May 6, 2019

Pemikiran Arab pada masa Pembentukan (1850-1914) Kecenderungan Liberal

Pemikiran Arab pada masa Pembentukan

(1850-1914)

KECENDERUNGAN LIBERAL


2.1.2 Kecenderungan Liberal
Dalam gerakan ini memiliki tujuan yang ingin menggantikan umma Islam dengan sebuah umma nasionalis, mengganti system teokrasi dengan sekulerisme serta menitik beratkan pada orientasi masa depan. Hal ini didukung oleh karena adanya gagasan dari Eropa serta factor internal dari kekhalifahan Ustmaniyah. Factor internal tersebut adalah desentralisasi, muncul keluarga-keluarga penguasa local, regional otonom,tersebarnya pendidikan, kebangkitan etnisitas kultur Arab serta munculnya kelas menengah.
Kecenderungan liberal memiliki tokoh-tokoh yang berlawanan dengan salafiyah. Tokoh-tokoh tersebut Rifaat al Tahtawi, Ahmad Faris Al Syidiaq, Butrus al Bustani, Yakub Saruf, Qasim Amin, Sudqi al Zahawi dan ahmad Lutfi al Sayyid.
·         Rifaat al Tahtawi
Rifaat al Tahtawi merupakan seorang penulis, guru, translator dan ilmuwan. Tahtawi merupakan ilmuwan Mesir pertama yang menuliskan tentang budaya Barat. Tahtawi lahir tahun 1801 di desa Sohag. Tahtawi mendapat beasiswa ke Perancis pada tahun 1826 atas rekomendasi gurunya. Tahtawi selama di Perancis menulis buku hariannya yang berjudul Rihla, buku tersebut menjelaskan kehidupannya selama di Perancis. Tahtawi mempelajari ilmu filsafat sosial politik, matematika dan geometri.
Tahtawi kembali ke Mesir pada tahun 1831, kemudian pada tahun 1835 Tahtawi mendirikan sekolah bahasa. Selama Tahtawi bekerja di sekolah tersebut, Tahtawi menerjemahkan buku-buku Eropa ke bahasa Arab. Tahtawi menerjemahkan buku tentang militer, geografi dan sejarah Eropa. Tahtawi telah menterjemahkan lebih dari 2000 karya tulis ke bahasa Arab. Tahtawi memiliki gagasan bahwa Mesir seharusnya memiliki kekuasan atas kewenangan politik dan merdeka.
Tahtawi sebagai seorang penulis, dia memiliki karya yang berjudul Takhlis al Ibriz fi Taklhis Bariz (pemurnian emas dan ringkasan tentang Paris). Buku tersebut menjelaskan Sistem konstitusi & politik Perancis serta Konsep kesetaraan. Tahtawi menyerukan tentang nasionalisme Mesir sebagai alternative umma yang religious. tahtawi menyatakan bahwa untuk menjaga nasionalisme maka masyarakat harus menerima kehidupan modern.
·         Butrus Al Bustani
Butrus Al Bustani adalah seorang ilmuwan asal Lebanon. Bustani merupakan salah satu figure pembaharuan Arab.  Bustani lahir dari keluarga yang beragama Nasrani Maronit pada tahun 1819. Pada umur 11 tahun, Bustani disekolahkan di ‘Ayn Waraqa. Bustani mempelajari bahasa Syria, Latin, Perancis, Italia dan Inggris selama 10 tahun di ‘Ayn Waraqa. Bustani pindah ke Beirut pada tahun 1840, disana Bustani bertugas sebagai pembimbing pasukan Inggris untuk membantu Ibrahim Pasha dari Syria.
Bustani bekerja untuk gerakan missionaris Amerika di Beirut. Bustani selama bekerja di gerakan tersebut menerjemahkan Bible versi  Van Dyk’s. Beliau menulis mengenai Perang sipil lebanon 1860 dengan konsep wathan. Tujuan beliau menulis hal tersebut karena ingin menggantikan sektarian dengan nasionalisme. Bustani menyusun Kamus bahasa Arab Al Mukhit, Ensiklopedia berbahasa Arab Da,irat al-Ma’arif, mendirikan sekolah Al-Madrasah Al-Wathaniyyah serta menerbitkan Nafir Surriyah.
·         Yakub Sarrouf dan Nimr Faris
Mereka merupakan intelektual dari Beirut. Mereka mendirikan majalah Al-Muqtafaf yang berisi gagasan-gagasan nasionalisme Arab. Mereka juga melakukan pengkritikan terhadap AUB (American University of Beirut) : “ilmu pengetahuan tidak bisa diraih oleh universitas jika tidak melepaskan diri dari fanatisme agama.
·         Qasim Amin
Qasim Amin salah satu pengacara Mesir, pencetus gerakan nasional dan Feminis pertama di Mesir. Amin memiliki latar belakang keluarga yang memiliki kedudukan tinggi. Ayahnya merupakan anggota pemerintah Kurdistan dan ibunya putri dari aristocrat Mesir. Amin mentuntaskan sekolah hukumnya pada umur 17 tahun. Amin mendapat beasiswa untuk belajar di Universitas Montepellier, Perancis.
Amin mendapat pengaruh Barat akan gaya hidup dan pandangannya akan perempuan. Amin menyatakan bahwa Beliau memperjuangkan kebebasan perempuan dalam Buku Takhrir al Mar’ah (pembebasan Perempuan) 1899 dan Buku al-Mar’ah al-Jadidah (perempuan Baru) 1901. Buku pertama menyatakan hak-hak perempuan dan rekonsilisasi antara agama dan gagasan modern. Buku kedua menyatakan gagasan dari ilmu social modern, konsep liberal dan kebebasan individu.
Terlihat bahwa para intelektual Arab mengadopsil pemikiran-pemikiran yang memiliki nilai positif dari pemikir Barat. Mereka menyesuaikan dengan kultur Arab.

Pemikiran Arab pada masa Pembentukan (1850-1914) Kecenderungan Religius


Pemikiran Arab pada masa Pembentukan

(1850-1914)

Kecenderungan Religius



Pemikiran Arab kontemporer muncul dalam sebuah masa transisi yang dibentuk oleh keruntuhan Dinasti Usmaniyah dan invasi dan dominasi kekuatan Eropa atas negara-negara Arab. Pengaruh modern Barat atas Timur belum pernah ada sebelumnya baik dalam intensitasnya atau luasnya. Pengaruh penuh pembaratan atas Timur sebagai keseluruhannya baru saja mulai sekitar abad pertengahan ke 19. Penyebabnya ini adalah karena adanya jalan raya dan rel kereta api, pos dan kawat, buku dan surat kabar, metode dan ide, yang telah menerobos atau dalam proses perembesan masuk kedalam dunia Timur.
Debat-debat antar intelektual yang mewakili berbagai macam segmen dan kelas sosial mengerucut pada isu tentang identitas nasional dan pembaruan guna merespons tantangan baru ini. Beberapa kelompok menfokuskan diri pada kelemahan yang diderita Timur dan obat yang diperlukan untuk memulihkannya; sumber kekuatan dan kesejahteraan Eropa; konflik antara Barat dan Timur; isu-isu lain yang berpusar diantara identitas nasional dan pendifinisian kembali konsep tentang ummah, reformasi melalui sains dan agama dan inovasi-inovasi Barat yang bias diadopsi tanpa perlu berkonflik dengan agama dan orientasi nilai mereka. Untuk memfokuskan diri mengapa pemikiran Arab muncul pada tahun 1850-1914, penulis membagi kedalam tiga kecenderungan,yaitu kecenderungan religius, kecenderungan Liberal, dan kecenderungan progresif.
2.1.1        Kecenderungan Religius
                              Tradisional versus Reformis. Pada periode pembentukan ini terdapat suara dominan yaitu gagasan-gagasan dari para  pemikir religious yang masih tetap memegang teguh pentingnya kekhalifahan Islam. Dikalangan pemikir Islam telah terjadi perbedaan pendapat antara kaum Tradisional dan Reformis. Kelompok tradisional yang terdiri atas para Ulama yang menjadi penasihat resmi sultan dan keluarga-keluarga feudal. Kelompok tradisional ini bisa disebut sebagai kelompok yang menggunakan Islam sebagai mekanisme control yang mengekspresikan pandangan-pandangannya secara asertif bukan analitis sebagai senjata pamungkas politik represi. Para ulama seperti Abu Huda al-Sayyadi bisa digolongkan sebagai satu wakil dari kelompok tradisionalis pada masa itu.
2.1.1 Kecenderungan Religius
Sementara kelompok reformis muslim menggunakan pendekatan yang berbeda. Bersama-sama , para intelektual ini memimpin gerakan salafiyah untuk Meremajakan lagi khalifahan Islam dengan cara kembali pada sumber-sumber asli dan kemurniaan Islam masa lalu. Kelompok ini menentang invasi Barat, namum memberikan apresiasi pada sains dan raihan kultural Barat. Tokoh-tokoh dari kelompok ini diantaranya Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Rida.
·         Jamaluddin Al Afghani

Jamaluddin Al Afghani adalah salah seorang pemimpin pergerakan Islam pada akhir abad ke-19, yang agak berbeda dari kedua pemimpin sebelum dia: Muhammad bin Abdul Wahab (abad-18) dan Muhammad bin ‘Ali As-Sanusi (awal abad-19). Jamaluddin lahir di Afghanistan pada tahun 1839 M. meninggal dunia di Istambul di tahun 1897 M. ketika baru berusia dua puluh dua tahun ia telah menjadi pembantu bagi pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 M. Ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia dia di angkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi perdana menteri. Dalam pada itu Inggris telah mencampuri soal politik dalam negeri Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi Afghani memilih pihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak pertama kalah dan Afghani merasa lebih aman meninggalkan tanah tempat lahirnya dan pergi ke India di tahun 1869 M.[1]
Jamaludin Al-Afghani mengajak umat muslim untuk bersatu dan mereformasi Islam baik sebagai agama maupun sebagai sebuah peradaban, agar bisa menghadapi bahaya yang dibawa oleh Eropa. Dalam pemikirannya, Afghani mengusulkan dua langkah perbaikan yang terlihat kontradiktif, kembali pada sumber asli Islam dan mengadopsi gagasan-gagasan dan institusi Eropa yang liberal termasuk sains, konstitusi, persatuan komunal, pemilihan umum, dan dewan perwakilan nasional ala Barat.
Jamaluddin melihat empat penyakit yang menggerogoti Islam; dan menawarkan delapan solusinya. Keempat penyakit itu adalah:
·         absolutism dalam mesin pemerintahan,
·         sifat kepala batu dan kebodohan massa rakyat Muslim serta keterbelakangan mereka dalam ilmu dan peradaban,
·         tersiarnya ide-ide korup dalam bidang agama dan nonagama
·         dan pengaruh kolonialisme Barat.
Sesuai dengan empat penyakit itu, Jamaluddin memberikan delapan hal sebagai obat, sebagaimana ditulis oleh Muthahhari dalam Islamic Movement of the Twentieth Century.[2]
(1)                         Bangkitkan kesadaran berpolitik melawan absolutisme.  Harus dijelaskan kepada massa bahwa perjuangan berpolitik adalah kewajiban agama; bahwa tidak ada pemisahan antara agama dan politik; bahwa setiap orang harus terlibat dalam nasib politik Negara dan masyarakat Islam.
(2)                         Lengkapi diri dengan sains dan teknologi modern. Dominasi Barat terjadi karena keunggulan dalam sains dan teknologi. Kaum Muslim tidak harus menolak segala hal yang dating dari Barat. Mereka harus belajar dari Barat, tetapi bukan mengadopsi peradaban mereka; sains dan teknologilah yang harus mereka kuasai.
(3)                         Kembalilah kepada Islam yang sebenarnya. Praktek-praktek korup dan tambahan-tambahan yang tidak bermanfaat dalam pengalaman Islam harus dibuang; umat harus dikembalikan kepada Al-Quran, As-Sunnah, dan kehidupan suci pada zaman permulaan Islam.
(4)                         Hidupkan akidah Islam sebagai akidah yang komprehensif dan independen. Islam adalah agama sains dan kerja keras, agama yang menuntut tanggung jawab, agama memuliakan akal; dan membenci takhayul. Dia menganjurkan murid-muridnya untuk menghidupkan kembali filsafat dalam khazanah pemikiran Islam.
(5)                         Lawan kolonialisme asing. Penjajah asing di dunia Islam bukan saja mengandung implikasi eksploitasi politik, tetapi jiga dominasi ekonomi dan budaya. Kaum Muslim harus disadarkan bahwa sekularisme adalah taktik Barat untuk melepaskan pengaruh Islam dalam masyarakat. Harus ditegaskan bahwa kultur Barat tidak akan membawa kemakmuran manusia. Kultur Barat adalah kultur penindasan.
(6)                         Tegaskan persatuan Islam. Untuk melawan invasi Barat, kaum Muslim harus bersatu. Bersatu tidaklah berarti menyatukan mazhab. Bersatu berarti menyatukan front politik dan organisasi. Ia mengecam pembagian Islam dalam negara-negara kecil dan mengkhutbahkan Pan-Islamisme.
(7)                         Infuskan ruh jihad ke jasad masyarakat Islam yang setengah mati. Menghadapi kehancuran akibat Barat, kaum Muslim harus menegakkan Islam sebagai agama perlawanan dan perjuangan.
(8)                         Hilangkan rasa rendah diri dan rasa takut terhadap Barat. Lewat sebuah cerita kiasan dalam Al-‘Urwah Al-Wutsqa, ia mengingatkan kaum Muslim bahwa ketakutan terhadap barat adalah ilusi yang dibentuk sendiri. Kaum Muslim tidak boleh takut terhadap ingar-bingar suara barat. Diperlukan orang yang menantang maut untuk menjatuhkan kepongahan Barat.

Seorang reformis berpengaruh di Mesir dan Negara-negara Arab lainnya adalah Muhammad Abduh,
·         Muhammad Abduh
Muhammad Abduh memulai kariernya sebagai seorang pemberontak dan berakhir sebagai partner otoritas sebelum usianya genap empat puluh tahun. Dia juga berhubungan baik dengan Lord Cromer, Konsul Jenderal Inggris dan mendedikasikan dirinya untuk memformulasikan interpretasi Islam yang mencerahkan. Seruannya untuk kembali pada sumber-sumber asli Islam bersanding harmonis dengan seruan mengenai perlunya mengadaptasi tuntutan kehidupan modern.
Ia ingin membebaskan pemikiran Islam  dari kungkungan tradisi dengan mengembalikannya pada sumber-sumber Islam, mereformasi sistem hokum Islam dan memodernisasi pola pendidikan keagamaan. Pendekatannya lebih berfokus pada pendidikan dan mencoba menbujuk sultan untuk mereformasi sistem pendidikan.

·         Muhammad Rasyid Rida
Dia menyerukan persatuan Islam dan Arab dalam sebuah  sistem kekhalifahan yang diperbaharui yang memadukan pemberlakuan undang-undang untuk membatasi kekuasaan dan mengakhiri tirani. Setelah restorasi undang-undang Turki tahun 1908, Rida memperingatkan bahwa terus melanggengkan perselisihan dan pertikaian antar Arab hanya akan membahayakan bangsa Arab karena demi kepentingan bersama kita harus bersatu dan loyal terhadap Turki. Antusiasme Rida ini bersumber pada kepercayaan bahwa Islam jika ditafsirkan dengan benar akan menjadi satu solusi yang kuat bagi persoalan-persoalan politik, sosial, dan religius modern.



[1] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hal. 51.

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH HINDIA BELANDA DI NUSANTARA


DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH HINDIA BELANDA DI NUSANTARA

      Perubahan Sosial
Dampak Tanam Paksa bagi Rakyat Indonesia
Pelaksanaan system tanam paksa memberikan dampak bagi rakyat Indonesia, baik positif maupun negatif.
o   Dampak Positif
Ø  Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.
Ø  Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi impor.
o   Dampak Negatif
Ø  Kemiskinan serta penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan.
Ø  Beban pajak yang berat.
Ø  Pertanian, khususnya padi, banyak mengalami kegagalan panen.
Ø  Kelaparan dan kematian terjadi di banyak tempat, seperti di Cirebon (1843) sebagai akibat dari pemungutan pajak tambahan dalam bentuk beras, serta di Demak (1848) dan di Grobogan (1849-1850) sebagai akibat kegagalan panen.
Ø  Jumlah penduduk Indonesia menurun dengan sangat drastis.

          Perubahan Ekonomi
o   Bagi Belanda
Ø  Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah colonial Belanda.
Ø  Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda.
Ø  Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajajahan.
                        Bagi Indonesia
Ø  Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula berakibat sangat buruk bagi penduduk.
Ø  Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat sangat pesat.
Ø  Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan barang-barang impor dari Eropa.
Ø  Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan kereta api.
Ø  Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman berat bagi yang melanggar peraturan Poenale Sanctie.

      Perubahan Budaya
Pencetus politik etis (politik balas budi) ini adalah Van Deventer.Van Deventer memperjuangkan nasib bangsa Indonesia dengan menulis karangan dalam majalah De Gids yang berjudul Eeu Eereschuld (Hutang Budi). Van Deventer menjelaskan bahwa Belanda telah berhutang budi kepada rakyat Indonesia. Hutang budi itu harusdikembalikan dengan memperbaiki nasib rakyat, mencerdaskan dan memakmurkan. Menurut Van Deventer, ada tiga cara untuk memperbaiki nasib rakyat tersebut yaitu memajukan :
Ø  Edukasi (Pendidikan)
Dengan edukasi akan dapat meningkatkan kualitas bangsa Indonesia sehingga dapat diajak memajukan perusahaan perkebunan dan mengurangi keterbelakangan.
Ø  Irigasi (pengairan)
Dengan irigasi tanah pertanian akan menjadi subur dan produksinya bertambah.
Ø  Emigrasi (pemindahan penduduk)
Dengan emigrasi tanah-tanah di luar Jawa yang belum diolah menjadi lahan perkebunan, akan dapat diolah untuk menambah penghasilan. Selain itu juga untuk mengurangi kepadatan penduduk Jawa.
Usulan Van Deventer tersebut mendapat perhatian besar dari pemerintah Belanda, pemerintah Belanda menerima saran tentang Politik Etis, namun akan diselaraskan dengan sistem kolonial di Indonesia. (Edukasi dilaksanakan, tetapi semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan). Pendidikan dipisah- pisah antara orang Belanda, anak bangsawan, dan rakyat. Bagi rakyat kecil hanya tersedia sekolah rendah untuk mendidik anak menjadi orang yang setia pada penjajah, pandai dalam administrasi dan sanggup menjadi pegawai dengan gaji yang rendah.
Dalam bidang irigasi (pengairan) diadakan pembangunan dan perbaikan. Tetapipengairan tersebut tidak ditujukan untuk pengairan sawah dan ladang milik rakyat, namun untuk mengairi perkebunan-perkebunan milik swasta asing dan pemerintah kolonial.
Emigrasi juga dilaksanakan oleh pemerintah Belanda bukan untuk memberikanpenghidupan yang layak serta pemerataan penduduk, tetapi untuk membuka hutan-hutan baru di luar pulau Jawa bagi perkebunan dan perusahaan swasta asing. Selain itu juga untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah.

·         Pengaruh terhadap Kehidupan Sosial
Pejabat lokal yang dulu sangat berkuasa hanya menjadi pengawai pemerintah kolonial, sehingga derajat mereka seakan-akan turun di mata rakyat. Muncul suatu kelompok masyarakat berdasarkan golongan yaitu kelompok masyarakat Eropa (Kolonial), kelompok masyarakat bangsawan dan kelompok masyarakat jelata.
Apabila digolongkan yaitu seperti di bawah ini:

  •  Kelompok masyarakat Eropa menempati kelas teratas.
  • Kelas di bawahnya adalah kelompok masyarakat bangsawan.
  • Kelompok masyarakat jelata menempati kelas terendah.

·         Pengaruh terhadap Kehidupan Budaya
Tradisi barat berkembang dalam masyarakat pribumi, seperti dansa di kalangan bangsawan. Banyak tradisi kerajaan lokal yang luntur setelah campur tangan Belanda. Adanya tradisi lokal yang berakulturasi dengan budaya barat (Belanda), yang membentuk kebudayaan baru yang disebut kebudayaan Indis.
Kebudayaan Indis adalah kebudayaan campuran yang didukung oleh segolongan masyarakat Hindia Belanda. Percampuran budaya tersebut meliputi berbagai unsur kebudayaan. Pada masa awal kehadiran di nusantara, peradaban Belanda mendominasi kebudayaan Indonesia. Kemudian lambat laun menjadi pembauran. Tetapi, sebelum terjadi pencampuran budaya ini, peradaban Indonesia sudah tinggi. Masyarakat suku Jawa cukup aktif. Dalam proses pencampuran budaya ini, sehingga budaya Jawa tidak lenyap . Peran kepribadian bangsa Jawa (local genius). Ikut menentukan dalam memberi warna dalam kebudayaan indis. Unsur-unsur kebudayaan Belanda tersebut mula-mula dibawa oleh pedagang dan pejabat VOC, kemudian rohaniawan protestan dan katolik juga mengikutinya. Peran para cendikiawan dalam mengembangkan kebudayaan indis sangat besar dalam bidang pendidikan, tekhnologi pertanian, dan transportasi, khususnya setelah politik liberal dijalankan oleh pemerintahan kolonial. Dalam tahap berikutnya, kaum terpelajar Indonesia mendapat pendidikan Eropa dalam melanjutkan pendidikan di Belanda, menurut berbagai bidang kebudayaan indis di Indonesia.

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts