January 9, 2019

Tarekat di Bogor

Tarekat di Bogor


Penyebaran ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di wilayah Bogor pertama kali dilakukan oleh KH. Tb. Muhammad Falak. KH. Tb. Muhammad Falak sebelum mendirikan Pondok Pesantren al-Falak dan menyebarkan ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, beliau mempelajari berbagai ilmu agama di Mekkah dari tahun 1857 sampai dengan tahun 1878.  Selama di Mekkah beliau mempelajari ilmu tafsir dan fiqh kepada Syekh Nawawi al-Bantany dan Syekh Mansur al-Madany yang keduanya berasal dari Indonesia. Dalam ilmu hadis beliau belajar kepada Sayyid Amin Qutbi. Dalam ilmu tasawwuf beliau belajar kepada Sayyid Abdullah Jawawi. Sedangkan dalam ilmu falak beliau belajar kepada ahli ilmu falak bernama Sayyid Affandi Turki. Kiai Falak memperdalam ilmu hikmat dan ilmu tarekat kepada Syekh Umar Bajened, seorang ulama kelahiran Mekkah. Juga kepada Syekh Abdul Karim dan Syekh Ahmad Jaha yang keduanya berasal dari Banten.
KH. Tb. Muhammad Falak mulai menyebarkan ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah semenjak beliau diangkat menjadi mursyid. Beliau dibai’at menjadi mursyid oleh K.H Syaikh Syekh Abdul Karim dari Banten saat masih di Mekkah.
Pada awal penyebaran ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah KH. Tb. Muhammad Falak lakukan dengan cara dakwah dan syiar. Hal ini dikarenakan pada saat itu masyarakat Bogor masih kental dengan budaya Hindu. Setelah mendapat jumlah pengikut yang cukup banyak, KH. Tb. Muhammad Falak mendirikan majlis ta’lim di daerah Pagentongan. Majlis Ta’lim tersebut menjadi wadah utama penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Masyarakat sekitar Bogor merasa KH. Tb. Muhammad Falak memberikan banyak ilmu bermanfaat bagi kehidupan mereka.
Pondok Pesantren al-Falak didirikan pada pada tahun 1901. Pondok Pesantren al-Falak menjadi pusat Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang memiliki pengaruh di wilyah Bogor dan sekitarnya.
Pondok Pesantren al-Falak didirikan dengan dua fungsi yaitu sebagai lembaga pendidikan secara formal yang berfungsi mengembangkan ilmu-ilmu syariat Islam dan fungsi kedua ialah pusat pengembangan tarekat untuk pengajaran agama Islam bagi kalangan tua maupun muda. Pondok Pesantren al-Falak didirikan oleh KH. Tb. Muhammad Falak untuk kemashlahatan umat, menyebarkan nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan aktual masyarakat dan visi misinya adalah membentuk ulama yang berintelektual sunni dan berintelektual salafi. Generasi muda diharapkan sebagai generasi yang berorientasi pada akhirat namun juga turut berperan serta aktif pada lingkungan masyarakat. Hal ini terlihat dari mudah diterimanya dan berkembangnya Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah sekaligus Pondok Pesantren al-Falak oleh berbagai kalangan.

December 28, 2018

KRAKATAU MENDATANG

KRAKATAU SELANJUTNYA

sumber : Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 143-153 (IGAN SUPRIATMAN SUTAWIDJAJA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Jln. Diponegoro No. 57 Bandung, Indonesia)

Sejak munculnya Gunung Api Anak Krakatau 1929, para ahli gunung api mencurahkan perhatiannya dan bahkan khawatir akan terjadi kembali erupsi besar seperti 1883, tetapi kemungkinan tersebut dibantah dengan berbagai alasan, di antaranya adalah komposisi kimia batuan hasil erupsi Gunung Api Anak Krakatau saat ini. Bemmelen (1949) berpendapat bahwa kemungkinan erupsi katastrofi s dapat terulang kembali apabila komposisi kimia batuan hasil erupsi, berubah dari magma basa (SiO2 rendah) ke magma asam (SiO2 tinggi). Ia juga menegaskan bahwa erupsi berbahaya bagi Krakatau umumnya diawali oleh masa istirahat ratusan tahun untuk pengumpulan energi baru. Seperti telah diterangkan sebelumnya, bahwa pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau membangun tubuhnya sangat cepat dengan endapan piroklastika dan lava. Dari beberapa erupsi tersebut, terutama dari setiap erupsi lava, diambil batuannya untuk dianalisis secara kimiawi batuan. De Neve (1981) membuat diagram perubahan kimia batuan Gunung Api Anak Krakatau sejak 1930. Perubahan komposisi silika setiap erupsi Gunung Api Anak Krakatau digambarkan dalam suatu grafi k (Gambar 11), kemudian grafi k perubahan silika ini penulis lanjutkan sejak erupsi Gunung Api Anak Krakatau 1981. Pada Nopember 1992 hingga Juni 2001, Gunung Api Anak Krakatau meletus terus menerus hampir setiap hari, bahkan hampir setiap 15 menit sekali, mengerupsikan piroklastik lepas jenis skoria berukuran abu, pasir, lapili sampai bom vulkanik.

Beberapa erupsinya diakhiri dengan leleran lava. Setiap leleran lava tersebut dipetakan dalam Peta Geologi (Gambar 12). Analisis batuan lava-lava tersebut menghasilkan komposisi silika yang berbeda dan persentase silikanya cenderung meningkat dari setiap erupsinya, seperti Lava Nopember 1992: 53,95, Lava Februari 1993: 53,53; Lava Juni 1993: 53,97 dan leleran lava terakhir dari rentetan letusan tersebut adalah Juli 1996 dengan persentase silika 54,77. Kandungan silika tertinggi hasil analisis kimia batuan tersebut di plot kedalam diagram tersebut, dan tampak garis kandungan persentase silika meningkat secara halus. Apabila peningkatan presentase silika ini terjadi secara konsisten dan diasumsikan meningkat satu persen dalam sepuluh tahun, maka untuk mencapai 68 persen dibutuhkan waktu 140 tahun. Apakah kurang lebih tahun 2040 akan terjadi kembali malapetaka seperti tahun 1883? Hal tersebut tentunya perlu penelitian kebumian terpadu dari segala aspek dan analisis kimia batuan dari setiap kejadian erupsierupsi berikutnya. 

Kaldera bawah laut yang dibentuk oleh letusan katastropis 1883, menghancurkan gunung api kembar Danan dan Perbuwatan, serta sebagian Gunung Api Rakata. Pembentukan kaldera tersebut terjadi sekurang-kurangnya tiga kali, yaitu tahun 416, 1200, dan 1883. Tetapi kejadian pada abad modern tahun 1883 ini mengundang para ahli gunung api untuk berpendapat tentang kejadian tsunami yang sangat dahsyat. Stehn (1939) berpendapat bahwa pembentukan kaldera terjadi akibat runtuhan gunung api oleh pengosongan magma dan gas. Runtuhan ini yang menyebabkan terjadinya tsunami yang menyapu pantai barat Jawa dan pantai selatan Sumatera. Pendapat lain adalah pelepasan energi yang sangat besar atau longsoran di bawah laut. Berdasarkan survei gravimetri, Yokoyama (1981) berpendapat bahwa tsunami terjadi akibat hempasan erupsi material 18 km3 yang menekan air laut. Gunung Api Anak Krakatau tumbuh di pusat Kaldera 1883 setelah 44 tahun beristirahat. Pada tahun 1927 terjadi letusan di bawah laut di pusat Kaldera 1883, dan letusan tersebut menerus sehingga pada tahun 1929, onggokan material vulkanik muncul di permukaan laut yang dinyatakan sebagai kelahiran Gunung Api Anak Krakatau.

Pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau sendiri muncul pada kelurusan yang berarah barat laut - tenggara, seperti halnya pertumbuhan Gunung Api Rakata, Gunung Api Danan, dan Gunung Api Perbuwatan, dan letusan 1883 terjadi pada kelurusan ini yang tampak dari bentuk kaldera berbentuk elips berorientasi barat laut - tenggara. Pertumbuhan cepat Gunung Api Anak Krakatau ini diikuti dengan peningkatan persentase silika secara berangsur, maka kemungkinan dapat terjadi periode penghancuran berikutnya, sekurang-kurangnya terjadi seperti tahun 1883, maka ancaman bahayanya pada abad modern ini akan melanda kawasan Selat Sunda yang sangat padat penduduk dan menjadi kawasan industri.

- Gunung Api Krakatau sekurang-kurangnya sudah tiga kali mengalami penghancuran tubuhnya membentuk kaldera, dan Gunung Api Anak Krakatau adalah proses pertumbuhan yang ketiga kalinya,
- Kecepatan pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau sangat mengkhawatirkan para penduduk yang bermukim di sekitar Selat Sunda, 
- Percepatan pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau seiring dengan peningkatan persentase kandungan silika yang diletuskan pada masa pertumbuhan ini, 
- Suksesi vegetasi di Pulau Anak Krakatau tidak pernah mencapai klimaks, karena adanya kegiatan vulkanik Gunung Api Anak Krakatau, 
- Penelitian dan mitigasi kegiatan Gunung Api Anak Krakatau perlu diperhitungkan, mengingat perkembangan penduduk di Selat Sunda semakin padat.

ACUAN

Bemmelen, R.W., van, 1949. The geology of Indonesia, IA.
General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagos.
The Hague, Govt. Printing Offi ce, 732 h.

Bronto, S., Suganda, O.K., dan Hamidi, S., 1990. Pemetaan
daerah bahaya gunungapi dengan studi kasus Gunung
Krakatau. Prosiding PIT XIX IAGI, Bandung 11-13
Desember 1990.

Cook, J., 1780. A voyage to the Pacifi c Ocean; to determine
the position and extent of the west side of North America,
with the ship resolution and discovery “Cracatoa”
island. London, 3 vols.

De Neve, G.A., 1981. Historical notes on Krakatau’s eruption
of 1883, and activities in previous times. Nat. Inst.
Oceanology (LON-LIPI), Jakarta, 45 h.

De Neve, G.A., 1984. Worlwide ash fallout and distribution of
the great eruptions of Tambora (1815), Krakatau (1883),
Agung (1963), and Galunggung (1982-1983). Acara dan
Kumpulan Sari Makalah, PIT ke-XIII, IAGI, Bandung
18-20 Desember 1984.

Francis, P.W., 1985. The origin of the 1883 Krakatau tsunami.
Journal Volcanology and Geothermal Research, 25, h.
349-364.

Self, S., and Rampino, M.R., 1981. The 1883 Eruption of
Krakatau. Nature, 292, h. 699-704.

Sigurdsson, H., 1982. Volcanic gases and climate. Episode/
Newsmagagazine IUGS 3, Ottawa, h. 131.

Simkin, T., Fiske, R.S., 1983. Krakatau 1883, the volcanic
eruption and its effects. Smithsonian Institution Press,
Washington D.C., 464 h.

Sluiter, C.Ph., 1889. De nieuwe kustfauna van Krakatau.
Natuurkundige Tijdschrift N. I., 48, h. 351-353.

Stehn, CH. E., 1929. The geology and volcanism of the
Krakatau Group. 4th Pan-Pacifi c Science Congress Java,
1929. Part I. 1-55

Stehn, CH. E., 1932. Krakatau. Bull. Netherlands East Indie
Volcanology Survey, 2, h. 83-84.

Stehn, CH. E., 1939. Krakatau. Bull. Netherlands East Indie
Volcanology Survey, 5, h. 44-48.

Sutawidjaja, I.S., 1997. The activities of Anak Krakatau
volcano during the years of 1992-1996. The Disaster
Prevention Research Institute Annuals, No. 40IDNDR
S, I, Kyoto University, Japan.

Thornton, I., 1996. Krakatau, the destruction and reassembly
of an island ecosystem. Harvard University Press,
Cambridge, Massachussets and London, England, 345
h.

Treub, M., 1888. De nieuwe fl ora van Krakatau. Tijdschrift
van Nederlands Indie, 17, h. 153.

Verbeek, R.D.M., 1884. The Krakatoa eruption. Nature London 30, h. 10-15.

Verbeek, R.D.M., 1885. The time determination of the biggest
explosion of Krakatau on August 27, 1883. Science 3,
1884, h. 43-55, and Arch. Neerl. Haarlem 20, 1885, h.
1-13.

Winchester, S., 2003. Krakatoa, the day the world exploded
August 27, 1883. Viking, Penguin Book, Ltd, Great
Britain.

Yokoyama, I., 1981. A geophysical interpretation 0f the 1883
Krakatau eruption. Journal Volcanology and Geothermal
Research, 9, h. 359-378.

Zen, M.T. and Sudradjat, A., 1983. History of the Krakatau
Volcanic Complex in Sunda Strait and the mitigation
of its future hazards. Buletin Jurusan Geologi ITB,
Vol.10.

KRAKATAU ANAK

ANAK KRAKATAU

sumber : Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 143-153 (IGAN SUPRIATMAN SUTAWIDJAJA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Jln. Diponegoro No. 57 Bandung, Indonesia)

Setelah melewati masa istirahat kedua, mulai 1884 sampai Desember 1927, pada 29 Desember 1927 terjadi letusan bawah laut. Letusan tersebut menyemburkan air laut di pusat Kompleks Gunung Api Krakatau, menyerupai air mancur yang terjadi terus menerus sampai 15 Januari 1929 (Stehn, 1929). Ia sebagai seorang ahli gunung api memperhatikan bahwa pada 20 Januari 1929 muncul di permukaan tumpukan material di samping tiang asap yang membentuk satu pulau kecil, yang kemudian dikenal sebagai kelahiran Gunung Api Anak Krakatau. Pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau yang terletak di pusat Kawasan Krakatau, tumbuh dari kedalaman laut 180 meter, dan muncul di permukaan laut pada tahun 1929. Sejak lahirnya, Gunung Api Anak Krakatau tumbuh cukup cepat akibat seringnya terjadi letusan hampir setiap tahun. Masa istirahat kegiatan letusannya berkisar antara 1 sampai 8 tahun dan rata-rata terjadi letusan 4 tahun sekali. Pada tahun 2000 dilakukan pengukuran dimensi Pulau Anak Krakatau, yaitu tingginya mencapai 315 meter di atas permukaan laut dan volumenya mencapai 5,52 km3. Secara umum pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau ini rata-rata 4 meter per tahun (Sutawidjaja, 1997). Bronto (1990) melakukan perhitungan kecepatan pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau, yaitu 51,25 x 10-3 km3 /tahun, sehingga analisis volume secara kuantitatif, diperkirakan pada tahun 2040 volume Gunung Api Anak Krakatau sudah melebihi volume Gunung Api Rakata, Gunung Api Danan dan Gunung Api Perbuwatan (11,01 km3 ) (Self and Rampino, 1981) menjelang letusan katastrofi s 1883. 

Salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan adalah pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau yang begitu cepat. Sejak letusan prasejarah, Gunung Api Krakatau sekurang-kurangnya telah mengalami penghancuran dan pembangunan tubuhnya, yaitu tahun 416, 1200 dan 1883 (Sigurdsson, 1982). Sebelum terjadi penghancuran tubuhnya tahun 1883, di Kawasan Krakatau tumbuh tiga gunung api, yaitu Gunung Api Rakata (+822 m), Gunung Api Danan (+450 m) dan Gunung Api Perbuwatan (+120 m). Kalau melihat besar dan tinggi masing-masing tubuh gunung api tersebut tidak termasuk skala besar, walaupun mereka tumbuh dari kedalaman 200 meter di bawah permukaan laut, tetapi dampak penghancuran tubuhnya telah mengakibatkan gelombang tsunami sangat tinggi yang melanda wilayah Lampung dan Jawa Bagian Barat, dan memakan korban cukup banyak pada saat itu. Segala aspek yang menjadi faktor pendorong peningkatan bahaya atau risiko bagi masyarakat jika terjadi letusan patut diperhitungkan. Salah satu contoh adalah pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau yang hingga sekarang ini berlangsung dengan cepat, karena seringkali terjadi letusan (Gambar 5 dan 6). Sejak tahun 1927 sampai dengan 1981 volumenya mencapai 2,35 km3 jika dihitung dari dasar laut (De Neve, 1981). Pada tahun 1983 volume Gunung Api Anak Krakatau menjadi 2,87 km3 (Zen dan Sudradjat, 1983), kemudian pada tahun 1990 volume Gunung Api Anak Krakatau mencapai 3,25 km3 dan pada tahun 2000 volume tubuh Gunung Api Anak Krakatau mencapai 5,52 km3 . 

Dengan melihat pertumbuhan kerucut Gunung Api Anak Krakatau yang sangat cepat; semakin tinggi dan besar (Gambar 7 dan 8), kemungkinan dapat terjadi periode penghancuran berikutnya, sekurang-kurangnya terjadi seperti letusan 1883, maka ancaman bahayanya pada abad modern ini akan melanda kawasan Selat Sunda yang sangat padat penduduk dan menjadi kawasan industri. Kegiatan letusan Gunung Api Anak Krakatau saat ini tidak menimbulkan bencana bagi penduduk di sekitar Selat Sunda maupun bagi pelayaran yang melewati Selat Sunda, karena jangkauan lontaran batu (pijar) terbatas di dalam kompleks Gunung Api Krakatau atau beradius 3 km dari pusat erupsi, tinggi tiang asap berkisar antara 100 sampai 1000 m. Yang dikhawatirkan dalam hal ini adalah abu yang diterbangkan angin sehingga mencapai jalur pesawat terbang yang apabila terhisap mesin jet, maka akan merusak mesin tersebut. Seringnya Gunung Api Anak Krakatau meletus, menyebabkan tumbuhan yang tumbuh di kaki atau lereng gunung api ini sering musnah akibat hujan abu atau pasir dan leleran lava. Hal tersebut menyebabkan vegetasi di Pulau Anak Krakatau selalu mengalami suksesi tumbuhan yang tidak pernah mencapai klimaks Meskipun Gunung Api Anak Krakatau masih sering meletus, daerah tertentu seperti di tepi pantai timur masih banyak ditumbuhi vegetasi, sedangkan bagian lereng sampai ke atas masih gundul karena suhu rembesan gas cukup tinggi dan kekurangan air. Pada daerah gundul ini sekarang sudah ditumbuhi tumbuhan gelagah dan cemara laut sebagai tumbuhan pionir (Gambar 9), sedangkan tumbuhan lainnya yang terdapat sekitar pantai timur Pulau Anak Krakatau adalah Ipomoea Pes-caprae yang tumbuh di bawah canopy Casuarina (Thornton, 1996). Selain itu pertumbuhan terumbu karang pada lavalava yang belum lama dierupsikan, sebagai contoh pada lava hasil erupsi 1996, terumbu karang belum tumbuh baik (Gambar 10). Hal tersebut disebabkan akibat pengaruh panas dari leleran lava tersebut yang masih tersimpan.

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts