December 28, 2018

KRAKATAU MENDATANG

KRAKATAU SELANJUTNYA

sumber : Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 143-153 (IGAN SUPRIATMAN SUTAWIDJAJA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Jln. Diponegoro No. 57 Bandung, Indonesia)

Sejak munculnya Gunung Api Anak Krakatau 1929, para ahli gunung api mencurahkan perhatiannya dan bahkan khawatir akan terjadi kembali erupsi besar seperti 1883, tetapi kemungkinan tersebut dibantah dengan berbagai alasan, di antaranya adalah komposisi kimia batuan hasil erupsi Gunung Api Anak Krakatau saat ini. Bemmelen (1949) berpendapat bahwa kemungkinan erupsi katastrofi s dapat terulang kembali apabila komposisi kimia batuan hasil erupsi, berubah dari magma basa (SiO2 rendah) ke magma asam (SiO2 tinggi). Ia juga menegaskan bahwa erupsi berbahaya bagi Krakatau umumnya diawali oleh masa istirahat ratusan tahun untuk pengumpulan energi baru. Seperti telah diterangkan sebelumnya, bahwa pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau membangun tubuhnya sangat cepat dengan endapan piroklastika dan lava. Dari beberapa erupsi tersebut, terutama dari setiap erupsi lava, diambil batuannya untuk dianalisis secara kimiawi batuan. De Neve (1981) membuat diagram perubahan kimia batuan Gunung Api Anak Krakatau sejak 1930. Perubahan komposisi silika setiap erupsi Gunung Api Anak Krakatau digambarkan dalam suatu grafi k (Gambar 11), kemudian grafi k perubahan silika ini penulis lanjutkan sejak erupsi Gunung Api Anak Krakatau 1981. Pada Nopember 1992 hingga Juni 2001, Gunung Api Anak Krakatau meletus terus menerus hampir setiap hari, bahkan hampir setiap 15 menit sekali, mengerupsikan piroklastik lepas jenis skoria berukuran abu, pasir, lapili sampai bom vulkanik.

Beberapa erupsinya diakhiri dengan leleran lava. Setiap leleran lava tersebut dipetakan dalam Peta Geologi (Gambar 12). Analisis batuan lava-lava tersebut menghasilkan komposisi silika yang berbeda dan persentase silikanya cenderung meningkat dari setiap erupsinya, seperti Lava Nopember 1992: 53,95, Lava Februari 1993: 53,53; Lava Juni 1993: 53,97 dan leleran lava terakhir dari rentetan letusan tersebut adalah Juli 1996 dengan persentase silika 54,77. Kandungan silika tertinggi hasil analisis kimia batuan tersebut di plot kedalam diagram tersebut, dan tampak garis kandungan persentase silika meningkat secara halus. Apabila peningkatan presentase silika ini terjadi secara konsisten dan diasumsikan meningkat satu persen dalam sepuluh tahun, maka untuk mencapai 68 persen dibutuhkan waktu 140 tahun. Apakah kurang lebih tahun 2040 akan terjadi kembali malapetaka seperti tahun 1883? Hal tersebut tentunya perlu penelitian kebumian terpadu dari segala aspek dan analisis kimia batuan dari setiap kejadian erupsierupsi berikutnya. 

Kaldera bawah laut yang dibentuk oleh letusan katastropis 1883, menghancurkan gunung api kembar Danan dan Perbuwatan, serta sebagian Gunung Api Rakata. Pembentukan kaldera tersebut terjadi sekurang-kurangnya tiga kali, yaitu tahun 416, 1200, dan 1883. Tetapi kejadian pada abad modern tahun 1883 ini mengundang para ahli gunung api untuk berpendapat tentang kejadian tsunami yang sangat dahsyat. Stehn (1939) berpendapat bahwa pembentukan kaldera terjadi akibat runtuhan gunung api oleh pengosongan magma dan gas. Runtuhan ini yang menyebabkan terjadinya tsunami yang menyapu pantai barat Jawa dan pantai selatan Sumatera. Pendapat lain adalah pelepasan energi yang sangat besar atau longsoran di bawah laut. Berdasarkan survei gravimetri, Yokoyama (1981) berpendapat bahwa tsunami terjadi akibat hempasan erupsi material 18 km3 yang menekan air laut. Gunung Api Anak Krakatau tumbuh di pusat Kaldera 1883 setelah 44 tahun beristirahat. Pada tahun 1927 terjadi letusan di bawah laut di pusat Kaldera 1883, dan letusan tersebut menerus sehingga pada tahun 1929, onggokan material vulkanik muncul di permukaan laut yang dinyatakan sebagai kelahiran Gunung Api Anak Krakatau.

Pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau sendiri muncul pada kelurusan yang berarah barat laut - tenggara, seperti halnya pertumbuhan Gunung Api Rakata, Gunung Api Danan, dan Gunung Api Perbuwatan, dan letusan 1883 terjadi pada kelurusan ini yang tampak dari bentuk kaldera berbentuk elips berorientasi barat laut - tenggara. Pertumbuhan cepat Gunung Api Anak Krakatau ini diikuti dengan peningkatan persentase silika secara berangsur, maka kemungkinan dapat terjadi periode penghancuran berikutnya, sekurang-kurangnya terjadi seperti tahun 1883, maka ancaman bahayanya pada abad modern ini akan melanda kawasan Selat Sunda yang sangat padat penduduk dan menjadi kawasan industri.

- Gunung Api Krakatau sekurang-kurangnya sudah tiga kali mengalami penghancuran tubuhnya membentuk kaldera, dan Gunung Api Anak Krakatau adalah proses pertumbuhan yang ketiga kalinya,
- Kecepatan pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau sangat mengkhawatirkan para penduduk yang bermukim di sekitar Selat Sunda, 
- Percepatan pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau seiring dengan peningkatan persentase kandungan silika yang diletuskan pada masa pertumbuhan ini, 
- Suksesi vegetasi di Pulau Anak Krakatau tidak pernah mencapai klimaks, karena adanya kegiatan vulkanik Gunung Api Anak Krakatau, 
- Penelitian dan mitigasi kegiatan Gunung Api Anak Krakatau perlu diperhitungkan, mengingat perkembangan penduduk di Selat Sunda semakin padat.

ACUAN

Bemmelen, R.W., van, 1949. The geology of Indonesia, IA.
General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagos.
The Hague, Govt. Printing Offi ce, 732 h.

Bronto, S., Suganda, O.K., dan Hamidi, S., 1990. Pemetaan
daerah bahaya gunungapi dengan studi kasus Gunung
Krakatau. Prosiding PIT XIX IAGI, Bandung 11-13
Desember 1990.

Cook, J., 1780. A voyage to the Pacifi c Ocean; to determine
the position and extent of the west side of North America,
with the ship resolution and discovery “Cracatoa”
island. London, 3 vols.

De Neve, G.A., 1981. Historical notes on Krakatau’s eruption
of 1883, and activities in previous times. Nat. Inst.
Oceanology (LON-LIPI), Jakarta, 45 h.

De Neve, G.A., 1984. Worlwide ash fallout and distribution of
the great eruptions of Tambora (1815), Krakatau (1883),
Agung (1963), and Galunggung (1982-1983). Acara dan
Kumpulan Sari Makalah, PIT ke-XIII, IAGI, Bandung
18-20 Desember 1984.

Francis, P.W., 1985. The origin of the 1883 Krakatau tsunami.
Journal Volcanology and Geothermal Research, 25, h.
349-364.

Self, S., and Rampino, M.R., 1981. The 1883 Eruption of
Krakatau. Nature, 292, h. 699-704.

Sigurdsson, H., 1982. Volcanic gases and climate. Episode/
Newsmagagazine IUGS 3, Ottawa, h. 131.

Simkin, T., Fiske, R.S., 1983. Krakatau 1883, the volcanic
eruption and its effects. Smithsonian Institution Press,
Washington D.C., 464 h.

Sluiter, C.Ph., 1889. De nieuwe kustfauna van Krakatau.
Natuurkundige Tijdschrift N. I., 48, h. 351-353.

Stehn, CH. E., 1929. The geology and volcanism of the
Krakatau Group. 4th Pan-Pacifi c Science Congress Java,
1929. Part I. 1-55

Stehn, CH. E., 1932. Krakatau. Bull. Netherlands East Indie
Volcanology Survey, 2, h. 83-84.

Stehn, CH. E., 1939. Krakatau. Bull. Netherlands East Indie
Volcanology Survey, 5, h. 44-48.

Sutawidjaja, I.S., 1997. The activities of Anak Krakatau
volcano during the years of 1992-1996. The Disaster
Prevention Research Institute Annuals, No. 40IDNDR
S, I, Kyoto University, Japan.

Thornton, I., 1996. Krakatau, the destruction and reassembly
of an island ecosystem. Harvard University Press,
Cambridge, Massachussets and London, England, 345
h.

Treub, M., 1888. De nieuwe fl ora van Krakatau. Tijdschrift
van Nederlands Indie, 17, h. 153.

Verbeek, R.D.M., 1884. The Krakatoa eruption. Nature London 30, h. 10-15.

Verbeek, R.D.M., 1885. The time determination of the biggest
explosion of Krakatau on August 27, 1883. Science 3,
1884, h. 43-55, and Arch. Neerl. Haarlem 20, 1885, h.
1-13.

Winchester, S., 2003. Krakatoa, the day the world exploded
August 27, 1883. Viking, Penguin Book, Ltd, Great
Britain.

Yokoyama, I., 1981. A geophysical interpretation 0f the 1883
Krakatau eruption. Journal Volcanology and Geothermal
Research, 9, h. 359-378.

Zen, M.T. and Sudradjat, A., 1983. History of the Krakatau
Volcanic Complex in Sunda Strait and the mitigation
of its future hazards. Buletin Jurusan Geologi ITB,
Vol.10.

KRAKATAU ANAK

ANAK KRAKATAU

sumber : Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 143-153 (IGAN SUPRIATMAN SUTAWIDJAJA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Jln. Diponegoro No. 57 Bandung, Indonesia)

Setelah melewati masa istirahat kedua, mulai 1884 sampai Desember 1927, pada 29 Desember 1927 terjadi letusan bawah laut. Letusan tersebut menyemburkan air laut di pusat Kompleks Gunung Api Krakatau, menyerupai air mancur yang terjadi terus menerus sampai 15 Januari 1929 (Stehn, 1929). Ia sebagai seorang ahli gunung api memperhatikan bahwa pada 20 Januari 1929 muncul di permukaan tumpukan material di samping tiang asap yang membentuk satu pulau kecil, yang kemudian dikenal sebagai kelahiran Gunung Api Anak Krakatau. Pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau yang terletak di pusat Kawasan Krakatau, tumbuh dari kedalaman laut 180 meter, dan muncul di permukaan laut pada tahun 1929. Sejak lahirnya, Gunung Api Anak Krakatau tumbuh cukup cepat akibat seringnya terjadi letusan hampir setiap tahun. Masa istirahat kegiatan letusannya berkisar antara 1 sampai 8 tahun dan rata-rata terjadi letusan 4 tahun sekali. Pada tahun 2000 dilakukan pengukuran dimensi Pulau Anak Krakatau, yaitu tingginya mencapai 315 meter di atas permukaan laut dan volumenya mencapai 5,52 km3. Secara umum pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau ini rata-rata 4 meter per tahun (Sutawidjaja, 1997). Bronto (1990) melakukan perhitungan kecepatan pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau, yaitu 51,25 x 10-3 km3 /tahun, sehingga analisis volume secara kuantitatif, diperkirakan pada tahun 2040 volume Gunung Api Anak Krakatau sudah melebihi volume Gunung Api Rakata, Gunung Api Danan dan Gunung Api Perbuwatan (11,01 km3 ) (Self and Rampino, 1981) menjelang letusan katastrofi s 1883. 

Salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan adalah pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau yang begitu cepat. Sejak letusan prasejarah, Gunung Api Krakatau sekurang-kurangnya telah mengalami penghancuran dan pembangunan tubuhnya, yaitu tahun 416, 1200 dan 1883 (Sigurdsson, 1982). Sebelum terjadi penghancuran tubuhnya tahun 1883, di Kawasan Krakatau tumbuh tiga gunung api, yaitu Gunung Api Rakata (+822 m), Gunung Api Danan (+450 m) dan Gunung Api Perbuwatan (+120 m). Kalau melihat besar dan tinggi masing-masing tubuh gunung api tersebut tidak termasuk skala besar, walaupun mereka tumbuh dari kedalaman 200 meter di bawah permukaan laut, tetapi dampak penghancuran tubuhnya telah mengakibatkan gelombang tsunami sangat tinggi yang melanda wilayah Lampung dan Jawa Bagian Barat, dan memakan korban cukup banyak pada saat itu. Segala aspek yang menjadi faktor pendorong peningkatan bahaya atau risiko bagi masyarakat jika terjadi letusan patut diperhitungkan. Salah satu contoh adalah pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau yang hingga sekarang ini berlangsung dengan cepat, karena seringkali terjadi letusan (Gambar 5 dan 6). Sejak tahun 1927 sampai dengan 1981 volumenya mencapai 2,35 km3 jika dihitung dari dasar laut (De Neve, 1981). Pada tahun 1983 volume Gunung Api Anak Krakatau menjadi 2,87 km3 (Zen dan Sudradjat, 1983), kemudian pada tahun 1990 volume Gunung Api Anak Krakatau mencapai 3,25 km3 dan pada tahun 2000 volume tubuh Gunung Api Anak Krakatau mencapai 5,52 km3 . 

Dengan melihat pertumbuhan kerucut Gunung Api Anak Krakatau yang sangat cepat; semakin tinggi dan besar (Gambar 7 dan 8), kemungkinan dapat terjadi periode penghancuran berikutnya, sekurang-kurangnya terjadi seperti letusan 1883, maka ancaman bahayanya pada abad modern ini akan melanda kawasan Selat Sunda yang sangat padat penduduk dan menjadi kawasan industri. Kegiatan letusan Gunung Api Anak Krakatau saat ini tidak menimbulkan bencana bagi penduduk di sekitar Selat Sunda maupun bagi pelayaran yang melewati Selat Sunda, karena jangkauan lontaran batu (pijar) terbatas di dalam kompleks Gunung Api Krakatau atau beradius 3 km dari pusat erupsi, tinggi tiang asap berkisar antara 100 sampai 1000 m. Yang dikhawatirkan dalam hal ini adalah abu yang diterbangkan angin sehingga mencapai jalur pesawat terbang yang apabila terhisap mesin jet, maka akan merusak mesin tersebut. Seringnya Gunung Api Anak Krakatau meletus, menyebabkan tumbuhan yang tumbuh di kaki atau lereng gunung api ini sering musnah akibat hujan abu atau pasir dan leleran lava. Hal tersebut menyebabkan vegetasi di Pulau Anak Krakatau selalu mengalami suksesi tumbuhan yang tidak pernah mencapai klimaks Meskipun Gunung Api Anak Krakatau masih sering meletus, daerah tertentu seperti di tepi pantai timur masih banyak ditumbuhi vegetasi, sedangkan bagian lereng sampai ke atas masih gundul karena suhu rembesan gas cukup tinggi dan kekurangan air. Pada daerah gundul ini sekarang sudah ditumbuhi tumbuhan gelagah dan cemara laut sebagai tumbuhan pionir (Gambar 9), sedangkan tumbuhan lainnya yang terdapat sekitar pantai timur Pulau Anak Krakatau adalah Ipomoea Pes-caprae yang tumbuh di bawah canopy Casuarina (Thornton, 1996). Selain itu pertumbuhan terumbu karang pada lavalava yang belum lama dierupsikan, sebagai contoh pada lava hasil erupsi 1996, terumbu karang belum tumbuh baik (Gambar 10). Hal tersebut disebabkan akibat pengaruh panas dari leleran lava tersebut yang masih tersimpan.

KRAKATAU TSUNAMI

TSUNAMI 1883
sumber : Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 143-153 (IGAN SUPRIATMAN SUTAWIDJAJA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Jln. Diponegoro No. 57 Bandung, Indonesia)

Tsunami yang ditimbulkan oleh letusan Krakatau telah menelan korban jiwa 36.417 orang dan menghancurkan kehidupan dan harta benda sepanjang pantai Lampung Selatan dan Jawa Barat. Efek tsunami ini yang menyebar ke seluruh dunia, dipelajari oleh Verbeek (1884 dan 1885) yang diamatinya lebih dari seratus pelabuhan melalui catatan gelas ukur. Ia berpendapat bahwa kecepatan penyebaran tsunami bergantung pada kedalaman laut dan samudera dari studinya mengenai oseanografi . Hasil penyelidikannya mengenai tsunami Krakatau menunjukan bahwa gelombang yang paling tinggi terjadi di Merak, 36 m; Teluk Betung, 24 m; dan pantai selatan Bengkulu, 15 m. Efek resonansi dan kembalinya tsunami mengakibatkan erosi dan pengendapan sedimen di dasar laut secara bergantian. Pada watergauge di Tanjung Priuk, Jakarta tercatat bahwa antara 27 Agustus, pukul 12.00 dan 28 Agustus, pukul 24.00 terjadi 18 kali gelombang air pasang yang dihubungkan dengan letusan Krakatau (Verbeek, 1884). Ia menerangkan bahwa pada 27 Agustus, pukul 12.10 datang gelombang pertama dengan ketinggian 2 m lebih. Gelombang tertinggi 3,15 m pada pukul 12.30, kemudian menurun pada pukul 13.30 menjadi 2,35 m. Pada pukul 14.30 tercatat lagi gelombang pasang setinggi 1,95 m dan menurun menjadi 1,5 m. Gelombang pasang berikutnya terjadi pada pukul 16.30 setinggi 1,25 m hingga menurun pada pukul 17.30 mencapai 0,4 m. Verbeek (1884) juga mencatat bahwa di Padang, Sumatera Barat, tsunami tercatat pertama kali pada Gambar 4. Terumbu karang yang tumbuh di sekitar Lagun Cabe, Pulau Rakata. pukul 13.25, kemudian disusul gelombang kedua pada pukul 14.20. Gelombang ketiga merupakan gelombang tertinggi, 3,52 m terjadi pada pukul 15.12. Antara 27 Agustus, pukul 12.00 sampai 28 Agustus, pukul 7.30 tercatat 13 kali gelombang air pasang. Berdasarkan berita yang dihimpun dari laporan seluruh dunia, Verbeek (1885) memperhitungkan bahwa penyebaran tsunami yang tertinggi mempunyai kecepatan antara 540 sampai 810 km/jam.

Tsunami mengelilingi dunia dari Krakatau ke arah barat dan timur, kemudian dipantulkan kembali sebanyak 6 kali dari catatan watergauge yang terpasang di seluruh dunia. Tsunami yang terjadi pada jam 10 pagi, 27 Agustus 1883 mengundang dua pendapat yang berbeda sampai saat ini. Pendapat pertama dikemukakan oleh Stehn (1939) bahwa pembentukan kaldera terjadi akibat runtuhan gunung api atau longsoran di dasar laut oleh pengosongan magma dan gas. Runtuhan ini menekan air laut sehingga menyebabkan terjadinya tsunami yang menyapu pantai barat Jawa dan pantai selatan Sumatera. Pendapat lain adalah pelepasan energi yang sangat besar. Yokoyama (1981) melakukan survei gravimetri di kawasan Krakatau, dan berkeyakinan bahwa tsunami terjadi akibat hempasan erupsi material 18 km3 yang menekan air laut. Pembentukan kaldera pertama yang menghancurkan Gunung Api Krakatau purba, para ahli menduga terjadi pada 416 Sebelum Masehi yang juga menimbulkan tsunami, kemudian pembentukan kaldera kedua terjadi pada tahun 1200 (Sigurdsson, 1982) dan terakhir terjadi pada tahun 1883. De Neve (1981) mencatat bahwa sebelum terjadi letusan 1883, terjadi beberapa kegiatan letusan besar, yaitu pada abad 3, 9, 10, 11, 12, 14, 16, dan 17 yang kemudian diikuti pertumbuhan tiga buah gunung api, yaitu Rakata, Danan, dan Perbuwatan. Kegiatan gunung api ini berhenti pada tahun 1681 dan setelah beristirahat selama lebih kurang 200 tahun, Krakatau aktif kembali yang diawali dengan letusan Gunung Api Danan dan Gunung Api Perbuwatan. Gunung Api Perbuwatan meletus pada 20 Mei 1883 sebagai awal terjadinya letusan dahsyat pada 27 Agustus 1883 yang memuntahkan sejumlah besar batuapung.

KRAKATAU

KRAKATAU
sumber : Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 143-153 (IGAN SUPRIATMAN SUTAWIDJAJA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Jln. Diponegoro No. 57 Bandung, Indonesia)

Gunung Api Anak Krakatau, yang terletak di Selat Sunda, termasuk ke dalam wilayah Lampung Selatan (Gambar 1) dan merupakan salah satu gunung api aktif dari 129 gunung api Indonesia, yang berderet sepanjang 7000 km mulai ujung utara Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku sampai ke Sulawesi Utara. Dari sejumlah gunung api tersebut, sekurang-kurangnya meletus salah satu setiap tahun. Gunung Api Anak Krakatau sendiri sejak lahir tahun 1929 sampai sekarang telah meletus sekurang-kurang 80 kali atau terjadi setiap tahun berupa erupsi eksplosif atau efusif. Waktu istirahat antara 1 – 8 tahun, tetapi letusannya dapat terjadi 1 – 6 kali dalam setahun, bahkan pada tahun 1993 dan 2001 letusan terjadi hampir setiap hari. Gunung Api Anak Krakatau merupakan pulau gunung api yang tersusun oleh perselingan lapisan antara aliran lava dan endapan piroklastika. Perlapisan tersebut membentuk kerucut yang sampai sekarang mencapai tinggi 315 m. Kompleks Gunung Api Krakatau terdiri atas empat pulau, yaitu Rakata, Sertung, Panjang, dan Anak Krakatau. Ketiga pulau pertama merupakan sisa pembentukan kaldera Gunung Krakatau purba, sedangkan Pulau Rakata adalah gunung api yang tumbuh bersamaan dengan Gunung Api Danan dan Perbuatan sebelum terjadi letusan besar pada tahun 1883. Evolusi perkembangan Gunung Api Krakatau tersaji pada Gambar 2 (Francis, 1985; dan Self, 1981). Komplek Gunung Api Krakatau ini tidak dihuni oleh penduduk, tetapi menjadi obyek menarik bagi para wisatawan maupun para ahli gunung api sebagai obyek penelitian atau untuk dinikmati keindahan alamnya.

LETUSAN KATASTROFIS 1883 DAN KEHIDUPAN SEBELUMNYA

Setiap letusan tipe Plini merupakan suatu percobaan alamiah yang dapat merubah luas permukaan bumi bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan dan binatang. Letusan tersebut tidak dapat dibandingkan dengan percobaan-percobaan yang dilakukan manusia. Prestasi manusia untuk menghancurkan dan membinasakan yang paling dahsyat adalah bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. Bila dibandingkan antara kekuatan letusan gunung api dan bom atom, maka orang Amerika dengan bangga mengatakan bahwa Gunung Api St. Helens yang meletus tahun 1980 sebanding dengan kekuatan 1.000 kali bom atom (De Neve, 1984). De Neve (1984) menyatakan bahwa peletusan Gunung Api St. Helens tersebut kecil bila dibandingkan dengan percobaan alamiah letusan Gunung Api Agung di Bali tahun 1963 (2.606 kali bom atom), Krakatau di Selat Sunda (21.574 kali bom atom) atau Tambora di Sumbawa (171.428 kali bom atom). Ia juga berpendapat bahwa Gunung Api Anak Krakatau dilahirkan dengan kekuatan 45 kali bom atom, dan hingga kini peletusan Tambora merupakan letusan yang paling besar di seluruh dunia dan yang tercatat (8 kali lebih besar dari Krakatau 1883), akan tetapi masih lebih kecil bila dibandingkan dengan kekuatan pembentukan kaldera atau depresi tektonik, seperti Toba, Maninjau, Ranau, Tengger, dan lain-lain di Indonesia. Sebelum letusan Krakatau 1883, diketahui bahwa vegetasi pernah ada, demikian pula sebelum letusan tahun 1680. Stehn (1929) menemukan sisasisa tumbuhan di bawah lava prasejarah Tanjung Hitam, Pulau Rakata.

Catatan tentang fauna dari Cook (1780) mengatakan bahwa orang pada saat itu dapat membeli daging rusa, kambing, burung, merpati, ayam, dan buah-buahan di kampung yang terletak di pantai timur Pulau Rakata, dan dilaporkan pula mengenai adanya mata air panas, hutan, dan pesawahan penduduk setempat. Pendapat tentang letusan Krakatau 1883 terhadap kelangsungan hidup dan kehidupan dikemukakan oleh Treub. Treub (1888) berkeyakinan bahwa vegetasi asli di kawasan Krakatau musnah sama sekali karena suhu tinggi abu vulkanik dan batu apung setebal 80 m yang menutup kawasan ini dari pantai sampai tempat tertinggi. Stehn (1929) pada saat Pan Pacifi c Science Congress ke-4 di Bandung dan Jakarta tahun 1929, dengan tema “The Case of Krakatau”, menerangkan bahwa pada erupsi Krakatau 1883, semua vegetasi asli dimusnahkan sama sekali di Rakata, Sertung, dan Panjang, dan hidup kembali setelah erupsi selesai. Perubahan dari Krakatau 1883 ke Anak Krakatau 1930 diamati pertama kali oleh Stehn pada tahun 1932. Ia menemukan fl otsam yang terbawa oleh arus air laut seperti biji kelapa (Cocos nucifera) yang tumbuh setinggi 40 cm. Tanaman lainnya adalah rhizopora dan pandanus. Ia juga berpendapat bahwa ternyata fl otsam yang terbawa arus air laut tersebut di antaranya asosiasi Barringtonia dan Pescaprae, serta benih-benih dan buah-buahan dari vegetasi bakau (mangrove) sebanyak 17 jenis. Stehn (1932) juga melaporkan bahwa jenis vegetasi tersebut dimusnahkan kembali oleh letusan Anak Krakatau Nopember 1932. Sampai tahun 1939 Anak Krakatau terus aktif sehingga tidak mungkin ada penghidupan baru, bahkan sampai tahun 1942 tidak ada laporan perkembangan Anak Krakatau. 

Menurut Verbeek (1885) kegiatan erupsi Krakatau dimulai pada Mei 1883, dan erupsi Plinian selama tiga hari terjadi pada 26, 27, dan 28 Agustus 1883. Tekanan gas tinggi mengakibatkan hilangnya Gunung Api Perbuwatan, Gunung Api Danan, dan sebagian Gunung Api Rakata dan menyemburnya jutaan meter kubik material batuapung yang menghempaskan air laut sehingga menimbulkan gelombang pasang (tsunami) dengan ketinggian lebih dari 30 m, merusak pulau-pulau di Selat Sunda dan sepanjang pantai Lampung Selatan dan Jawa Barat.

Pengaruh letusan terhadap atmosfir yaitu munculnya bahan piroklastika sebanyak 18 km3 , sebagian berupa abu halus yang dilemparkan setinggi 50 sampai 90 km. Awan abu tertiup angin ke arah barat dengan kecepatan sekitar 121 km/jam, sehingga dalam waktu 14 hari mengelilingi daerah yang luas sepanjang khatulistiwa dan dalam waktu 6 minggu penyebaran abu mencapai garis lintang 30o Utara dan 45o Selatan (Winchester, 2003). Ia menerangkan bahwa pada Nopember 1883, abu vulkanik sudah tersebar di atas Pulau Islandia dan sebagian menyebar di atas langit Kanada. Abu vulkanik yang tersebar di dalam atmosfi r Kanada mengakibatkan terjadinya efek warna-warni karena pemantulan cahaya matahari dan mempengaruhi iklim setempat. Fenomena tersebut dilukis oleh Frederic Edwin Church dengan judul Sunset over the Ice on Chaumont Bay, Lake Ontario. Kejadian ini berangsur berubah dalam waktu yang lama, sehingga baru dalam tahun 1886 keadaan atmosfi r menjadi normal kembali.

Menurut Winchester (2003), letusan Krakatau mengakibatkan pula terjadinya gelombang suara, yang terdengar di dalam kawasan seperempat permukaan bumi (127.525 X 106 km2 ). Selain gelombang suara, terjadi pula gelombang tekanan udara selama 5 hari (dalam waktu 128 jam) yang dapat mengelilingi dunia 3,5 kali, hingga fenomena ini menjadi begitu lemah dan tidak dapat tercatat dengan jelas lagi. Fenomena lainnya terjadi di permukaan dan di dalam air serta di dasar laut Selat Sunda. Batuapung setebal 3 m tercatat ada di Selat Sunda, dan bahan piroklastika lainnya yang mengendap di dasar laut mencapai ketebalan sekitar 20 m. Berdasarkan penelitian Sluiter (1889), seorang ahli biologi dan spesialis koral, pada waktu terjadi tsunami, terumbu karang yang hidup di pulau-pulau kawasan Selat Sunda, hancur sama sekali dan bahkan banyak terumbu karang yang terlempar ke daratan pantai Anyer berupa bongkahan. Salah satu bongkahan karang tersebut dijadikan monumen di Anyer (Gambar 3). Simkin and Fiske (1983) menegaskan bahwa terumbu karang yang terlemparkan tersebut mempunyai volume 300 m3 dan beratnya 600 ton. Lebih jauh Sluiter (1889) menjelaskan bahwa fringing coral reefs terdapat di pulau-pulau Sangiang, Sebuku, Sebesi, dan pinggiran pantai utara Pulau Panaitan. Kemudian bersama Treub pada tahun 1888 dan 1889, Sluiter mengadakan penelitian, khususnya di Rakata, dimana telah terjadinya penghidupan submarin kembali dengan ditemukannya suatu fringing coral reef pada teluk dekat Tanjung Hitam. Pertumbuhan terumbu karang di sekitar Pulau Rakata, tidak terganggu kegiatan letusan Gunung Api Anak Krakatau sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Penyelaman pada Agustus 2006 di sekitar Lagun Cabe, pantai timur Pulau Rakata, memperlihatkan bahwa pertumbuhan terumbu karang di daerah ini sangat baik dan beraneka ragam, di antaranya diperlihatkan pada Gambar 4. Sejak 1883, gunung api Rakata tidak menunjukan kegiatan vulkaniknya, walaupun pada beberapa tempat di dasar laut bagian barat laut Pulau Rakata banyak dijumpai tembusan fumarola, berupa gelembung-gelembung udara.


December 26, 2018

PRAMUKA : SIMBOL ARAH CHAPTER 3

PRAMUKA : SIMBOL ARAH
CHAPTER 3

CHALK-SIGNS FOR COMMAND AND INFORMATION
FOR THE WAYFARER, PEDESTRIAN, BICYCLIST, MOTOR CYCLIST OR THE AUTOMOBILIST

Fig. 31. Two rude circles intersecting each other is a command to persevere, never say die, don't give up. (Hobo.)


Fig. 32. Circle with arrow. Command to go. (Hobo.)

Fig. 33. A spiral with arrow point to left. Command to come to camp, to come back. (Boy Pioneers.)

Fig. 34. A sign taken by vagabonds from the ancient books of magic, a command to stop, to halt. Stop! (Hobo.)

Fig. 35. A diamond admonishes you to keep quiet, hold your tongue. (Hobo.)

Fig. 36. A cross. A hint to be good. With tramps this means, give them a religious talk and they will give you food. (Tramp.)

Fig. 37. Two signs taken from ancient book of magic and used by tramps to tell where they can get food by working for it. (Hobo.)

Fig. 38. You may camp here. (Hobo sign.) From the letter Teth celestial writing, magic.

Fig. 39. Tells you that you may sleep in the hay loft. Probably taken from ancient magic. (Hobo.)

Fig. 40. Among the tramps and vagabonds this means to tell a pitiful story and you will excite the sympathy of your audience. But with the Scouts it simply means to tell your story, that is, make your report. (Hobo.)


ROAD-SIGNS FOR AUTOMOBILES
Recently the automobilists have adopted some very useful and practical road signs. In the first place they have painted the telephone and telegraph posts with bands of color to mark the roads so colored on the automobile maps, but the real practical road signs consists first of a parabola, which is a term in geometry for a certain curve made by the section of a cone. Fig. A (Plate 1). This warns the chauffeur that he is approaching a dangerous curve in the road. Steep grade ahead is indicated by two straight lines, one a little above the other, joined at the middle ends by a diagonal line, Fig. B (Plate 1), thus showing a profile view of the road with a steep grade to it.
Railroad crossing! look out for the locomotive! is shown by a simple crossing of two lines like a letter X, Fig. C (Plate 1). These signs are very conspicuous on the roads in Connecticut, especially in the neighborhood of Danbury.
Somewhere about 1902 the "Association General Automobile" that is, the French Automobile Society adopted quite an extended series of road signs for the purpose of warning motorists when they approach dangerous grade  crossings, cross-roads, villages, steep hills, bad pavements, arches, gullies and hog-backs, or as the French call them, donkey-backs. They also indicate which way the road is turning, when the road turns to the right it is so shown by Fig. D (Plate 1).
Turning to the left is the same sign reversed with the pointed end pointing to the left, Fig. E (Plate 1).
A winding descent is indicated by a rude S-shaped figure tipped up diagonally with the top end pointing to the right, Fig. F (Plate 1).
A winding ascent is indicated by the same sort of S-shaped figure tipped up towards the left, Fig. G (Plate 1)A steep descent is shown by a bomb set diagonally on the sign with a pointed end aimed towards the right-hand lower corner, Fig. H (Plate 1).
A steep ascent is indicated by the same bomb-shaped figure placed diagonally upon the sign with the pointed end pointing to the upper right-hand corner, Fig. J (Plate 1).
Bad cross-roads is practically the same sign that they use here in America for railroad crossings, Fig. K (Plate 1).
Grade crossing is indicated by a broad band representing the road with two lines crossing it at right angles representing the rails, Fig. L (Plate 1).
A turn in the road going down hill is shown by part of a "U" with the pointed end turning down, Fig. M (Plate 1).
A turn in the road going up hill is a reverse of the last figure with a sharp end pointing up. Fig. N (Plate 1).
Where the road passes under an arch a warning sign of an arch upon the sign-board tells the chauffeur to be careful, Fig. O (Plate 1).
A village is indicated by a couple of crudely drawn houses with a public building in between them; Fig. P (Plate 1).
A donkey-back, or hog-back as we know it in America, is shown by a diagram of that sort of a hill, Fig. Q (Plate 1).
A gulley is indicated by a conventional outline of a gulley. Fig. R (Plate 1).
Bad paving is something all of us would like to know before we hit it, and our machine goes jumping over the stones. The French sign for it is a section of a checkerboard, Fig. S (Plate 1).
The water splash is foretold by the diagram of a fence on the sign-board, Fig. T (Plate 1).
There are many of these French signs which are unnecessary here, in America, as automobile signs, but some of them could be used to advantage on automobile maps and also upon military maps, for in map-making the more simple conventional signs one has the less lettering is necessary, and consequently the more simple and more easily read is the map.


December 19, 2018

Central Xinjiang

Central Xinjiang
Bounded by deserts and mountain ranges, much of present-day Central Xinjiang would have been completely familiar to Silk Road traders on the Northern Route to Kashgar. Today the largest and most important city in the region is Urumqi, though for travellers the ancient cities around Turpan, the Tianshan mountains, and the Buddha caves of Kuqa are the bigger draws.

Urumqi

PHONE CODE 0991 / Pop 3.1 million

Urumqi’s more than three million urban residents live in a city that sprawls 20km across a fertile plain in the shadow of the Tian Shan mountains. High-rise apartments and tower blocks form a modern skyline that will soon dash any thoughts of spotting wandering camels and ancient caravanserais.
As a fast-growing Central Asian hub (high-speed rail is expected to reach the city by 2015) the city does business with traders from Beijing to Baku and plays host to an exotic mix of people. Cyrillic signs and fragrant corner kebab stands add a Central Asian feel, though in reality over 75% of Urumqi’s inhabitants are Han Chinese.
Urumqi is not a historic city, but the provincial museum is excellent and there are some interesting Uighur districts. If you find yourself hanging around for a Kazakh or Kyrgyz visa, consider a side trip to Turpan or Hami.

Xinjiang Autonomous Region Museum
MUSEUM
(Xinjiang Zizhiqu Bowuguan MAP GOOGLE MAP ; 132 Xibei Lu; h10am-6pm Tue-Sun)FREE
Xinjiang’s massive provincial museum is a must for Silk Road aficionados. The highlight is the locally famous ‘Loulan Beauty’, one of the 3800-year-old desert-mummified bodies of Indo-European ancestry that became symbols of Uighur independence in the 1990s. Other exhibits include some amazing silk and sculpture from Astana and an introduction to all of the province’s minorities. From the Hongshan Intersection, take bus 7 for four stops and ask to get off at the museum (bowuguan).
Erdaoqiao Market
BAZAAR
(Erdaoqiao Shichang MAP GOOGLE MAP ; Jiefang Nanlu)
The Erdaoqiao Market and nearby International Bazaar (Guoji Dabazha) have undergone extensive ‘redevelopment’ in recent years and are now aimed more at Chinese tour groups than Uighur traders. Planted in the bazaar is a replica of the Kalon Minaret from Bukhara in Uzbekistan (though the 12th-century original doesn’t have an elevator inside it). The surrounding streets are worth a stroll for their Uighur markets and snack stalls.
Hongshan Park
PARK
(Hongshan Gongyuan MAP GOOGLE MAP ; admission ¥10; hdawn-dusk)
More of an amusement park, but with good city views, particularly from the 18th-century hilltop pagoda. The main southern entrance is to the north of the Xidaqiao Intersection.
People’s Park
PARK
(Renmin Gongyuan MAP GOOGLE MAP ; admission ¥5; h7.30am-duskA green oasis, with north and south entrances.
Sleeping
Maitian International Youth Hostel
HOSTEL$
(Maitian Guoji Qingnian Lushe MAP GOOGLE MAP ; %459 1488; www.xjmaitian.net; 726 Youhao Nanlu; dm ¥45-55, r ¥160; iW)
On the east side of the Parkson Shopping Mall, centrally located Maitian has simple doubles and dorms, some with private bathrooms, and a pleasant common area–bar. The shared bathrooms are pretty grotty, but the rooms do get a regular cleaning. Book ahead in summer. Private rooms are discounted from November to mid-April.
White Birch International Youth Hostel
HOSTEL$
(Baihualin Guoji Qingnian Lushe MAP GOOGLE MAP ; %488 1428; www.yhaxinjiang.com; 186 Nanhu Nanlu; dm ¥40-50, d ¥120; iW)
The English-speaking staff at this hostel are usually friendly and can help organise trips and onward transport. It’s a bit out of the centre but rooms are modern, and there's laundry and a nearby park. Email for bus directions or arrange an airport pickup. From the train station a taxi is around ¥15.
Super 8
(Suba Jiudian MAP GOOGLE MAP ; %559 0666; www.super8.com.cn; 140 Gongyuan Beijie; tw ¥218-228; aW)
Quietly located behind People’s Park, this is the best of the budget chain hotels, representing good value with its ultra-neat rooms, modern bathrooms and free Chinese-style breakfast.
Yema International Business Clubhouse
HOTEL$$$
(Yema Guoji Shangwu Huiguan %768 8888; 158 Kunming Lu; tw incl breakfast ¥598-698; ai)
This elegant and surprisingly stylish modern hotel has an art gallery, wine bar and restaurant, mixing traditional Chinese design with urban chic. It even has its own zoo out the back with rare animals including Przewalski horses (wild horses indigenous to Central Asia). There is a range of rooms, from less expensive Japanese-style doubles to larger rooms in the main tower. The hotel is located north of the city, next to the Kazakhstan Consulate.
Eating & Drinking
Wuyi Night Market
MARKET
(Wuyi Yeshi MAP GOOGLE MAP ; Wuyi Lu)
This animated night market was closed at the time of writing as part of the government's campaign against terrorism. It was well known for its shish kebabs and handmade noodles, so check its status when in town.
Carrefour
SUPERMARKET$
The branches of this French supermarket chain, notably in Erdaoqiao Market and near White Birch International Youth Hostel, are good for produce and both have excellent-value cafeterias.
Tianfu Zhengcai
SHANGHAINESE$$
( MAP GOOGLE MAP ; %773 0076; 17 Lanxiuyuan Xijie; mains ¥15-40; h11am-11pm)
A cosy and friendly neighbourhood place just northwest of the Hongshan Intersection, featuring tasty eastern Chinese dishes. Try the Shanghai-style braised meatballs (hongshao shizi tou;) or tiger-skin peppers with braised eggplant (hupi lazi shaoqiezi;). It’s down a side alley.
May Flower
UIGHUR$$$
(Wuyuehua MAP GOOGLE MAP ; 153 Longquan Jie; meals ¥25-55; h11am-midnight)
Though part of a chain this place is still recommended for delicious Uighur cuisine. Try the specialty, polo (rice pilaf; zhuafan), along with a few sticks of shish kebab and a glass of pomegranate juice, then sit back and enjoy the traditional live music (8pm).
Aroma
A’nuoma Xicanting MAP GOOGLE MAP ; 196 Jianshe Lu; meals ¥40-100; hnoon-midnight)
A Maltese chef who somehow washed up in Urumqi runs this cosy and warm bistro. Pizzas, pastas and risottos are local favourites, or sink your teeth into a tasty steak. Most of the ingredients are either home-grown or homemade. It’s opposite the Laiyuan Hotel.

Fubar
PUB FOOD$$$
(Fuba MAP GOOGLE MAP ; 40 Gongyuan Beijie; beer ¥25-35, mains ¥35-65; h11am-4am; W)
This well-known, long-running expat watering hole recently changed hands. In addition to a good selection of imported beers, and classic pub grub like pizzas and burgers, you'll find some Spanish fare. Young expat teachers and volunteers congregate here, making this a good place to get the skinny on activities around Urumqi.
Fubar is on a street of bars and clubs if you want to make a big night of it.
Shopping
Navigate the Outdoors
OUTDOOR EQUIPMENT
(Changxing Huwai Yongpin Dian MAP GOOGLE MAP ; phone 453-0938; 437 Youhao Nanlu)
Almost directly opposite the China Southern Airlines Hotel, this small shop rents camping gear such as tents (per day ¥15), sleeping bags (per day ¥10) and sleeping pads (per day ¥5).
Information
Bank of China
BANK
(Zhongguo Yinhang GOOGLE MAP ; cnr Jiefang Beilu & Dongfeng Lu; h10am-6.30pm Mon-Fri, 11am-3.30pm Sat & Sun)
Can handle most transactions and has an ATM (and at other branches).
China International Travel Service
(CITS; Zhongguo Guoji Luxingshe GOOGLE MAP ; phone 282 1428; www.xinjiangtour.com; 33 Renmin Lu; h10am-7.30pm Mon-Fri)
This office runs standard tours around the province and can supply a driver and English-speaking guide.
China Post
POST OFFICE
(Zhongguo Youzheng GOOGLE MAP ; Hongshan Intersection; h10am-10pm)
The main branch handles all international parcels.
Public Security Bureau
POLICE
(PSB; Gong’anju GOOGLE MAP ; %281 0452, ext 3456; Kelamayi Donglu; h10am-1.30pm & 4-6pm Mon-Fri)
You should be able to renew a visa here but it might take two weeks.
Xinjiang Tianshan Fengqing Travel Agency
TRAVEL AGENCY
(Xinjiang Tianshan Fengqing Luxingshe GOOGLE MAP ; %883-9406; Bogeda Binguan, 253 Guangming Lu)
For trips to Kanas Lake.

Getting There & Away
Air
International flights include Almaty (Kazakhstan), Bishkek and Osh (Kyrgyzstan), Baku (Azerbaijan), Tbilisi (Georgia), Istanbul (Turkey), Islamabad (Pakistan), Moscow (Russia), Dushanbe (Tajikistan), Tashkent (Uzbekistan) and Tehran (Iran). Some of these are seasonal and many are suspended without warning.
You can get to Urumqi from almost anywhere in China. Destinations within Xinjiang include Altay (Aletai), Hotan (Hetian), Kashgar (Kashi), Kuqa (Kuche), Tacheng and Yining. China Southern (Nanfang Hangkong Shoupiaochu GOOGLE MAP ; %95539; http://skypearl.csair.com/cn/; 576 Youhao Nanlu) has the most flights to and around Xinjiang, with a central booking office in the Southern Airlines Pearl International Hotel.
Bus
Two long-distance bus stations in Urumqi serve northern and southern destinations. The main bus station (Nianzigou Changtu Qichezhan GOOGLE MAP ; Heilongjiang Lu) has sleeper buses to the following:
  • Bu’erjin ¥178 to ¥188, 12 hours, three daily (11.15am, 8.10pm and 8.40pm)
  • Hami ¥150 to ¥160, seven hours, three daily (11am, 1pm and 8pm)
  • Yining ¥178 to ¥188, 11 to 12 hours, almost hourly (8.30am to 9pm)

BRT bus 1 runs from the train station to Hongshan, passing Heilongjiang Lu on the way. Bus 44 or 906 pass directly in front of the bus station.
The south bus station (nanjiao keyunzhan) has frequent departures to the following:
  • Hotan ¥370 to ¥390, 24 hours, every 30 minutes in the afternoon only (crossing the Taklamakan Desert)
  • Kashgar ¥260 to ¥280, 24 hours, every 40 minutes in the afternoon only
  • Kuqa ¥145 to ¥220, 12 to 13 hours, every 30 minutes in the afternoon only
  • Turpan ¥45, 2½ hours, every 20 minutes

There is also a once-daily bus that travels to Cherchen (¥320 to ¥340, 22 to 24 hours) on the southern Silk Road, departing at 7pm. A seat in a private car to Turpan costs ¥85 and takes around two hours. Bus 51 or 7 will get you to the south bus station from Hongshan Intersection. BRT bus 3 will get you here from the South Lake Square (via People's Sq) .

Train
Urumqi is expected to be connected to China's high-speed rail network by 2015. The following are regular train routes and schedules with hard/soft sleeper ticket prices:
  • Beijing ¥575/887, 33 to 41 hours, two daily (10.35am and 5.33pm)
  • Dunhuang (via Liuyuan) ¥214/325, 8½ to 10 hours, frequent
  • Hami ¥148/223, 5½ to 7½ hours, frequent
  • Kashgar ¥343/527 24 to 30 hours, three daily (8.43am, 9.17am and11.51am)
  • Kuqa ¥123-214/210-325, 14 to 19 hours, four daily (8.43am, 9.17am, 11.51am and 9.21pm)
  • Yining ¥150/233, 10 hours, four daily (two at 8.50pm, 10.20pm and 11.17pm)

Getting Around
The airport is 16km northwest of the centre; a taxi costs about ¥40 to ¥50. An airport bus (¥10) runs straight south through town via Hongshan Intersection to the train station every 30 minutes. In the city centre, an airport shuttle (¥15, free for China Southern passengers) leaves from the Southern Airlines Pearl International Hotel every 30 minutes starting at 7.30am. You’ll need to arrive 10 minutes early to get a seat.
A subway system was under construction at the time of writing and as this is expected to disrupt bus lines for years to come, regard the following as mere guidelines.
The fastest and most useful buses are the BRT (Bus Rapid Transit) expresses, which dodge traffic by having their very own bus lanes. BRT 1 runs from the railway station to Hongshan Intersection and then north up Beijing Nanlu. BRT 3 runs from the south bus station to People's Sq and the South Lake Sq. Fares are a flat ¥1. See www.chinabrt.org for a route map. Other useful buses (¥1) include bus 7, which runs up Xinhua Lu from the southern bus station through the Xidaqiao and Hongshan Intersections, and bus 52 from the train station to Hongshan Intersection.

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts