May 6, 2019

Struktur Pemerintahan Republik Islam Iran

Struktur Pemerintahan Republik Islam Iran

Struktur formal pemerintahan Republik Islam Iran terdiri dari institusi negara (wilayatul faqih) dan institusi-institusi lainnya seperti The Religius Supervisory Bodies, Republic Institutions, dan The Religius Foundations. Supreme Leader merupakan pengambil keputusan utama (terakhir). Artinya bahwa diterima atau tidaknya suatu keputusan tergantung pada persetujuan dari supreme leader. Supreme leader memiliki kewenangan untuk menyatakan perang, memobilisasi tentara. Ia juga menyetujui ketua dari The Head Of The Religius Supervisory Bodies. Dan masih ada kewenangan Supreme Leader lainnya. Untuk lebih jelasnya, berikut akan dijelaskan secara singkat tentang fungsi dari institusi-institusi yang menjalankan system pemerintahan Republik Islam Iran.

1.      The Religious Supervisory Bodies terdiri dari yang formal dan informal.
Lembaga formal terdiri dari tiga, yaitu:
a.       The Council of Guardian, lembaga yang menentukan apakah UU yang dibuat oleh parlemen telah sesuai dengan syariah (hukum islam). Juga berhak untuk menetukan siapa yang akan menjadi kandidat anggota parlemen dan presiden. Mereka mengawasi semua pemilu yang ada di Iran yaitu pemilu parlemen, assembly of experts, dan presiden. Anggotanya berjumlah 12 orang. 6 orang adalah orang ulama yang disetujui/dipilih oleh supreme leader dan 6 orang lainnya adalah non-ulama (ahli hukum) yang dipilih oleh parlemen.
b.      The Assembly of Experts. Terdiri dari 86 ulama yang dipilih oleh rakyat Iran setiap 8 tahun. Tugasnya  mengawasi supreme leader (rahbar). Mereka juga berhak untuk memberhentikan rahbar jika tidak bisa lagi menjalankan tugasnya. Supreme leader dipilih berdasarkan kedudukannya (derajat keulamaannya).
c.       The Expediency Council, sebagai mediator antara parlemen dan The Council Of Guardian. Mereka juga menjadi penasehat supreme leader. Terdiri dari 31 anggota yang disetujui oleh supreme leader.
            Lembaga informal (tangan kanan supreme leader) terdiri dari:
a.       The Representatives of the Supreme leader, menjadi perwakilan supreme leader dan memastikan bahwa institusi yang diawasinya berjalan sesuai dengan kehendak supreme leader. Mereka ada di semua lini. Mereka dipilih oleh supreme leader dan betanggungjawab langsung pada supreme leader.
b.      The Friday prayer leaders. Sebagai perantara bagi supreme leader untuk menyampaikan pandangannya ke public. Memiliki pengaruh dalam men-setting isu-isu politik, khususnya isu polugri. Mereka dipilih oleh supreme leader.
c.       The Special Court for the Clergy, bertanggungjawab dalam menyidangkan ulama yang membangkang. Mereka juga berfungsi sebagai penjaga kesatuan ideologis para ulama.
2.      Republic Institutions terdiri dari tiga lembaga yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
a.       Legislative, berhak untuk membuat UU, meratifikasi perjanjian, menyetujui keadaan darurat, menyetujui pinjaman dan budget tahunan, dan berhak memberhentikan pesiden dan menteri.
b.      Eksekutif, dipimpin oleh preside yang dipilih melalu pemilu. Presiden memiliki kewenanan untuk mengangkat dan memberhentikan menteri, dan juga lembaga-lambaga eksekutif lainnya kecuali yang dibawah tanggungjawab langsung supreme leader. Kekuasan presiden nomor dua setelah supreme leader.
c.       Yudikatif sebagai lembaga peradilan terdiri dari Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Rendah. Menteri Kehakiman ditunjuk oleh presiden dari calon-calon yang diajukan oleh Kepala Peradilan. Tugas dari Menteri Kehakiman adalah menjaga hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif serta masalah-masalah hukum. Untuk posisi Kepala Pengadilan dan Jaksa Penuntut Umum, semuanya berasal dari ahli hukum-hukum Syi’ah.
3.   The Religius Foundations
The Religius Foundations memiliki control terhadap sebagian besar perekonomian Iran. Mereka bekerja sama dengan smua instutis untuk masalah keuangan. Karena mereka penyandang dana utama Iran. Mereka juga sebagai penyandang dana sosial.
Terdiri dari tiga yaitu:
·   the Bonyad-e Mostazafan va Janbazan (Foundation for the Oppressed and Disabled)
·         the Bonyad-e Shahid (Martyrs’ Foundation)
·         the Bonyad-e Astan-e Quds (Imam Reza Foundation).(Panah : 2007: 57)


Bentuk Pemerintahan Republik Islam Iran


Bentuk Pemerintahan Republik Islam Iran


Menurut Imam Khomeini, negara Islam adalah negara hukum. Pemerintahan Islam adalah pemerintahan konstitusional, namun pengertian konstitusional dengan negara hukum di sini berbeda dengan apa yang selama ini dikenal. Pengertian konstitusional yang merujuk pada "hukum yang disesuaikan dengan pendapat mayoritas", tidak dikenal dalam sistem pemerintahan Islam, karena dalam pemerintahan Islam hukum sudah ada, yaitu hukum Tuhan. Dengan kata lain Tuhanlah pemegang kekuasaan legislatif-disamping sebagai pemegang kedaulatan- tertinggi yang sebenarnya, bukan parlemen (Azzam,1983:128).
Singkatnya di dalam pemerintahan Islam, jika kekuasaan eksekutif dan legislatif ada pada faqih atau fuqaha yang menjalankan fungsi selaku wakil para Imam, maka kekuasaan legislatif sepenuhnya berasal dari hukum Tuhan. Oleh sebab itu pemerintahan Islam juga disebut sebagai pemerintahan hukum Tuhan atas manusia. Tetapi, bukan berarti tidak diperlukan adanya parlemen. Parlemen diperlukan guna menyusun program untuk berbagai kementerian berdasarkan ajaran Islam dan menentukan bentuk pelayanan pemerintahan di seluruh negeri.
            Sesuai dengan tujuan dan misinya, pemerintahan memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
  1. mempertahankan lembaga-lembaga hukum Islam
  2. melaksanakan hukum Islam
  3. membangun kembali tatanan yang adil
  4. memungut dan memanfaatkan pajak sesuai dengan ajaran Islam
  5. menentang segala bentuk agresi, mempertahankan kemerdekaan dan integritas territorial tanah Islam
  6. memajukan pendidikan
  7. memberantas korupsi dan segala jenis penyakit sosial lainnya
  8.  memberikan perlakuan yang sama terhadap semua warga negara tanpa diskriminasi
  9. memecahkan masalah kemiskinan; dan
  10. memberi pelayanan kemanusiaan secara umum (Satori, 2007:124).

Konsep Politik Wilayatul Faqih Menurut Imam Khomeini


Struktur politik Iran mengalami perubahan secara besar-besaran sejak berakhirnya kekuasaan Shah. Bentuk negara berubah dari monarki absolut dimana Shah berkuasa secara mutlak, menjadi sebuah replubik yang berdasarkan pada ajaran agama Islam mazhab Syi’ah. Bentuk Replubik Islam secara resmi disetujui mayoritas (98,2%) rakyat Iran melalui referendum yang diadakan pada tanggal 1 April 1979, tanggal tersebut menjadi hari jadi Republik Islam Iran. Mengenai Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran disetujui mayoritas (99,5%) rakyat Iran melalui referendum yang diadakan pada 3 Desember 1979. (Basri : 1987 : 59)
Kekuasaan tertinggi dalam struktur politik Republik Islam Iran berada di tangan Imam (pemimpin) atau Dewan Kepemimpinan (Shura-ye Rahbari). Hal ini memang sesuai dengan ajaran mazhab Syi’ah yang menerapkan prinsip Imamah (keimanan) sebagai salah satu ajaran utamanya.

Konsep Politik Wilayatul Faqih Menurut Imam Khomeini
           
            Revolusi Islam Iran yang terjadi pada tahun 1979, telah berhasil meruntuhkan kekuasaan monarki absolut Dinasti Pahlevi. Revolusi Islam ini telah melahirkan paradigm baru mengenai sistem pemerintahan di Iran. Sistem politik dan bentuk negara Iran berubah, dari monarki absolut menjadi sebuah republik Islam. Perbedaan yang paling mencolok di antara keduanya adalah, jika sebelum revolusi Iran merupakan sebuah negara sekuler, maka Iran pasca-revolusi bisa disebut sebagai sebuah negara ―teo-demokratis‖ yang didominasi kaum Mullah (ulama Syiah).( Sihbudi : 1996 : 106)

            Sistem pemerintahan Republik Islam Iran adalah sistem wilayatul faqih yang diatur berdasarkan prinsip-prinsip pemerintahan (wilayatul al-amr), dan kepemimpinan agama. Dalam konstitusi Iran, Undang-Undang Dasar harus mempersiapkan lahan bagi seorang faqih yang memenuhi persyaratan yang diakui sebagai pemimpin oleh rakyat. Sebuah keyakinan bahwa pengaturan urusan-urusan adalah ditangan orang-orang yang alim tentang Allah, yang terpercaya dalam urusan yang menyangkut apa yang dihalalkan dan diharamkan Allah, sebagai bagian dari kewajiban Islam yang sejati, untuk mencegah setiap penyelewengan oleh berbagai organ negara dan tugas-tugas Islam.(Maulana : 2003 : 110)

            Imam Khomeini mempunyai peran sangat penting terhadap berdirinya Republik Islam Iran. Dibawah pimpinan Imam Khomeini, seorang pemimpin besar keagamaan yang keputusan-keputusannya diikuti, menyadarkan perlunya gerakan mengikuti akidah Islam yang sejati dalam perjuangannya. Rencana pemerintahan Islam yang didasarkan pada wilayatul faqih yang kemudian disarankan oleh Imam Khomeini pada saat rezim Pahlevi mencapai puncaknya, hal ini memberikan  motivasi dan harapan yang jelas terhadap masyarakat Iran akan adanya perubahan pemerintahan di Iran

            Masih pada tahun 1979, pasca terjadinya revolusi, rumusan rancangan Konstitusi RII yang telah ditulis sejak Imam Khomeini di Paris kemudian diumumkan. Begitu juga rancangan UUD rumusan Dewan Revolusi (rancangan keempat) yang menjadikan semua rumusan sebagai masukannya. Rumusan yang berisi 12 bab dan 151 pasal itu kemudian dipublikasikan kepada masyarakat. Pasal ke-3 dan ke-15 rumusan ini menyebutkan bahwa suara mayoritas merupakan prinsip negara dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Sementara keIslaman sistem negara didukung oleh Dewan Garda Republik Islam Iran. Namun di sana tidak tercatat kata wilayatul faqih.

            Imam Khomeini kembali memberikan waktu selama kurang lebih 1 bulan kepada seluruh komponen masyarakat untuk memberikan masukan. Sejarah mencatat bahwa pada musim panas tahun 1979, media massa dipenuhi oleh berbagai macam pandangan. Mereka yang berlatar belakang agama memberikan penekanan lebih atas pengawasan faqih terhadap sistem negara dibanding konstitusi bersyarat yang dihasilkan oleh revolusi konstitusi. Perlahan-lahan kondisi ini bergeser dan mulai bermunculan pandangan dari sebagian mereka, baik yang bukan dari kalangan rohaniwan. Mereka bersama-sama dengan para maraji’ memunculkan ide wilayatul faqih. Dan masalah ini terus bergulir bagai bola salju yang pada akhirnya mereka meminta agar wilayatul faqih dimasukkan ke dalam rumusan UUD Republik Islam Iran (Satori, 2007:116-117).

            Sejak perintahnya untuk menyiapkan rumusan UUD RII, sikap Imam Khomeini sebagai founding father revolusi tetap berada pada jalurnya. Beliau mengamati proses penulisan rumusan-rumusan yang ada secara detail dan memberikan masukan poin-poin mana yang sesuai dengan Islam dan mana yang tidak. Pidato-pidatonya selalu berisikan pencerahan bahwa yang diinginkan adalah Islam. Secara perlahan-lahan beliau mengharapkan kesadaran masyarakat dan kaum elit untuk tetap berada pada jalur Islam. Hal ini untuk juga dimaksudkan untuk mengurangi tekanan dan pengaruh pemikir-pemikir yang berpihak ke Barat.  Peran ini secara cerdas dimainkan oleh Imam Khomeini hingga pada hari terakhir pengumuman untuk mengusulkan poin-poin penting sejalan dengan draft UUD RII.

Kata Wilayatul Faqih pada akhirnya memang tidak secara resmi disebutkan sebagai dasar negara, namun konsep-konsep dan ketentuan wilayatul faqih mewarnai system pemerintahan Republik Islam Iran. Beberapa pasal yang menyatakan secara langsung tentang konsep wilayatul faqih yaitu :

Pasal 5 UUD RRI, menyatakan :
Selama masa ketidak hadiran imam yang ke dua belas (semoga Allah mempercepat kedatangannya), dalam Republic Islam Iran wilayat dan kepemimpinan umat merupakan tanggung jawab dari seorang faqih yang adil dan taqwa, mengenal zaman, pemberani, giat, dan berkemampuan memerintah yang akan memegang tanggung jawab jabatan ini sesuai dengan pasal 107.

Bab Delapan, Pemimpin dan Dewan Kepemimpinan, Pasal 107 UUD RII, menyatakan :
            Setelah wafatnya marji’ al-taqlid terkemuka dan pemimpin besar revolusi Islam universal, dan pendiri Republik Islam Iran, Ayatullah Al-Uzhma Imam Khomeini quddisa sirruh al-syarif- yang diakui dan diterima sebagai marji‘ dan pemimpin olh mayoritas besar rakyat, tugas mengangkat pemimpin terpikul pada pundak para ahli yang dipilih oleh rakyat. Para ahli itu akan meninjau dan bermusyawarah diantara sesama mereka mengenai semua faqih yang memiliki kualifikasi yang dikhususkan dalam pasal 5 dan 109. dalam hal mereka mendapatkan satu diantara mereka lebih ahli dalam pengaturan Islam, masalah fiqih, atau dalam urusan politik dan sosial, atau memiliki popularitas umum, atau kemenonjolan khusus untuk salah satu dari kualifikasi yang tersebut pada pasal 109. Mereka harus memilihnya sebagai pemimpin. Bila tidak demikian halnya, dalam ketiadaan keunggulan semacam itu, mereka harus memilih dan menyatakan satu diantara mereka sebagai pemimpin. Pemimpin yang terpilih semacam itu oleh dewan ahli akan memegang semua kekuasaan wilayatul-amr dan semua tanggung jawab yang timbul daripadanya. Pemimpin sama dengan rakyat lainnya dalam negara di mata hokum.

Pasal 109 UUD RII menyatakan :
Persyaratan dan kualifikasi utama pemimpin ialah:
  1. Keilmuan, sebagaimana yang dituntut bagi tugas-tugas mufti (pemberi fatwa) dalam berbagai bidang fiqih.
  2.  Adil, taqwa, sebagaimana yang dituntut bagi kepemimpinan umat Islam.
  3. Berwawasan politik dan sosial, bijaksana, berani, mampu dalam pemerintahan, dan cakap dalam kepemimpinan. (Haydar : 2001 : 8)

Dalam hal banyak orang memenuhi kualifikasi dan persyaratan tersebut di atas maka orang yang lebih mahir dalam fiqih dan tajam pandangan politiknya yang akan diutamakan. 

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts