberlakukan
oleh Al-Irsyad yaitu :
•
Awwaliyah 3
tahun
•
Ibtidaiyyah 4
tahun
•
Tajhiiziyah 2
tahun
•
Mu’allimin 4
tahun
•
Takhassus 2
tahun
Cabang-cabang Al Irsyad :
- Tegal, 29 Agustus 1917 ketua : Ahmad Ali
Baisa
- Pekalongan, 20 november 1817 ketua : Said
b. Salmin Sahaq
- Bumiayu, 14 oktober 1918 ketua: Husein b.
Muhammad Alyazidi
- Cirebon, 31 oktober 1918 ketua : Ali Awad
Baharmuz
- Surabaya, 21 januari 1919 ketua : Muhammad
b. Rayis bin Thalib.
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Affandi,
Bisri. 1999. Syaikh Ahmad
Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni Isam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Al-Irsyad
Al-Islamiyyah. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Periode
2012-2017
Al-Irsyad
Al-Islamiyyah. Mabadi
Al-Irsyad Al-Islamiyah
Badjerei, Hussein. cet.
Pertama 1996. Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa. Presto Prima Utama
Ernawati, Kokom. 2013. Pembaharuan
Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di Nusantara pada tahun 1905 sampai Pasca
Kemerdekaan. (Skripsi UIN Jakarta)
Machmudi, Yon. cet. Pertama
2013, Sejarah
dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia. Depok: PKTTI UI
Muaz, Enizar. 1987. Jamiat Kheir sebagai salah satu
Pelopor Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. (Skripsi UI)
Mutiah. 1981. Gerakan Pembaharuan
Islam di Indonesia; Khususnya al-Irsyad. Depok: FSUI
Noer, Deliar. 1980. Gerakan Modern Islam
di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES Anggota IKAPI
[1] Pasal 3
Anggaran Dasar 15 Agustus 1903, Arsip Ag 13240 No. 18/8-24363/03 (ANRI,
Jakarta).
[2]
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di
Nusantara pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013, (Skripsi,
UIN Jakarta).
[3] Kokom
Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di Nusantara
pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan,
2013, (Skripsi, UIN Jakarta).
[5] Kokom
Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di Nusantara
pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013, (Skripsi, UIN
Jakarta).
[6] Kokom
Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di Nusantara
pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013, (Skripsi, UIN
Jakarta).
[7]
Enizar Muaz, Jamiat Kheir sebagai salah satu Pelopor Pembaharuan Pendidikan Islam
di Indonesia, 1987, (Skripsi, UI)
[8] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:
Mengisi Sejarah Bangsa, Presto Prima Utama, Hlm. 28
[10] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:
Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 32
[11] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 33
[12] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:
Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 15-16
[14] Prof. Dr. Bisri
Affandi, MA., 1999, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni Islam di
Indonesia,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, hlm. 4.
[15] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:
Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,,
hlm. 34
[16] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:
Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima
Utama,, hlm. 34
[17] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:
Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,
hlm. 34
[20] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:
Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, hlm. 35
[21] Deliar Noer, 1980, Gerakan
Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES Anggota
IKAPI, Hlm.
73
[22] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi
Sejarah Bangsa,
Presto prima Utama, Hlm. 27
[23] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi
Sejarah Bangsa,
Presto prima Utama, Hlm. 32
[24] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi
Sejarah Bangsa,
Presto prima Utama, Hlm. 33
[25] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:
Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 41
[26] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:
Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 66
[27] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa,
Presto prima Utama,, hlm. 71
[28] Yon Machmudi, cet.
Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI UI,
hlm. 57-58
[31] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:
Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,
Hlm. 74-75
[32] Yon Machmudi, cet.
Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia,
Depok: PKTTI UI, hlm. 56
[33] Yon Machmudi, cet.
Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI UI,
hlm. 55
[34] Yon Machmudi, cet.
Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di
Indonesia,
Depok: PKTTI UI, hlm. 55
[35] Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 41
[36] Yon Machmudi, cet.
Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI UI,
hlm. 59
[37] Yon Machmudi, cet.
Pertama 2013, Sejarah dan Profil
Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI UI,
hlm. 59
[38] Hussein Badjerei,
cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:
Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,
Hlm. 61
No comments:
Post a Comment