September 30, 2015

KARAKTER BANGSA ARAB



KARAKTER BANGSA ARAB



Pendahuluan
            Karakter bangsa dalam antropologi (khususnya masa lampau) dipandang sebagai tata nilai budaya dan keyakinan yang mengejawantah dalam kebudayaan suatu masyarakat dan memancarkan ciri-ciri khas keluar sehingga dapat ditanggapi orang luar sebagai kepribadian masyarakat tersebut[1].
         Istilah Arab merupakan symbol yang menunjukkan esensi dan keberadaan sebuah bangsa dengan kebesarannya pada masanya.Istilah ini telah memberikan gambaran yang jelas bahwasaanya kata Arab berasal dari bahasa yang digunakan oleh sebuah komunitas dalam sarana komunikasi mereka yaitu bahasa Arab.Dalam kamus al-munjid disebutkan bahwasannya ‘Arab atau ‘Aruba berarti orang yang menggunakan bahasa Arab dengan fasih.[2]
         Di samping itu terdapat definisi lain tentang kata ‘Arab, di mana menurut bahasa, ‘Arab artinya adalah padang pasir, tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya. Sebutan dengan istilah ini sudah diberikan sejak dahulu kala kepada jazirah Arab, sebagaimana sebutan yang diberikan kepada suatu kaum yang disesuaikan dengan daerah tertentu atau nama dari leluhur terdahulu, lalu mereka menjadikan namanya sebagai tempat tinggal.[2] Hal ini sesuai dengan pengertian kata ‘Arab sebagaimana disebutkan dalam al-munjid bahwasannya kata ‘Urbu dan ‘Arab memiliki arti sekumpulan kaum yang memiliki tempat tinggal seperti wilayah yang berada di sebelah timur dari laut merah.[3]
         Menurut seorang penulis Al-Balādhurī, tulisan Arab yang pada akhirnya menunjukkan esensi istilah Arab berasal dari tulisan bahasa Syiria yang terdapat di kota Lakhmid ibu kota kerajaan Al-Hīrah. Dari kota tersebut tulisan itu dibawa Bishr Ibn ‘Abdul Malik dan mengajarkannya kepada penduduk di kota Makkah. Namun disebutkan juga dalam literature yang berbeda bahwasannya tulisan Arab yang merupakan representasi dari bahasa Arab itu sendiri berasal dari Aramik yang berasal dari Kushif Nabatea.[4] Secara sederhana, terminologi Arab hanya didefinisikan bagi mereka yang bisa berbahasa Arab sebagai bahasa ibu
         Dari telaah linguistic historis ini dapat disimpulkan bahwasannya istilah ‘Arab mengandung dua pengertian utama yaitu ‘Arab sebagai konsepsi kebahasaan yang menunjukkan bahasa komunikasi sebuah masyarakat tertentu (‘Arab) yang selanjutnya dijadikan sebagai identitas kebangsaan bagi masyarakat bahasa tersebut. Dan yang kedua, ‘Arab sebagai sebuah wilayah kekuasaan bagi komunitas tertentu (‘Arab) yang memiliki kekhususan secara demografis dan topografis dan menunjukkan identitas bagi penduduk yang berdiam di wilayah tersebut.
         Berangkat dari diskripsi istilah kata ‘Arab di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bangsa Arab merupakan sebuah group etnik yang memiliki bahasa komunikasi sendiri yaitu bahasa Arab dan mendiami suatu wilayah yang disebut ‘Arab sebagai tempat tinggalnya. Bangsa Arab merupakan bangsa yang mendiami wilayah semenanjung Arabia dan merupakan penduduk asli jazirah Arab.[5] Diskripsi modern menyatakan bangsa Arab ini (Arab: عرب) sebagai sebuah grup etnik yang heterogen yang berada sepanjang Timur Tengah dan Afrika Utara.[5]
                Habib Hassan Touma mengungkapkan bahwa orang Arab atau bangsa ‘Arab ialah “orang yang memiliki kebangsaan Arab, yang memakai bahasa Arab, dan memiliki pengetahuan tentang Arab secara keseluruhan.Sementara itu Liga Arab pada tahun 1946 menyatakan bahwa orang Arab ialah “yang memiliki kebangsaan negara di dunia Arab, berbahasa dan menuturkan bahasa Arab dan peduli terhadap nasib bangsa Arab”.[6]
            Kepemilikan akan unsur kesatuan sebagai masyarakat Arab atau yang mempunyai karakteristik tersendiri dan karakter yang membuatnya berkembang dan bergerak secara keseluruhan masih dipertanyakan.Sebelum kita berbicara tentang unsur-unsur masyarakat, seharusnya kita menunjukkan apa yang dimaksud oleh para ilmuwan sosiologi dengan arti dari kata masyarakat, sehingga jelas bagi kitakerangka yang diungkapkan oleh lafal masyarakat tersebut. Berdasarkan kerangka tersebut kita dapat menjelaskan ketersediaan unsur-unsur ini dalam masyarakat Arab.
            Para ilmuwan sosiologi mengartikan kata masyarakatdengan: sekelompok individu atau kumpulan yang bertempattinggal di sebidang tanah tertentu dan terikat oleh sejarah yangpanjang, interaksi, pengaruh yang bergantian, kebiasaan dantradisi kolektif, dan didominasi semangat yang sama, harapan dancita-cita yang sama yang bertujuan untuk mewujudkannya.
            Berdasarkan konsep ini, kita dapat menentukan 3 (tiga) aspek pokok yang dapat membentuk unsur masyarakat yaitu: (1) unsur geografi (2) unsur sejarah, (3) unsur budaya. Berikut ini akan kita bahas beberapa unsur budaya yang berpengaruh nyata dalam memperkokoh kesatuan pikir dan rasa dalam masyarakat Arab yaitu Bahasa, Agama Islam dan Adat Istiadat.
            Mempelajari kultur Arab berarti melakukan sebuah upaya ganda. Pertama, menanggalkan pandangan-oandangan statis dan terlalu simplistis yang telah menuntun pemikiran Barat.Kedua, mempelajari kembali dengan mengikuti pendekatan dinamis dan analitis terhadap realitas yang kompleks. Orientalis Barat memandang bahwa kultur Arab merupakan kultur yang konstan. Kultur di sini terdiri dari tiga elemen dasar: nilai, ekspresi diri, dan pengetahuan.
            Kultur menurut pandangan perspektif seorang nasionalis kultur terbagi menjadi dua, yaitu nasionalis secara universal dan semi nasional. Kultur menurut perbedaan kelas terdiri dari kultur tinggi, massa atau masyarakat, bourjouis atau orang menengah atas,  elitis atau kalangan atas, petani, pekerja, resmi atau PNS,  popular atau artis dsb. Kultur menurut bidang akademik yaitu kultur saintifik, literer, politik, materialis dan spriritual Kultur dalam masyarakat yaitu badui, desa, urban atau kota, tradisonal, modern, kultur asli atau pinjaman
            Kultur adalah jalan hidup khas suatu masyarakat yang terkadang dicirikan oleh adanya keseragaman.Kultur ditujukan untuk mengatur aksi dan relasi antar manusia serta melestarikan/mengubah tatanan yang berlaku. Bangsa arab sendiri memiliki jenis 3 kultur yaitu Kultur dominan merupakan sesuatu yang paling umum dan tersebar luas. Sub kultur adalah sesuatu yang dimiliki komunitas dan kelas tertentu contoh bangsawan. Counter kultur meruapakan sesuatu yang dimiliki oleh masyarakat teralienasi atau terbuang dan teradikalisasi atau menginginkan perubahan
                Banyak pendekatan yang bisa dilakukan untuk mempelajari mengenai Karakter Nasional bangsa Arab. Diantaranya: Rapal Patai (pendekatan statis). Menurut Patai, karakter nasional adalah seluruh motif, sifat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang plural dalm sebauh populasi nasional. Sehingga Patai mengasumsikan bahwa bangasa arab adalah sebuah bangsa yang homogen sedangkan kawasan Timur Tengah meski dihuni oleh mosaik manusia  tetap berasal dari kultur yang identik.
            Ada distorsi yang menyertai pendekatan Patai antara Arab dan Islam.Ia menganggap bahwa Islam sebagai kekuatan eksternal yang membentuk masyarakat dan bukan dibentuk oleh masyarakat. Dari pendekatan yang dilakukan oleh Patai ada beberapa hal yang dimengerti dari masyarakat Arab diantaranya: bagi orang arab kefasihan berbahasa adalah salah satu hal yang berhubungan dengan maskulinitas.
            Patai pun membuat teori bahwa orang Arab adalah orang yang loyal terhadap kelompok dan memusuhi individu dari kelompok lain. Patai pun menyampaikan bahwa pada abad ke 13 dan ke 14 orang-orang yang terpelajar telah menyadari adanya bukan hanya sebuah karakter nasional, namun juga perbedaan karakte orang-orang Arab yang menghuni berbagai macam negara.
            Adapun orang lain yang menggambarkan karakter nasional bangsa arab yaitu Morroe Berger. Berger bahkan menyatakan kebencian terhadap bangsa Arab dengan berbagai stereotip.ada kutipan kalimat yang dituliskan Berger “bangsa arab memperlihatkan ekspresi sebagai sebuah bangsa yang mengutuki dirinya sendiri  dan yang terluka harga dirinya”. Hal ini dituliskan ketika bangsa Arab terkungkung dengan kolonialisme.
            Tokoh lainnya yang mengemukakan pendapatnya mengenai karakter nasional bangsa Arab yaitu Hamed Ammar. Pandangan Hamed Ammar yang terkenal yaitu mengenai “kepribadian Fahlawi”. Ada beberapa tipikal dari kepribadian ini yaitu: kecepatan beradaptasi dengan berbagai macam situasi baru, tidak emosional, kecendrungan melebih-lebihkan diri dan menutupi kerendahan diri, keinginan ingin mencapai cita-cita dengan jalan yang relatif pendek.
            Pandangan kritis lainnya pun diutarakan oleh Hichem Djait yang analisisnya mengenai kepribadian Tunisia dibuat berdasarkan konsep kepribadian dasar Kardnerian, seperti: pemujaan terhadap kekuasaan dan otoritas, merasa jijik pada kaum lemah, serta merasa takut sekaligus jijik pada perempuan, agresif, fatalis, gemar kepada sihir, dan lemahnya super ego.
            Fuad Mughrabi melakukan kritikan-kritikan terhadap studi yang dilakukan dalm meneliti karakter nasional bangsa Arab.Studi-studi yang dilakukan oleh beberapa tokoh di atas dianggap gagal meneliti keberagaman dan transisi yang terjadi di dalam masyarakat Arab. Dan Ia pun melakukan kritik terhadap para tokoh di atas yang melakukan penelitian dan mengambil kesimpulan menurut perspektif Arab.
            Sayyid Yasin menilai bahwa karakteristik-karakteristik yang dibuat oleh para orientalis Israel di atas adalah sebuah distorsi terhadap citra bangsa Arab.Ia melihat bahwa pemikiran Barat mengenai karakter nasional bangsa Arab hanya berfokus pada hal-hal negatif. Sayyid yasin mendefinisikan konsep kepribadian nasional sebagai karakteristik psikologis, sosial, dan peradaban yang khusus dan terus dalam sebuah bangsa.

[4] Di sisi lain, ahli  filologi Arab abad kesebelas, Ibnu Faris mengatakan bahwasannya tulisan dan istilah Arab merupakan Hadarat Ilahi. Di mana tuhan telah mengajarkan setiap huruf kepada Adam bersama dengan tanda baca vocal dan Ilmu ‘Arudh (prosodi). Lihat: Anwar. G. Chejne, Bahasa Arab Dan Perannanya Dalam Sejarah, terj. oleh: Aliudin Mahjudin, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994), hlm: 31.
[5] Ahmad Amin, Fajri Al Islam, (Singapura: Sulaiman Mar’i, 1965), hlm: 1
http://kajiantimurtengah.wordpress.com/2010/12/04/masyarakat-arab-tinjauan-sosiologis/


[1]Ade Armando, dkk. Refleksi Karakter Bangsa. Forum Kajian Antropologi Indonesia. Jakarta. 2008.hal 8
[2]Lewis Ma’luf, Al Munjīd Fi Al-Lughah Wa Al-A’lām, At-Thaba’ah Al-Jadīdah Al-Munaqqahah, Cetakan ke-38, (Beirut: Dār Al-Masyriq, 2000), hlm: 495
[3]http://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa_Arab. diakses pada hari sabtu, 20 oktober 2010
[4]Lewis Ma’luf, Al Munjīd Fi Al-Lughah Wa Al-A’lām, At-Thaba’ah Al-Jadīdah Al-Munaqqahah, (Beirut: Dār al-Masyriq, 1986) hlm: 395. Di samping itu disebutkan bahwa istilah Arab menunjukkan sekumpulan atau sekelompok masyarakat nomaden yang disebut A’rāb.Kata A’rāb berasal dari istilah bangsa Asiria terhadap bangsa-bangsa yang pernah mereka taklukkan. Apabila ditinjau lebih lanjut,  Al-Qur’an tidak memakai kata A’arāb, tapi hanya menggunakan kata sifatnya yaitu A’rabiyyūn. Al-Qur’an kemudian menjadi contoh yang sempurna bagi al-A’rabiyya, bahasa Arab. Kata benda netral A’arāb berhubungan suku Badui Quraisy yang melawan Nabi Muhammad SAW, contohnya pada surat At-Taubah, A’arābu Ašaddu kufrān wa nifāqān “Mereka (suku Quraisy) semakin kafir dan nifaq”. Berdasarkan terminologi Islam, kata A’arāb menunjukkan bahasa, dan A’arāb untuk kaum Arab Badui. (http://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa_Arab, 1996), diakses pada hari Sabtu, 20 oktober 2010
[5]Kata Arab sebagai identitas bangsa pertama kali muncul pada abad ke 9 sebelum masehi yang menunjukkan ke-heterogenitasnya Bangsa Arab yang tidal selalu terdiri dari orang-orang yang beragama Islam, tapi juga orang yang beragama Kristen dan Yahudi. Beberapa buktinya ialah perabadan Nabath yang didirikan oleh bangsa Arab beragama Kristen. (http://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa_Arab, 1996), diakses pada hari Sabtu, 20 oktober 2010
[6](http://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa_Arab, 1996), diakses pada hari sabtu, 20 oktober 2010

KESULTANAN PAJANG



KESULTANAN PAJANG
Oleh Muhammad Fakhri Pratama 

A.    Letak Geografis Kesultanan Pajang
Secara topografi wilayah Pajang terdiri atas perbukitan, pedataran, dan lereng kerucut gunung api. Pajang terletak di antara Gunung Merbabu dan Merapi di bagian barat, dan Gunung Lawu di bagian timur dan di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Pajang  merupakan sebuah dataran rendah yang terletak di cekungan lereng pegunungan Lawu dan pegunungan Merapi dengan ketinggian sekitar 92 m diatas permukaan air laut. Sumber daya geologi yang ada di daerah Surakarta adalah sumber daya air dan bahan bangunan. Potensi sumber daya air di daerah Surakarta cukup besar, baik air tanah maupun air permukaan, terutama di daerah cekungan antar gunung yang merupakan daerah pedataran. Tanah daerah pedataran tersebut  bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik Merapi dan Lawu. dengan ketersediaan air yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti kol, wortel, bawang merah, tembakau, teh, dan cengkeh.[1]
Sedangkan di daerah selatan sebagian besar wilayah ini adalah dataran rendah dan tanah bergelombang dengan iklim yang relatif kering. Potensi sumber daya air sangat kurang terutama pada musim kemarau, sehingga daerah ini kurang sesuai untuk budidaya tanaman padi persawahan basah. Sumber daya alam yang paling penting adalah budidaya kayu jati. Pada daerah ini juga terdapat Waduk Bade dan Waduk Kedungombo yang digunakan untuk mengairi lahan persawahan dan dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi dari sektor pariwisata dan perikanan air tawar. [2]
Wilayah pusat pemerintahan Kerajaan Pajang memiliki luas 300 km2 dan merupakan pertemuan tiga aliran sungai antara Sungai Pepe, Sungai Dengkeng dan Bengawan Solo. Aliran Sungai Pepe dan Sungai Dengkeng berasal dari Gunung Merapi, sedangkan aliran Sungai Bengawan Solo berasal dari Gunung Lawu. Istana ibu kotanya dibangun dengan mencontoh bangunan Keraton Demak. Lokasi tersebut berada di Desa Pengging wilayah Boyolali. Kompleks keraton itu, yang tersisa hanya tinggal pondasinya saja, di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Surakarta dan Desa Makanhaji, Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.[3]

B.     Sejarah Kesultanan Pajang
Kesultanan Pajang pada awal terbentuknya dipimpin oleh Jaka Tingkir. Sebelum menjadi  Kesultanan Islam Utama di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Pajang menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit dan Kesulatanan Demak. Pada masa Kerajaan Majapahit, Pajang lebih dikenal dengan nama Pengging. Pengging pada saat itu tidak memiliki andil besar dalam kekuasaan Majapahit. Hayam Wuruk pernah melewati daerah Pengging hanya satu kali dalam setahun untuk menuju Sungai Bengawan Solo. Pengging pada massa Majapahit dipimpin oleh seorang adipati bernama Jayadiningrat. Ketika awal berdirinya Kesultanan Demak, Pengging masih menganut agam Budha yang dianut Kerajaan Majapahit. Ketika keturunan Adipati Jayadiningrat memimpin daerah Pengging, maka Pengging memeluk agama Islam.[4]
Pada masa Kesultanan Demak, pemimpin daerah Pengging, yaitu Ki Kebo Kenanga melakukan tindakan tidak menyenangkan terhadap Kesultanan Demak. Pengging tidak memberi Demak upeti tahunan. Sultan Demak melihat hal itu mengambil kesimpulan bahwa Pengging akan melakukan pemberontakan. Maka Sultan Demak mengutus Sunan Kudus untuk menemui pemimpin Pengging. Pemimpin Pengging menolak untuk menghadap ke Demak, maka Sunan Kudus dan Pemimpin Pengging mengadu ilmu. Dalam pertarungan tersebut Ki Kebo Kenanga terbunuh oleh Sunan Kudus, kemudian Pengging tunduk menjadi daerah kekuasaan Demak. Setelah kejadian tersebut daerah Pengging lebih dikenal dengan nama Pajang.[5]
 Pajang baru memiliki andil yang cukup berpengaruh dalam kekuasaan Demak. Daerah Pajang memiliki daerah yang subur, beras merupakan komoditas utama yang diperjual belikan. Batu bata merah juga komoditas yang penting dalam membangun ekonomi Pajang, karena terdapat pusat pembuatan batu bata merah. Sebagian besar rumah penduduk Pajang dibangun menggunakan batu bata merah. Keraton Pajang hampir seluruh bangunannya terdiri dari batu bata merah. Hal ini membantu ekonomi Kesultanan Demak dalam hal pangan dan pembangunan. Hal tersebut semakin maju pada masa kepepimpinan Jaka Tingkir.[6]
C.    Raja – raja Kesultanan Pajang
a.      Jaka Tingkir
Jaka Tingkir merupakan keturunan dari Ki Kebo Kenanga, yang lebih dikenal dengan nama Ki Ageng Pengging. Jaka Tingkir lahir dengan nama Mas Krebet yang diberikan oleh Ki Ageng Tingkir, karena lahir bertepatan dengan pertunjukan wayang beber yang diadakan oleh ayahnya[7]. Mas Krebet tumbuh dan berkembang dalam asuhan istri Ki Ageng Tingkir. Selama dalam asuhan istri Ki Ageng Tingkir, Mas Krebet lebih dikenal dengan nama Jaka Tingkir. Ketika dewasa Jaka Tingkir berguru pada Sunan Kalijaga dan Ki Ageng Sela. Seusai berguru pada Sunan Kalijaga dan Ki Ageng Sela, Jaka Tingkir mengabdi pada pemerintahan Demak sebagai pimpinan prajurit tamtama[8].
Pada suatu saat, Sultan Demak berniat menambah prajurit tamtama sebanyak empat ratus orang. Maka dibukalah perekrutan prajurit tamtama, syarat menjadi prajurit tamtama adalah memiliki kesaktian dan kekuatan. Ketika dibuka perekrutan tamtama, terjadi peristiwa yang membuat Sultan Demak marah, Jaka Tingkir telah membunuh orang yang mau masuk menjadi prajurit tamtama. Sultan Demak mengusir Jaka Tingkir dari Demak. Selama masa pengasingannya, Jaka Tingkir berkelana ke Gunung Kendeng bertemu dengan Ki Ageng Butuh dan Kyai Ngerang kemudian Jaka Tingkir berguru kepada mereka. [9]
Setelah berguru di daerah Kendeng, Jaka pergi menuju Pengging. Di Pengging, Jaka Tingkir mendatangi makam ayahnya. Di makam ayahnya, Jaka Tingkir mendapat ilham bahwa ia harus berguru dengan Ki Buyut Banyubiru. Jaka Tingkir diajarkan ilmu pemerintahan dan ilmu keprajuritan oleh Ki Buyut Banyubiru. Ki Buyut Banyubiru menyuruh Jaka Tingkir untuk kembali ke Demak. Ki Buyut Banyubiru berpesan bahwa akan ada banteng yang mengamuk di Demak dan hanya Jaka Tingkir yang bisa menghentikan banteng tersebut.[10]
Jaka Tingkir ditemani oleh Permanca, Jaka Wila dan Ki Wragil pergi ke Demak. Ketika di Gunung Prawata rombongan Jaka Tingkir melihat Sultan Trenggana dan keluarganya sedang diserang banteng gila yang mengamuk di pesanggrahan. Jaka Tingkir dengan sigap menolong keluarga sultan dan berhasil membunuh banteng yang mengamuk tersebut. Karena Jaka Tingkir berhasil membunuh banteng tersebut dan menyelamatkan keluarga sultan, maka Sultan Trenggana mengangkat kembali sebagai prajurit berpangkat lurah wiratamtama. Kemudian Jaka Tingkir dinikahkan dengan putri sultan yang memiliki nama Mas Cempaka dan Jaka Tingkir dijadikan adipati Pajang dengan gelar Pangeran Hadiwijaya.[11]
b.      Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah adipati Demak yang berhasil menjadi sultan ke-2 di Kesultanan Pajang dengan gelar Sultan Ngawantipuro. Arya Pangiri merupakan anak dari Sunan Prawata, kemudian Arya Pangiri dinikahkan dengan  Putri Pembayun, putri tertua dari Sultan Hadiwijaya. Ketika Arya Pangiri naik takhta, Pangeran Benawa ditugaskan menjadi adipati Jipang. Keahlian Arya Pangiri dalam memimpin Pajang tidak disukai masyarakat Pajang pada saat itu. Arya Pangiri banyak mendatangkan penduduk Demak ke Pajang dan memerintahkan agar penduduk Pajang memberikan sepertiga tanah dan ladangnya untuk penduduk Demak. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat Pajang melakukan pemberontakan di Pajang.[12]
Pemberontakan tersebut dilakukan karena Arya Pangiri membatasi kegiatan penduduk Pajang dari kegiatan pertanian sampai kegiatan pemerintahan. Karena merasa terancam akan pemberontakan tersebut, maka sebagian masyarakat pindah ke Jipang untuk mengabdikan diri kepada Pangeran Benawa. Masyarakat Pajang yang pindah ke Jipang melaporkan kepada Pangeran Benawa apa saja yang telah dilakukan oleh Arya Pangiri selama memimpin Pajang. Pangeran Benawa membuat keputusan untuk melakukan perlawanan terhadap Arya Pangiri, karena tidak terima daerah Pajang diperlakukan seperti itu oleh Arya Pangiri.[13]

c.       Benawa
Pangeran Benawa adalah putra kandung dari Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa merupakan sultan ke-3 di Kesultanan Pajang. Sebelum naik takhta menjadi Sultan Pajang, Pangeran Benawa bertugas sebagai adipati Jipang. Selama Pangeran Benawa menjadi adipati di Jipang, Pajang dipimpin oleh Sultan Ngawantipuro. Karena melihat berbagai hal yang dilakukan Sultan Pajang tidak mensejahterakan penduduk Pajang, Pangeran Benawa ingin melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Sultan Ngawantipuro. Pangeran Benawa meminta bantuan kepada Senopati Ing Alaga untuk menyerang Pajang. Senopati Ing Alaga menyetujui penyerangan yang dilakukan oleh adik tirinya tersebut.[14]
Kabar akan penyerangan Pajang oleh Pangeran Benawa dan Senopati Ing Alaga sudah sampai ke telinga Sultan Ngawantipuro. Sultan Ngawatipuro memerintahkan para budak untuk menyiapkan peralatan perang. Pada hari penyerangan, banyak pasukan Pajang yang menjadi pasukan Pangeran Benawa dan Senopati Ing Alaga. Pasukan Demak yang mendukung Sultan Ngawantipuro banyak yang tewas, sehingga Sultan Ngawantipuro mengaku kalah. Sebagai hukumannya, Sultan Ngawantipuro dikembalikan ke Demak beserta keluarganya. Senopati Ing Alaga melantik Pangeran Benawa menjadi Sultan Pajang dengan gelar Sultan Prabuwijaya.[15]
D.    Masa Kejayaan
            Kerajaan Pajang mencapai masa kejayaannya ketika dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya. Beliau memindahkan kekuasaan Kesultanan Demak di daerah pesisir pantai utara Jawa ke Kesultanan Pajang yang berada di pedalaman Jawa bagian selatan. Melakukan penaklukan daerah seperti Blora pada tahun 1554 M, Kediri pada tahun 1557, Wirasaba dan Blora pada tahun 1570 M. Sultan Pajang menundukkan daerah Blora karena Blora merupakan daerah perbatasan antara Kesultanan Pajang dengan Kerajaan Surabaya. Sultan Pajang beralasan Blora adalah daerah kekuasaan Pajang, sedangkan Kerajaan Surabaya telah menempatkan bupatinya di Blora. Hal ini menyebabkan konflik antara Kesultanan Pajang dengan Kerajaan Surabaya[16]
Dalam rangka mengonsolidasikan kekuasaannya, Raja Hadiwijaya mengadakan pertemuan dengan para adipati dari Jawa Timur yang dulu setia dengan Demak di Giri Kedaton, diprakasai oleh Sunan Prapen. Pada saat itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang sebagai Kesultanan Islam terpenting di Jawa. Sebagai ikatan politik, Panjiwiryakrama dari Surabaya dinikahkan dengan putri Raja Hadiwijaya. Panembahan Lemah Dhuwur dari Madura juga diambil sebagai menantu, secara tidak langsung Madura tunduk kepada Pajang.[17]

E.     Ulama-ulama Penyebar Islam
Sebelum mendapat pengaruh Islam, daerah Pajang menganut agama Budha. Pada masa itu daerah Pajang dipimpin oleh Adipati Jayaningrat. Daerah Pajang baru mendapat pengaruh Islam setelah Adipati Jayaningrat meninggal dunia. Kemudian Pajang dipimpin oleh Ki Kebo Kenanga, Ki Kebo Kenanga sudah beragama Islam dan sudah mengadakan sholat Jum’at di Pajang. Ki Kebo Kenanga membawa ajaran agama Islam yang diajarkan oleh Syek Siti Jenar. Syekh Siti Jenar merupakan salah satu tokoh penting dalam penyebaran Islam di Jawa. Syek Siti Jenar membawa ajaran manunggaling kawula gusti. Ajaran tersebut dinilai oleh para wali dinilai melenceng dari paham yang seharusnya diajarkan. Syek Siti Jenar akhirnya dihukum mati karena menolak untuk berhenti mengajarkan pahamnya tersebut.[18]
Sunan Kalijaga merupakan salah satu sunan yang memiliki peran besar dalam penyebaran agama Islam di Jawa, terutama Pajang. Beliau merupakan murid dari Syek Siti Jenar, dimana ajarannya mengenai manunggaling kawula gusti. Sunan Kalijaga menyebarkan agama Islam dengan cara pengalaman hidup sehari-hari.  Seperti mengadakan peringatan Maulud Nabi dengan upacara Grebeg Mulud, Upacara Sekaten yang dilaksanakan satu tahun sekali untuk mengajak masyarakat Jawa masuk Islam. Sunan Kalijaga melakukan  penterjemahan doa-doa ke dalam bahasa Jawa, agar lebih mudah dimengerti oleh masyarakat Jawa. Salah satu doanya adalah Rumeksa ing Wengi, doa pada malam hari yang dipercaya dapat menyembuhkan dan melindungi ketika tidur di malam hari.[19]
Secara umum metode pendakwahan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga memiliki kemiripan dengan metode yang digunakan oleh Syek Siti Jenar. Sunan Kalijaga merupakan salah satu murid dari Syekh Siti Jenar, sehingga metode yang digunakan memiliki cara yang sama. Dengan cara menggunakan kesenian khas daerah tersebut tanpa merusak unsur aslinya, cara ini berhasil untuk membujuk penduduk daerah Pajang memeluk agama Islam. Hal ini didukung oleh pemimpin daerah Pajang yang juga murid dari Sunan Kalijaga sehingga pengajaran agama Islam  lebih aman dan terjaga di daerah Pajang.[20]

September 27, 2015

Perayaan Summer Solstice



Perayaan Summer Solstice

Apakah kalian tahu mengapa siang hari lebih lama saat musim panas?
Ternyata pola perputaran bumi pada porosnya menyebabkan sebagian kawasan mengalami siang yang lebih panjang. Keadaan selama musim panas ini dikenal dengan istilah Summer Solstice atau midsummer. Momen ini berlangsung antara 21-24 Juni dan disambt dengan berbagai perayaan diseluruh dunia.

Negara-negara Eropa Utara seperti Swedia, Norwegia dan Finlandia, pada saat Summer Solstice mengalami siang yang cukup lama bahkan matahari tidak terbenam sama sekali. Masyarakat Eropa Utara merayakan momen midsummer ini dengan mengadakan acara seperti berkumpul bersama keluarga dan maypole dancing sambil menikmati acar ikan hering.

Masyarakat Inggris merayakan Summer Solstice dengan cara mengunjungi situs purbakala Stonehenge sambil melihat matahari pagi di antara dua batu besar Stonehenge. Konon, saat itu kekuatan peri sedang dalam keadaan penuh.

Beberapa negara bagian Amerika, merayakan Summer Solstice dengan mengadakan kegiatan peduli lingkungan hidup, seperti misalnya menggunakan cahaya alami dari matahari sebagai sumber energi dan berkumpul bersama keluarga.

Kebudayaan Cina kuno, summer Solstice disambut dengan upacara untuk menghormati bumi, feminitas dan kekuatan Yin.

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts