PENGARUH PERANG SALIB
KONTAK BUDAYA ANTARA BARAT DENGAN TIMUR
LATAR BELAKANG
Perang Salib adalah salah satu peristiwa yang terjadi pada tahun 1096. Perang ini di latar belakangi oleh seruan Paus Urban II untuk merebut kembali Baitul Maqdis dari kekuasaan kaum kafir (kaum muslim) bertepatan pada tanggal 27 November 1095. Paus Urban II mendapat kabar bahwa para peziarah yang menuju Baitul Maqdis diganggu oleh kaum Muslim. Namun penyebab utamanya adalah permohonan kaisar Alexius Comnesus pada Paus Urban II untuk membantunya melawan pasukan Bani Saljuk di Asia Kecil, karena mengancam kekuasaan Konstatipel. Pada bulan maret tahun 1096 gelombang pertama Pasukan Salib berangkat menuju Yerusalem. Pasukan Salib yang berangkat menuju Yerusalem terdiri dari berbagai kalangan dan memiliki berbagai tujuan. Kaum bangsawan memiliki tujuan untuk mencari kekuasaan, kaum agamawan bertujuan untuk melakukan Kristenisasi di rute perjalanan menuju Yerusalem. Sebagian besar Pasukan Salib terdiri dari para penjahat yang ingin diampuni dosa-dosanya. Mereka terbujuk atas khutbah Paus Urban IIsampaikan, mengenai pengampunan dosa dan surga jika mereka mengikuti perintah Paus Urban II.[1]
Untuk menuju Yerusalem Pasukan Salib harus melewati daerah-daerah kekuasaan kerajaan yang menganut agama Islam. Pasukan Salib sangat terkejut dengan dunia Timur yang mereka pikirkan selama ini, yang menurut mereka bangsa Timur adalah bangsa yang terbelakang daripada bangsa mereka. Namun semua pikiran tersebut terbantahkan ketika mereka secara langsung melihat kemajuan dari berbagai bidang yang dibangun oleh bangsa Timur. Pasukan Salib pun melakukan kontak dengan penduduk daerah-daerah yang mereka lalui, melalui kontak tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung telah terjadi kontak budaya antara bangsa Timur dengan bangsa Barat.
1 Mahayudin Hj. Yahya, Sejarah Islam. (Kuala Lumpur: Fajar Bakti Sdn. Bhd, 1993), hlm. 373