Pemikiran Arab pada masa Pembentukan
(1850-1914)
KECENDERUNGAN LIBERAL
KECENDERUNGAN LIBERAL
2.1.2 Kecenderungan Liberal
Dalam gerakan
ini memiliki tujuan yang ingin menggantikan umma Islam dengan sebuah umma
nasionalis, mengganti system teokrasi dengan sekulerisme serta menitik beratkan
pada orientasi masa depan. Hal ini didukung oleh karena adanya gagasan dari
Eropa serta factor internal dari kekhalifahan Ustmaniyah. Factor internal
tersebut adalah desentralisasi, muncul keluarga-keluarga penguasa local,
regional otonom,tersebarnya pendidikan, kebangkitan etnisitas kultur Arab serta
munculnya kelas menengah.
Kecenderungan liberal
memiliki tokoh-tokoh yang berlawanan dengan salafiyah. Tokoh-tokoh tersebut
Rifaat al Tahtawi, Ahmad Faris Al Syidiaq, Butrus al Bustani, Yakub Saruf,
Qasim Amin, Sudqi al Zahawi dan ahmad Lutfi al Sayyid.
·
Rifaat al Tahtawi
Rifaat al
Tahtawi merupakan seorang penulis, guru, translator dan ilmuwan. Tahtawi
merupakan ilmuwan Mesir pertama yang menuliskan tentang budaya Barat. Tahtawi
lahir tahun 1801 di desa Sohag. Tahtawi mendapat beasiswa ke Perancis pada
tahun 1826 atas rekomendasi gurunya. Tahtawi selama di Perancis menulis buku
hariannya yang berjudul Rihla, buku tersebut menjelaskan kehidupannya selama di
Perancis. Tahtawi mempelajari ilmu filsafat sosial politik, matematika dan
geometri.
Tahtawi kembali
ke Mesir pada tahun 1831, kemudian pada tahun 1835 Tahtawi mendirikan sekolah
bahasa. Selama Tahtawi bekerja di sekolah tersebut, Tahtawi menerjemahkan
buku-buku Eropa ke bahasa Arab. Tahtawi menerjemahkan buku tentang militer,
geografi dan sejarah Eropa. Tahtawi telah menterjemahkan lebih dari 2000 karya
tulis ke bahasa Arab. Tahtawi memiliki gagasan bahwa Mesir seharusnya memiliki
kekuasan atas kewenangan politik dan merdeka.
Tahtawi sebagai
seorang penulis, dia memiliki karya yang berjudul Takhlis al Ibriz fi Taklhis
Bariz (pemurnian emas dan ringkasan tentang Paris). Buku tersebut menjelaskan
Sistem konstitusi & politik Perancis serta Konsep kesetaraan. Tahtawi
menyerukan tentang nasionalisme Mesir sebagai alternative umma yang religious.
tahtawi menyatakan bahwa untuk menjaga nasionalisme maka masyarakat harus
menerima kehidupan modern.
·
Butrus Al Bustani
Butrus Al
Bustani adalah seorang ilmuwan asal Lebanon. Bustani merupakan salah satu
figure pembaharuan Arab. Bustani lahir
dari keluarga yang beragama Nasrani Maronit pada tahun 1819. Pada umur 11
tahun, Bustani disekolahkan di ‘Ayn Waraqa. Bustani mempelajari bahasa Syria,
Latin, Perancis, Italia dan Inggris selama 10 tahun di ‘Ayn Waraqa. Bustani
pindah ke Beirut pada tahun 1840, disana Bustani bertugas sebagai pembimbing
pasukan Inggris untuk membantu Ibrahim Pasha dari Syria.
Bustani bekerja
untuk gerakan missionaris Amerika di Beirut. Bustani selama bekerja di gerakan
tersebut menerjemahkan Bible versi Van
Dyk’s. Beliau menulis mengenai Perang sipil lebanon 1860 dengan konsep wathan.
Tujuan beliau menulis hal tersebut karena ingin menggantikan sektarian dengan
nasionalisme. Bustani menyusun Kamus bahasa Arab Al Mukhit, Ensiklopedia
berbahasa Arab Da,irat al-Ma’arif, mendirikan sekolah Al-Madrasah
Al-Wathaniyyah serta menerbitkan Nafir Surriyah.
·
Yakub Sarrouf dan Nimr Faris
Mereka
merupakan intelektual dari Beirut. Mereka mendirikan majalah Al-Muqtafaf yang
berisi gagasan-gagasan nasionalisme Arab. Mereka juga melakukan pengkritikan
terhadap AUB (American University of Beirut) : “ilmu pengetahuan tidak bisa
diraih oleh universitas jika tidak melepaskan diri dari fanatisme agama.
·
Qasim Amin
Qasim Amin
salah satu pengacara Mesir, pencetus gerakan nasional dan Feminis pertama di
Mesir. Amin memiliki latar belakang keluarga yang memiliki kedudukan tinggi.
Ayahnya merupakan anggota pemerintah Kurdistan dan ibunya putri dari aristocrat
Mesir. Amin mentuntaskan sekolah hukumnya pada umur 17 tahun. Amin mendapat
beasiswa untuk belajar di Universitas Montepellier, Perancis.
Amin mendapat
pengaruh Barat akan gaya hidup dan pandangannya akan perempuan. Amin menyatakan
bahwa Beliau memperjuangkan kebebasan perempuan dalam Buku Takhrir al Mar’ah
(pembebasan Perempuan) 1899 dan Buku al-Mar’ah al-Jadidah (perempuan Baru)
1901. Buku pertama menyatakan hak-hak perempuan dan rekonsilisasi antara agama
dan gagasan modern. Buku kedua menyatakan gagasan dari ilmu social modern,
konsep liberal dan kebebasan individu.
Terlihat bahwa para intelektual Arab
mengadopsil pemikiran-pemikiran yang memiliki nilai positif dari pemikir Barat.
Mereka menyesuaikan dengan kultur Arab.