Showing posts with label Seri Pengetahuan Dunia - Iran. Show all posts
Showing posts with label Seri Pengetahuan Dunia - Iran. Show all posts

May 6, 2019

RUNTUHNYA TAHTA MERAK


Pihak yang terkait :


1.      Rusia
2.      British
3.      USA
4.      PBB
5.      SAVAK
6.      CIA
7.      MOSSAD
8.      AIOC
9.      MAHKAMAH INTERNASIONAL
10.  MAJLIS
11.  PARTAI TUDEH


TOKOH YANG TERKAIT :


1.      Muhammad Reza Pahlavi
2.      DR. Mosaddeq
3.      Ayatollah Khomeini
4.      Jend. Ali Razmara
5.      Presiden Eisenhower
6.      Jend. Fadzullah Zahedi
7.      DR. Ali Shari’ati
8.      Ghulam Reza Azhari
9.      DR. Shahpur Bakhtiar
10.  Presiden Jimmy Carter


Perjanjian Terkait :

  1. KONSORTIUM MINYAK
  2. PAKTA BAGHDAD (CENTO)

  • Muh. Reza Pahlevi meminta bantuan kepada PBB  untuk menekan Rusia agar menarik pasukannya dari daerah Iran, terutama dari daerah Azebaizan.
  • Pengaruh Rusia di Iran adalah pendirian partai Tudeh. Partai tudeh berpaham komunis.
  • Pada tahun 1946 dibuatlah perjanjian antara Iran-Rusia.
    • Rusia bersedia akan menarik pasukannya dari Iran.
    • Rusia menerima kompensasi dari Iran berupa Minyak selama 50 Tahun yang akan digunakan untuk perbaikan wilayah Azerbaijan.
  • Muh. Reza Pahlevi mengangkat akan perdana menteri untuk Iran, dengan syarat di setujui oleh USA. DR. Mosaddeq pemimpin Fron Nasional dicalonkan oleh masyarakat Iran untuk menjadi perdana menteri. Jika beliau terpilih menjadi perdana menteri maka akan menasionalisasikan industry minyak di Iran.
  • Jend. Ali Razmara terpilih sebagai perdana menteri tahun 1950 yang telah disetujui oleh USA. Jend. Ali Razmara terpilih karena beliau adalah seorang yang anti-komunis.
  • Pada tanggal 15 MARET 1951, saat masa jabatan Jend. Ali Razmara, majlis mengumumkan UU mengenai Penasionalisasian Industri Minyak di Iran. AIOC sebagai perusahaan industry minyak milik British merasa keberatan akan hal itu. Maka pihak British melaporkan hal tersebut ke Mahkamah Internasional di DenHagg, Belanda.
  • Disamping itu keadaan di Iran untuk mengangkat DR. mosaddeq sebagai Perdana Menteri Iran semakin terwujud. Maka pada tanggal 28 APRIL 1951, Muh. Reza terpaksa mengangkat DR. Mosaddeq sebagai Perdana Menteri Iran. DR. Mosaddeq dengan program nasionalisasi industry minyaknya berhasil mengambil dukungan rakyat Iran, terutama pihak Majlis.
  • Hal ini berdampak kepada hal diplomasi Iran dengan British. Pada tanggal 16 OKTOBER 1952 secara resmi hubungan keduanya dihentikan. British menarik keluar semua warga negaranya yang bekerja di Iran.
  • Akibat pemutusan hubungan diplomatik dengan British dihentikan, maka keadaan di Iran menjadi menurun dimana sektor-sektor vital tidak maksimal dalam tugasnya.
  • Untuk memulihkan keadaan Iran, maka DR. Mosaddeq meminta bantuan kepada Perancis dan USA, namun ditolak keras. Terutama USA (presiden Eisenhower)
  • DR. Mosaddeq  meminta bantuan Rusia untuk memulihkan kondisi Iran.
  • Timbul persepsi DR. Mosaddeq dianggap sebagai seorang komunis. Padahal beliau hanya bermain politik saja dengan Rusia.
  •  Untuk menghindari pengaruh komunis maka pada tanggal 13 Agustus 1953 Muh. Reza secara diam-diam menunjuk Jend. Fadzlullah Zahedi untuk menjadi Perdana menteri. Penunjukan ini berdasarkan keputusan Amerika dengan Muh. Reza.
  • 19 agustus 1953, DR. Mosaddeq digulingkan dari posisi PM oleh Jend. Fadzlullah Zahedi dengan bantuan CIA.
  • Mosaddeq dipenjara hingga meninggal tahun 1967.
  • USA menggantikan peran British dalam segala aspek di Iran.
  • Muh. Reza membentuk SAVAK (dinas Intelejen). Untuk menjaga kedudukannya dari pihak-pihak yang kontra dengannya.
  • Muh. Reza mengadakan consortium minyak untuk mengambil hati rakyat.
KONSORTIUM MINYAK 5 AGUSTUS 1954 (AIOC, USA, Shell, Perancis dan Iran) :
  • Konsortium mengakui perusahaan minyak nasional iran (nioc) sebagai pemilik seluruh instalasi penambangan minyak di iran
  • Konsortium mengekspor 68 juta ton minyak mentah selama 3 tahun
  • Konsortium selama 25 tahun mengurus eksploitasi dan penjualan minyak di iran
  • Konsortium membayar kepada nioc 50% pajak dari keuntungan (royalti 150 juta pound sterling bagi iran).
  • Konsortium mengaharuskan Iran membayar ganti rugi kepada AIOC sebesar 21 juta pound sterling.
  • Muh. Reza mengadakan Revolusi putih untuk mengambil hati petani.
REVOLUSI PUTIH (1963) :

1.      Reformasi tanah
2.      Menasionalisasikan semua lahan hutan dan pertanian
3.      Menjual kilang minyak kerajaan kepada swasta
4.      Menjalin kerjasama dalam hal industri
5.      Peningkatan pelayanan pendidikan
6.      Peningkatan pelayanan kesehatan
7.      Peningkatan pelayanan hukum
8.      Peningkatan pelayanan pembangunan
Dampak revolusi putih :
·   Muh. Reza semakin jauh dari rakyat
§  Menguntungkan golongan atas
§  Masuknya budaya dari negara lain, dominan budaya barat
§  Penduduk pribumi dipandang sebelah mata
§  Import bahan pangan
§  Pembangunan Infrastruktur yang tidak sesuai aspirasi
·         Penentangan terhadap revolusi putih dan pemerintahan Muh. Reza terjadi pada tahun 1963-1978
·         Pemimpin penentangan adalah Ayatollah Khomeini dari paham sosialisme Islam
·         Ayatollah Khomeini dipenjara dan dibebaskan kembali. Pada 5 juni 1963 melakukan penolakan besar-besaran (anti-Shah).
·         anti-Shah Terjadi di Qom, Shiraz, Teheran, dan Tabriz.
·         Ayatollah Khomeini ditangkap dan dibuang ke Bursa, lalu ke Najaf dan kemudian ke Perancis.
·         DR. Ali Shari’ati merupakan penolak dari kubu Intelek. Membantu Khomeini untuk menolak pemerintahan Shah.
·         DR. Ali Shari’ati mengajar di Universitas Mashhad untuk ilmu sosiologi. Ditangkap karena dianggap berbahaya. Di disingkirkan ke Inggris dan ditemukan tewas di Inggris tahun 1977.
·         Iran bergabung dengan CENTO (perjanjian pertahanan USA,BRITISH,TURK,IRAQ,IRAN & PAKISTAN)
·         Selama penolakan rezim Shah, SAVAK telah melakukan pelanggaran HAM menurut Amnesty Internasional.
·         Jimmy Carter presiden terbaru USA, menyuarakan HAM. Muh. Reza mulai mengurangi penangkapan terhadap penolak. Tujuan agar hubungan USA-Iran terjaga
·         7 januari 1978 dimulai revolusi di Iran. Khomeini menyuarakan anti-Shah dari Paris, agar para buruh tetap mogok kerja.
·         Muh. Reza mengangkat Ghulam Reza sebagai PM, pada desember 1978 Muh. Reza mengangkat DR. Shahpur B sebagai PM, selama Shah pergi berobat ke luarnegeri
·         11 februari 1979 pemerintahan Shahpur berakhir. Shahpur lari ke Paris
·         Khomeini kembali ke iran, menyebabkan USA terkejut.
·         1 april 1979 merupakan berdirinya Negara Replubik Islam Iran. Khomeini sebagai pemimpinnya. Tahun 1980 Muh. Reza meninggal di mesir

Peran Khomeini Dalam Menentukan Arah Politik Luar Negeri Iran

Peran Khomeini Dalam Menentukan Arah Politik Luar Negeri Iran


Prinsip politik luar negeri yang dikedepankan oleh Khomeini adalah neither east nor west, but the Islamic republic dan export of revolution. Neither east nor west, but Islamic republic merupakan propaganda Khomeini untuk menyatakan bahwa Iran berbeda dengan negara yang pernah ada. Konsep wilayatul faqih bukanlah konsep barat atau timur, tetapi bentuk islam. Yang dimaksud dengan barat disini adalah Amerika Serikat (kapitalisme) dan timur adalah Uni Soviet (sosialisme).(Rakel:2008:120)

Slogan ini dicanangkan oleh Khomeini sebagai kritik terhadap demokrasi Barat-yang justru berkembang di dunia Timur. Menurut Khomeini demokrasi Barat telah merusak dunia Timur, khususnya dunia Islam. Untuk itu umat Islam harus mengajarkan kepada orang-orang Barat tentang makna demokrasi yang sebenarnya. Ia menawarkan model baru demokrasi yang dilandaskan pada ajaran-ajaran Islam dengan menyebut "demokrasi sejati". Bagi Imam Khomeini, yang dimaksud dengan demokrasi sejati adalah Islam. "inilah demokrasi. Bukan berasal dari Barat, yang sangat kapitalis, bukan pula demokrasi yang diterapkan di timur, yang telah melakukan penindasan kepada rakyat jelata.

Dengan slogan neither east nor west ini, Khomeini ingin menunjukan bahwa Iran adalah contoh pemerintahan yang terbaik. Karena berdasarkan pada hukum Tuhan yang diyakininya akan membawa kebaikan. Hal ini juga menunjukan kebencian Khomeini baik terhadap ideology barat (kapitalisme) maupun timur (sosialisme) yang ia anggap sebagai alat untuk mendominasi negara dunia ketiga. Slogan ini menunjukan bahwa Iran adalah negara independent dengan system pemerintahan sendiri dan untuk mencegah segala bentuk ketergantungan politik, ekonomi, dan budaya. Hal ini untuk memperingatkan pihak asing agar tidak terlibat dalam urusan domestic (politik) Iran seperti yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat di masa dinasti Pahlevi.

Dikeluarkannya slogan ini juga berkaitan dengan system internasional saat itu yang dibangun atas asumsi sistem bipolar, terbagi antara Blok Timur dan Blok Barat. Adanya blok ini tidak memberikan keadilan dan keamanan bagi semua bangsa di dunia, tapi hanya bertujuan untuk memenuhi kepentingan kedua negara adidaya  tersebut saja. Iran kemudian menjadi anggota aktif dari Gerakan Non-Blok di bawah Perang Dingin, mengekspresikan oposisi yang kasar terhadap kepentingan kedua Amerika Serikat dan Uni Soviet di Timur Tengah. Apalagi kedua negara tersebut memiliki catatan buruk dalam sejarah Iran.

Dengan diterapkannya prinsip ini, maka Iran berhak untuk menentukan kehidupannya sendiri tanpa perlu diatur ataupun diarahkan oleh pihak asing. Namun demikian, tidak berarti bahwa Iran tidak memiliki hubungan internasional dengan pihak asing. Hubungan diplomatic dengan negara lain sangat diperlukan. Dan Iran sendiri menyadari hal ini bahwa harus ada hubungan dengan negara lainnya. Terutama dengan negara-negara muslim. Apalagi ketika berakhirnya perang Iran-Irak, Iran sangat membutuhkan hubungan dengan negara lain untuk merekonstruksi perekonomian dalam negerinya.



Struktur Pemerintahan Republik Islam Iran

Struktur Pemerintahan Republik Islam Iran

Struktur formal pemerintahan Republik Islam Iran terdiri dari institusi negara (wilayatul faqih) dan institusi-institusi lainnya seperti The Religius Supervisory Bodies, Republic Institutions, dan The Religius Foundations. Supreme Leader merupakan pengambil keputusan utama (terakhir). Artinya bahwa diterima atau tidaknya suatu keputusan tergantung pada persetujuan dari supreme leader. Supreme leader memiliki kewenangan untuk menyatakan perang, memobilisasi tentara. Ia juga menyetujui ketua dari The Head Of The Religius Supervisory Bodies. Dan masih ada kewenangan Supreme Leader lainnya. Untuk lebih jelasnya, berikut akan dijelaskan secara singkat tentang fungsi dari institusi-institusi yang menjalankan system pemerintahan Republik Islam Iran.

1.      The Religious Supervisory Bodies terdiri dari yang formal dan informal.
Lembaga formal terdiri dari tiga, yaitu:
a.       The Council of Guardian, lembaga yang menentukan apakah UU yang dibuat oleh parlemen telah sesuai dengan syariah (hukum islam). Juga berhak untuk menetukan siapa yang akan menjadi kandidat anggota parlemen dan presiden. Mereka mengawasi semua pemilu yang ada di Iran yaitu pemilu parlemen, assembly of experts, dan presiden. Anggotanya berjumlah 12 orang. 6 orang adalah orang ulama yang disetujui/dipilih oleh supreme leader dan 6 orang lainnya adalah non-ulama (ahli hukum) yang dipilih oleh parlemen.
b.      The Assembly of Experts. Terdiri dari 86 ulama yang dipilih oleh rakyat Iran setiap 8 tahun. Tugasnya  mengawasi supreme leader (rahbar). Mereka juga berhak untuk memberhentikan rahbar jika tidak bisa lagi menjalankan tugasnya. Supreme leader dipilih berdasarkan kedudukannya (derajat keulamaannya).
c.       The Expediency Council, sebagai mediator antara parlemen dan The Council Of Guardian. Mereka juga menjadi penasehat supreme leader. Terdiri dari 31 anggota yang disetujui oleh supreme leader.
            Lembaga informal (tangan kanan supreme leader) terdiri dari:
a.       The Representatives of the Supreme leader, menjadi perwakilan supreme leader dan memastikan bahwa institusi yang diawasinya berjalan sesuai dengan kehendak supreme leader. Mereka ada di semua lini. Mereka dipilih oleh supreme leader dan betanggungjawab langsung pada supreme leader.
b.      The Friday prayer leaders. Sebagai perantara bagi supreme leader untuk menyampaikan pandangannya ke public. Memiliki pengaruh dalam men-setting isu-isu politik, khususnya isu polugri. Mereka dipilih oleh supreme leader.
c.       The Special Court for the Clergy, bertanggungjawab dalam menyidangkan ulama yang membangkang. Mereka juga berfungsi sebagai penjaga kesatuan ideologis para ulama.
2.      Republic Institutions terdiri dari tiga lembaga yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
a.       Legislative, berhak untuk membuat UU, meratifikasi perjanjian, menyetujui keadaan darurat, menyetujui pinjaman dan budget tahunan, dan berhak memberhentikan pesiden dan menteri.
b.      Eksekutif, dipimpin oleh preside yang dipilih melalu pemilu. Presiden memiliki kewenanan untuk mengangkat dan memberhentikan menteri, dan juga lembaga-lambaga eksekutif lainnya kecuali yang dibawah tanggungjawab langsung supreme leader. Kekuasan presiden nomor dua setelah supreme leader.
c.       Yudikatif sebagai lembaga peradilan terdiri dari Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Rendah. Menteri Kehakiman ditunjuk oleh presiden dari calon-calon yang diajukan oleh Kepala Peradilan. Tugas dari Menteri Kehakiman adalah menjaga hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif serta masalah-masalah hukum. Untuk posisi Kepala Pengadilan dan Jaksa Penuntut Umum, semuanya berasal dari ahli hukum-hukum Syi’ah.
3.   The Religius Foundations
The Religius Foundations memiliki control terhadap sebagian besar perekonomian Iran. Mereka bekerja sama dengan smua instutis untuk masalah keuangan. Karena mereka penyandang dana utama Iran. Mereka juga sebagai penyandang dana sosial.
Terdiri dari tiga yaitu:
·   the Bonyad-e Mostazafan va Janbazan (Foundation for the Oppressed and Disabled)
·         the Bonyad-e Shahid (Martyrs’ Foundation)
·         the Bonyad-e Astan-e Quds (Imam Reza Foundation).(Panah : 2007: 57)


Bentuk Pemerintahan Republik Islam Iran


Bentuk Pemerintahan Republik Islam Iran


Menurut Imam Khomeini, negara Islam adalah negara hukum. Pemerintahan Islam adalah pemerintahan konstitusional, namun pengertian konstitusional dengan negara hukum di sini berbeda dengan apa yang selama ini dikenal. Pengertian konstitusional yang merujuk pada "hukum yang disesuaikan dengan pendapat mayoritas", tidak dikenal dalam sistem pemerintahan Islam, karena dalam pemerintahan Islam hukum sudah ada, yaitu hukum Tuhan. Dengan kata lain Tuhanlah pemegang kekuasaan legislatif-disamping sebagai pemegang kedaulatan- tertinggi yang sebenarnya, bukan parlemen (Azzam,1983:128).
Singkatnya di dalam pemerintahan Islam, jika kekuasaan eksekutif dan legislatif ada pada faqih atau fuqaha yang menjalankan fungsi selaku wakil para Imam, maka kekuasaan legislatif sepenuhnya berasal dari hukum Tuhan. Oleh sebab itu pemerintahan Islam juga disebut sebagai pemerintahan hukum Tuhan atas manusia. Tetapi, bukan berarti tidak diperlukan adanya parlemen. Parlemen diperlukan guna menyusun program untuk berbagai kementerian berdasarkan ajaran Islam dan menentukan bentuk pelayanan pemerintahan di seluruh negeri.
            Sesuai dengan tujuan dan misinya, pemerintahan memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
  1. mempertahankan lembaga-lembaga hukum Islam
  2. melaksanakan hukum Islam
  3. membangun kembali tatanan yang adil
  4. memungut dan memanfaatkan pajak sesuai dengan ajaran Islam
  5. menentang segala bentuk agresi, mempertahankan kemerdekaan dan integritas territorial tanah Islam
  6. memajukan pendidikan
  7. memberantas korupsi dan segala jenis penyakit sosial lainnya
  8.  memberikan perlakuan yang sama terhadap semua warga negara tanpa diskriminasi
  9. memecahkan masalah kemiskinan; dan
  10. memberi pelayanan kemanusiaan secara umum (Satori, 2007:124).

Konsep Politik Wilayatul Faqih Menurut Imam Khomeini


Struktur politik Iran mengalami perubahan secara besar-besaran sejak berakhirnya kekuasaan Shah. Bentuk negara berubah dari monarki absolut dimana Shah berkuasa secara mutlak, menjadi sebuah replubik yang berdasarkan pada ajaran agama Islam mazhab Syi’ah. Bentuk Replubik Islam secara resmi disetujui mayoritas (98,2%) rakyat Iran melalui referendum yang diadakan pada tanggal 1 April 1979, tanggal tersebut menjadi hari jadi Republik Islam Iran. Mengenai Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran disetujui mayoritas (99,5%) rakyat Iran melalui referendum yang diadakan pada 3 Desember 1979. (Basri : 1987 : 59)
Kekuasaan tertinggi dalam struktur politik Republik Islam Iran berada di tangan Imam (pemimpin) atau Dewan Kepemimpinan (Shura-ye Rahbari). Hal ini memang sesuai dengan ajaran mazhab Syi’ah yang menerapkan prinsip Imamah (keimanan) sebagai salah satu ajaran utamanya.

Konsep Politik Wilayatul Faqih Menurut Imam Khomeini
           
            Revolusi Islam Iran yang terjadi pada tahun 1979, telah berhasil meruntuhkan kekuasaan monarki absolut Dinasti Pahlevi. Revolusi Islam ini telah melahirkan paradigm baru mengenai sistem pemerintahan di Iran. Sistem politik dan bentuk negara Iran berubah, dari monarki absolut menjadi sebuah republik Islam. Perbedaan yang paling mencolok di antara keduanya adalah, jika sebelum revolusi Iran merupakan sebuah negara sekuler, maka Iran pasca-revolusi bisa disebut sebagai sebuah negara ―teo-demokratis‖ yang didominasi kaum Mullah (ulama Syiah).( Sihbudi : 1996 : 106)

            Sistem pemerintahan Republik Islam Iran adalah sistem wilayatul faqih yang diatur berdasarkan prinsip-prinsip pemerintahan (wilayatul al-amr), dan kepemimpinan agama. Dalam konstitusi Iran, Undang-Undang Dasar harus mempersiapkan lahan bagi seorang faqih yang memenuhi persyaratan yang diakui sebagai pemimpin oleh rakyat. Sebuah keyakinan bahwa pengaturan urusan-urusan adalah ditangan orang-orang yang alim tentang Allah, yang terpercaya dalam urusan yang menyangkut apa yang dihalalkan dan diharamkan Allah, sebagai bagian dari kewajiban Islam yang sejati, untuk mencegah setiap penyelewengan oleh berbagai organ negara dan tugas-tugas Islam.(Maulana : 2003 : 110)

            Imam Khomeini mempunyai peran sangat penting terhadap berdirinya Republik Islam Iran. Dibawah pimpinan Imam Khomeini, seorang pemimpin besar keagamaan yang keputusan-keputusannya diikuti, menyadarkan perlunya gerakan mengikuti akidah Islam yang sejati dalam perjuangannya. Rencana pemerintahan Islam yang didasarkan pada wilayatul faqih yang kemudian disarankan oleh Imam Khomeini pada saat rezim Pahlevi mencapai puncaknya, hal ini memberikan  motivasi dan harapan yang jelas terhadap masyarakat Iran akan adanya perubahan pemerintahan di Iran

            Masih pada tahun 1979, pasca terjadinya revolusi, rumusan rancangan Konstitusi RII yang telah ditulis sejak Imam Khomeini di Paris kemudian diumumkan. Begitu juga rancangan UUD rumusan Dewan Revolusi (rancangan keempat) yang menjadikan semua rumusan sebagai masukannya. Rumusan yang berisi 12 bab dan 151 pasal itu kemudian dipublikasikan kepada masyarakat. Pasal ke-3 dan ke-15 rumusan ini menyebutkan bahwa suara mayoritas merupakan prinsip negara dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Sementara keIslaman sistem negara didukung oleh Dewan Garda Republik Islam Iran. Namun di sana tidak tercatat kata wilayatul faqih.

            Imam Khomeini kembali memberikan waktu selama kurang lebih 1 bulan kepada seluruh komponen masyarakat untuk memberikan masukan. Sejarah mencatat bahwa pada musim panas tahun 1979, media massa dipenuhi oleh berbagai macam pandangan. Mereka yang berlatar belakang agama memberikan penekanan lebih atas pengawasan faqih terhadap sistem negara dibanding konstitusi bersyarat yang dihasilkan oleh revolusi konstitusi. Perlahan-lahan kondisi ini bergeser dan mulai bermunculan pandangan dari sebagian mereka, baik yang bukan dari kalangan rohaniwan. Mereka bersama-sama dengan para maraji’ memunculkan ide wilayatul faqih. Dan masalah ini terus bergulir bagai bola salju yang pada akhirnya mereka meminta agar wilayatul faqih dimasukkan ke dalam rumusan UUD Republik Islam Iran (Satori, 2007:116-117).

            Sejak perintahnya untuk menyiapkan rumusan UUD RII, sikap Imam Khomeini sebagai founding father revolusi tetap berada pada jalurnya. Beliau mengamati proses penulisan rumusan-rumusan yang ada secara detail dan memberikan masukan poin-poin mana yang sesuai dengan Islam dan mana yang tidak. Pidato-pidatonya selalu berisikan pencerahan bahwa yang diinginkan adalah Islam. Secara perlahan-lahan beliau mengharapkan kesadaran masyarakat dan kaum elit untuk tetap berada pada jalur Islam. Hal ini untuk juga dimaksudkan untuk mengurangi tekanan dan pengaruh pemikir-pemikir yang berpihak ke Barat.  Peran ini secara cerdas dimainkan oleh Imam Khomeini hingga pada hari terakhir pengumuman untuk mengusulkan poin-poin penting sejalan dengan draft UUD RII.

Kata Wilayatul Faqih pada akhirnya memang tidak secara resmi disebutkan sebagai dasar negara, namun konsep-konsep dan ketentuan wilayatul faqih mewarnai system pemerintahan Republik Islam Iran. Beberapa pasal yang menyatakan secara langsung tentang konsep wilayatul faqih yaitu :

Pasal 5 UUD RRI, menyatakan :
Selama masa ketidak hadiran imam yang ke dua belas (semoga Allah mempercepat kedatangannya), dalam Republic Islam Iran wilayat dan kepemimpinan umat merupakan tanggung jawab dari seorang faqih yang adil dan taqwa, mengenal zaman, pemberani, giat, dan berkemampuan memerintah yang akan memegang tanggung jawab jabatan ini sesuai dengan pasal 107.

Bab Delapan, Pemimpin dan Dewan Kepemimpinan, Pasal 107 UUD RII, menyatakan :
            Setelah wafatnya marji’ al-taqlid terkemuka dan pemimpin besar revolusi Islam universal, dan pendiri Republik Islam Iran, Ayatullah Al-Uzhma Imam Khomeini quddisa sirruh al-syarif- yang diakui dan diterima sebagai marji‘ dan pemimpin olh mayoritas besar rakyat, tugas mengangkat pemimpin terpikul pada pundak para ahli yang dipilih oleh rakyat. Para ahli itu akan meninjau dan bermusyawarah diantara sesama mereka mengenai semua faqih yang memiliki kualifikasi yang dikhususkan dalam pasal 5 dan 109. dalam hal mereka mendapatkan satu diantara mereka lebih ahli dalam pengaturan Islam, masalah fiqih, atau dalam urusan politik dan sosial, atau memiliki popularitas umum, atau kemenonjolan khusus untuk salah satu dari kualifikasi yang tersebut pada pasal 109. Mereka harus memilihnya sebagai pemimpin. Bila tidak demikian halnya, dalam ketiadaan keunggulan semacam itu, mereka harus memilih dan menyatakan satu diantara mereka sebagai pemimpin. Pemimpin yang terpilih semacam itu oleh dewan ahli akan memegang semua kekuasaan wilayatul-amr dan semua tanggung jawab yang timbul daripadanya. Pemimpin sama dengan rakyat lainnya dalam negara di mata hokum.

Pasal 109 UUD RII menyatakan :
Persyaratan dan kualifikasi utama pemimpin ialah:
  1. Keilmuan, sebagaimana yang dituntut bagi tugas-tugas mufti (pemberi fatwa) dalam berbagai bidang fiqih.
  2.  Adil, taqwa, sebagaimana yang dituntut bagi kepemimpinan umat Islam.
  3. Berwawasan politik dan sosial, bijaksana, berani, mampu dalam pemerintahan, dan cakap dalam kepemimpinan. (Haydar : 2001 : 8)

Dalam hal banyak orang memenuhi kualifikasi dan persyaratan tersebut di atas maka orang yang lebih mahir dalam fiqih dan tajam pandangan politiknya yang akan diutamakan. 

DINAMIKA POLITIK IRAN ERA KHOMEINI

IRAN

Di era Shah, Iran pada mulanya sebuah monarki-konstitusional dan berubah menjadi monarki-absolut pada tahun 1953. Pemerintahan dibentuk oleh suatu cabinet yang dipimpin seorang perdana menteri yang diangkat Shah. Parlemen menganut system dua kamar (bikameral): majelis rendah (Majles) dan majelis tinggi (Senat). Majles beranggotakan 220 wakil yang dipilih melalui suatu pemilihan umum. Sedangkan Senat, yang kurang berperan dibanding Majles, mempunyai 60 anggota dengan catatan 30 orang dipilih melalui pemilihan umum dan 30 lainnya diseleksi oleh Shah. Di Majles terdapat dua anggota yang mewakili komunitas Kristen Armenia, dan masing-masing satu anggota yang mewakili komunitas Zoroaster dan Yahudi.(Sihbudi : 1995 : 77)

Antara 1963 sampai 1975, di Iran terdapat dua partai politik: partai Iran Novin dan partai Mardom. Iran Novin adalah partai pemerintah, sedangkan Mardom merupakan paartai “oposisi loyal”. Kedua partai tersebut dibentuk Shah. Pada 1975, Shah membubarkan kedua partia tersebut dan membentuk partai baru yaitu, partai Rastakhiz (“kebangkitan”). Inilah satu-satunya partai yang diberi hidup oleh pemerintah Shah, dengan kata lain, sejak tahun 1975 sampai 1978 Iran menganut sistem partai tunggal. Pada 1978, ketika demonstrasi anti-Shah makin meluas, Shah akhirnya mengizinkan dibentuknya partai-partai lain. Sebenarnya di samping partai bentuka Shah, ada sejumlah organisasi politik lain yang bergerak di bawah tanah, di antaranya yang paling terlihat adalah Front Nasional (Jebhe-e-Melli) dan partai komunis Tudeh. (Sihbudi : 1995 : 83)

Meskipun di Iran, tepatnya sebelum Revolusi Islam, terdapat parlemen, pemerintah dan partai politik, namun Shah menjadi kekuatan politik yang paling dominan. Shah dapat membubarkan parlemen, pemerintah dan partai politik sekehendaknya. Namun, selain Shah, di Iran terdapat kekuatan politik “potensial” yang di kemudian hari menggantikan posisi Shah sebagai kekuatan politik dominan yaitu, kaum Mullah (ulama Islam Syi’ah), kaum mullah di Iran membangun basis kekuatan mereka melalui masjid-masjid dan madrasah-madrasah. Pada rentang tahun 1978 sampai 1979, mereka menjadi motor penggerak bagi demonstrasi anti-Shah yang berhasil merobohkan dinasti Pahlevi di era kepemimpinan Shah Muhammad Reza Pahlevi.

Ayatollah Khomeni merupakan seorang tokoh yang memiliki pengaruh terhadap politik di dunia, terutama di Negara Republik Islam Iran. Demonstrasi besar-besaran yang terjadi di kota suci Qom pada tanggal 9 Januari 1978, merupakan awal dari pergolakan panjang yang meruntuhkan seluruh sektor kekuasaan Shah. Pergolakan tersebut mencapai puncaknya pada tahun 1979, pada Januari 1979 Shah digulingkan dan dibuang ke pengasingan, sementara massa  mengundang Ayatollah Khomeini kembali dari pengasingannya di Perancis. Februari 1979, merupakan saat paling bersejarah bagi Iran, karena pada waktu itu bersamaan dengan berakhirnya kekuasaan Shah, yang menandakan berakhirnya sistem kerajaan di Iran.

Tak lama pascarevolusi, koalisi besar terdiri daari pemimpin agama, usahawan, pelajar, reformis liberal dan pejuang kiri terpecah. Lalu, kaum pemimpin agama melakukan konsolidasi kekuatan di bawah Ayatollah Khomeini. Setelah referendum nasional pada maret 1979, Iran menjadi Replublik Islam, dengan mempraktikkan berbagai ide Ayatollah Khomeini tentang pemerintahan Islam dan velayat-e-faqih atau kepemimpinan ahli fiqih. Para agamawan memimpin berdasarkan syariat. Meski Islam Syiah merupakan kekuatan signifikan, interpretasi dan aplikasi Khomeini terhadap velayat-e-faaqih dan hierarki politik dalam teokrasi modern Iran tetap menjadi kontroversi, termasuk diantaranya alim ulama muslim Syiah, terutama sejak wali-e-faqih atau pemimpin besar kedua, Ayatollah Ali Khamenei, tidak sepopuler Khomeini. Ketika ulama selalu memainkan peran signifikan, memberikan petunjuk dalam urusan spiritual dan lain-lain. Kadar keterlibatan langsung mereka dalam system politik juga telah menjadi pangkal perdebatan. Lebih jauh lagi, pembagian tugas yang tak terdefinisi dengan baik antara agama dan negara telah memunculkan perdebatan di dalam negeri. (Panah : 2007 : 57)



Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts