KARAKTER BANGSA ARAB
Pendahuluan
Karakter
bangsa dalam antropologi (khususnya masa lampau) dipandang sebagai tata nilai budaya dan keyakinan yang
mengejawantah dalam kebudayaan suatu masyarakat dan
memancarkan ciri-ciri khas keluar sehingga dapat ditanggapi orang luar sebagai kepribadian masyarakat
tersebut[1].
Istilah Arab merupakan
symbol yang menunjukkan esensi dan keberadaan sebuah bangsa dengan kebesarannya
pada masanya.Istilah ini telah memberikan gambaran yang jelas bahwasaanya kata
Arab berasal dari bahasa yang digunakan oleh sebuah komunitas dalam sarana
komunikasi mereka yaitu bahasa Arab.Dalam kamus al-munjid disebutkan
bahwasannya ‘Arab atau ‘Aruba berarti orang yang menggunakan bahasa Arab dengan
fasih.[2]
Di
samping itu terdapat definisi lain tentang kata ‘Arab, di mana menurut bahasa,
‘Arab artinya adalah padang pasir, tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya. Sebutan dengan istilah ini sudah diberikan
sejak dahulu kala kepada jazirah Arab, sebagaimana sebutan yang diberikan kepada
suatu kaum yang disesuaikan dengan daerah tertentu atau nama dari leluhur
terdahulu, lalu mereka menjadikan namanya sebagai tempat tinggal.[2] Hal ini sesuai dengan pengertian kata ‘Arab
sebagaimana disebutkan dalam al-munjid bahwasannya kata ‘Urbu dan ‘Arab
memiliki arti sekumpulan kaum yang memiliki tempat tinggal seperti wilayah yang
berada di sebelah timur dari laut merah.[3]
Menurut
seorang penulis Al-Balādhurī, tulisan Arab yang pada akhirnya menunjukkan
esensi istilah Arab berasal dari tulisan bahasa Syiria yang terdapat di kota
Lakhmid ibu kota kerajaan Al-Hīrah. Dari kota tersebut tulisan itu dibawa Bishr
Ibn ‘Abdul Malik dan mengajarkannya kepada penduduk di kota Makkah. Namun
disebutkan juga dalam literature yang berbeda bahwasannya tulisan Arab yang
merupakan representasi dari bahasa Arab itu sendiri berasal dari Aramik yang
berasal dari Kushif Nabatea.[4]
Secara sederhana, terminologi Arab hanya didefinisikan bagi mereka yang bisa
berbahasa Arab sebagai bahasa ibu
Dari
telaah linguistic historis ini dapat disimpulkan bahwasannya istilah ‘Arab
mengandung dua pengertian utama yaitu ‘Arab sebagai konsepsi kebahasaan yang
menunjukkan bahasa komunikasi sebuah masyarakat tertentu (‘Arab) yang
selanjutnya dijadikan sebagai identitas kebangsaan bagi masyarakat bahasa
tersebut. Dan yang kedua, ‘Arab sebagai sebuah wilayah kekuasaan bagi komunitas
tertentu (‘Arab) yang memiliki kekhususan secara demografis dan topografis dan
menunjukkan identitas bagi penduduk yang berdiam di wilayah tersebut.
Berangkat
dari diskripsi istilah kata ‘Arab di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
bangsa Arab merupakan sebuah group etnik yang memiliki bahasa komunikasi
sendiri yaitu bahasa Arab dan mendiami suatu wilayah yang disebut ‘Arab sebagai
tempat tinggalnya. Bangsa Arab merupakan bangsa yang mendiami wilayah
semenanjung Arabia dan merupakan penduduk asli jazirah Arab.[5] Diskripsi modern menyatakan bangsa Arab ini (Arab: عرب) sebagai sebuah grup etnik yang heterogen yang berada sepanjang
Timur Tengah dan Afrika Utara.[5]
Habib Hassan Touma mengungkapkan bahwa orang Arab atau bangsa
‘Arab ialah “orang yang memiliki kebangsaan Arab, yang memakai bahasa Arab, dan
memiliki pengetahuan tentang Arab secara keseluruhan.Sementara itu Liga Arab pada tahun 1946 menyatakan bahwa orang Arab ialah “yang memiliki kebangsaan negara di
dunia Arab, berbahasa dan menuturkan bahasa Arab dan peduli terhadap nasib
bangsa Arab”.[6]
Kepemilikan akan unsur kesatuan
sebagai masyarakat Arab atau yang mempunyai karakteristik tersendiri dan
karakter yang membuatnya berkembang dan bergerak secara keseluruhan masih
dipertanyakan.Sebelum kita berbicara tentang unsur-unsur masyarakat, seharusnya
kita menunjukkan apa yang dimaksud oleh para ilmuwan sosiologi dengan arti dari
kata masyarakat, sehingga jelas bagi kitakerangka yang diungkapkan oleh lafal
masyarakat tersebut. Berdasarkan kerangka tersebut kita dapat menjelaskan
ketersediaan unsur-unsur ini dalam masyarakat Arab.
Para ilmuwan sosiologi mengartikan
kata masyarakatdengan: sekelompok individu atau kumpulan yang bertempattinggal
di sebidang tanah tertentu dan terikat oleh sejarah yangpanjang, interaksi,
pengaruh yang bergantian, kebiasaan dantradisi kolektif, dan didominasi
semangat yang sama, harapan dancita-cita yang sama yang bertujuan untuk
mewujudkannya.
Berdasarkan konsep ini, kita dapat
menentukan 3 (tiga) aspek pokok yang dapat membentuk unsur masyarakat yaitu:
(1) unsur geografi (2) unsur sejarah, (3) unsur budaya. Berikut ini akan kita
bahas beberapa unsur budaya yang berpengaruh nyata dalam memperkokoh kesatuan
pikir dan rasa dalam masyarakat Arab yaitu Bahasa, Agama Islam dan Adat
Istiadat.
Mempelajari
kultur Arab berarti melakukan sebuah upaya ganda. Pertama, menanggalkan
pandangan-oandangan statis dan terlalu simplistis yang telah menuntun pemikiran
Barat.Kedua, mempelajari kembali dengan mengikuti pendekatan dinamis dan
analitis terhadap realitas yang kompleks. Orientalis Barat memandang bahwa
kultur Arab merupakan kultur yang konstan. Kultur di sini terdiri dari tiga
elemen dasar: nilai, ekspresi diri, dan pengetahuan.
Kultur menurut pandangan perspektif
seorang nasionalis kultur terbagi menjadi dua, yaitu nasionalis secara
universal dan semi nasional. Kultur menurut perbedaan kelas terdiri dari kultur
tinggi, massa atau masyarakat, bourjouis atau orang menengah atas, elitis atau kalangan atas, petani, pekerja,
resmi atau PNS, popular atau artis dsb.
Kultur menurut bidang akademik yaitu kultur saintifik, literer, politik,
materialis dan spriritual Kultur dalam masyarakat yaitu badui, desa, urban atau
kota, tradisonal, modern, kultur asli atau pinjaman
Kultur adalah jalan hidup khas suatu
masyarakat yang terkadang dicirikan oleh adanya keseragaman.Kultur ditujukan
untuk mengatur aksi dan relasi antar manusia serta melestarikan/mengubah
tatanan yang berlaku. Bangsa arab sendiri memiliki jenis 3 kultur yaitu Kultur
dominan merupakan sesuatu yang paling umum dan tersebar luas. Sub kultur adalah
sesuatu yang dimiliki komunitas dan kelas tertentu contoh bangsawan. Counter
kultur meruapakan sesuatu yang dimiliki oleh masyarakat teralienasi atau
terbuang dan teradikalisasi atau menginginkan perubahan
Banyak pendekatan yang bisa dilakukan untuk mempelajari
mengenai Karakter Nasional bangsa Arab. Diantaranya: Rapal Patai (pendekatan
statis). Menurut Patai, karakter nasional adalah seluruh motif, sifat,
kepercayaan, dan nilai-nilai yang plural dalm sebauh populasi nasional.
Sehingga Patai mengasumsikan bahwa bangasa arab adalah sebuah bangsa yang
homogen sedangkan kawasan Timur Tengah meski dihuni oleh mosaik manusia tetap berasal dari kultur yang identik.
Ada
distorsi yang menyertai pendekatan Patai antara Arab dan Islam.Ia menganggap
bahwa Islam sebagai kekuatan eksternal yang membentuk masyarakat dan bukan
dibentuk oleh masyarakat. Dari pendekatan yang dilakukan oleh Patai ada
beberapa hal yang dimengerti dari masyarakat Arab diantaranya: bagi orang arab
kefasihan berbahasa adalah salah satu hal yang berhubungan dengan maskulinitas.
Patai
pun membuat teori bahwa orang Arab adalah orang yang loyal terhadap kelompok
dan memusuhi individu dari kelompok lain. Patai pun menyampaikan bahwa pada
abad ke 13 dan ke 14 orang-orang yang terpelajar telah menyadari adanya bukan
hanya sebuah karakter nasional, namun juga perbedaan karakte orang-orang Arab
yang menghuni berbagai macam negara.
Adapun
orang lain yang menggambarkan karakter nasional bangsa arab yaitu Morroe
Berger. Berger bahkan menyatakan kebencian terhadap bangsa Arab dengan berbagai
stereotip.ada kutipan kalimat yang dituliskan Berger “bangsa arab
memperlihatkan ekspresi sebagai sebuah bangsa yang mengutuki dirinya sendiri dan yang terluka harga dirinya”. Hal ini
dituliskan ketika bangsa Arab terkungkung dengan kolonialisme.
Tokoh
lainnya yang mengemukakan pendapatnya mengenai karakter nasional bangsa Arab
yaitu Hamed Ammar. Pandangan Hamed Ammar yang terkenal yaitu mengenai
“kepribadian Fahlawi”. Ada beberapa tipikal dari kepribadian ini yaitu:
kecepatan beradaptasi dengan berbagai macam situasi baru, tidak emosional,
kecendrungan melebih-lebihkan diri dan menutupi kerendahan diri, keinginan
ingin mencapai cita-cita dengan jalan yang relatif pendek.
Pandangan
kritis lainnya pun diutarakan oleh Hichem Djait yang analisisnya mengenai
kepribadian Tunisia dibuat berdasarkan konsep kepribadian dasar Kardnerian,
seperti: pemujaan terhadap kekuasaan dan otoritas, merasa jijik pada kaum
lemah, serta merasa takut sekaligus jijik pada perempuan, agresif, fatalis,
gemar kepada sihir, dan lemahnya super ego.
Fuad
Mughrabi melakukan kritikan-kritikan terhadap studi yang dilakukan dalm
meneliti karakter nasional bangsa Arab.Studi-studi yang dilakukan oleh beberapa
tokoh di atas dianggap gagal meneliti keberagaman dan transisi yang terjadi di
dalam masyarakat Arab. Dan Ia pun melakukan kritik terhadap para tokoh di atas
yang melakukan penelitian dan mengambil kesimpulan menurut perspektif Arab.
Sayyid
Yasin menilai bahwa karakteristik-karakteristik yang dibuat oleh para
orientalis Israel di atas adalah sebuah distorsi terhadap citra bangsa Arab.Ia
melihat bahwa pemikiran Barat mengenai karakter nasional bangsa Arab hanya berfokus
pada hal-hal negatif. Sayyid yasin mendefinisikan konsep kepribadian nasional
sebagai karakteristik psikologis, sosial, dan peradaban yang khusus dan terus
dalam sebuah bangsa.
[4] Di sisi lain,
ahli filologi Arab abad kesebelas, Ibnu Faris mengatakan bahwasannya
tulisan dan istilah Arab merupakan Hadarat Ilahi. Di mana tuhan telah
mengajarkan setiap huruf kepada Adam bersama dengan tanda baca vocal dan Ilmu
‘Arudh (prosodi). Lihat: Anwar. G. Chejne, Bahasa Arab Dan Perannanya Dalam
Sejarah, terj. oleh: Aliudin Mahjudin, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1994), hlm: 31.
[5] Ahmad Amin, Fajri Al Islam, (Singapura:
Sulaiman Mar’i, 1965), hlm: 1
http://kajiantimurtengah.wordpress.com/2010/12/04/masyarakat-arab-tinjauan-sosiologis/
[1]Ade
Armando, dkk. Refleksi Karakter Bangsa. Forum Kajian Antropologi Indonesia.
Jakarta. 2008.hal 8
[2]Lewis
Ma’luf, Al Munjīd Fi Al-Lughah Wa Al-A’lām, At-Thaba’ah Al-Jadīdah
Al-Munaqqahah, Cetakan ke-38, (Beirut: Dār Al-Masyriq, 2000), hlm: 495
[3]http://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa_Arab.
diakses pada hari sabtu, 20 oktober 2010
[4]Lewis
Ma’luf, Al Munjīd Fi Al-Lughah Wa Al-A’lām, At-Thaba’ah Al-Jadīdah
Al-Munaqqahah, (Beirut: Dār al-Masyriq, 1986) hlm: 395. Di samping itu
disebutkan bahwa istilah Arab menunjukkan sekumpulan atau sekelompok masyarakat
nomaden yang disebut A’rāb.Kata A’rāb berasal dari istilah bangsa Asiria
terhadap bangsa-bangsa yang pernah mereka taklukkan. Apabila ditinjau lebih
lanjut, Al-Qur’an tidak memakai kata
A’arāb, tapi hanya menggunakan kata sifatnya yaitu A’rabiyyūn. Al-Qur’an
kemudian menjadi contoh yang sempurna bagi al-A’rabiyya, bahasa Arab. Kata
benda netral A’arāb berhubungan suku Badui Quraisy yang melawan Nabi Muhammad
SAW, contohnya pada surat At-Taubah, A’arābu Ašaddu kufrān wa nifāqān “Mereka
(suku Quraisy) semakin kafir dan nifaq”. Berdasarkan terminologi Islam, kata
A’arāb menunjukkan bahasa, dan A’arāb untuk kaum Arab Badui.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa_Arab, 1996), diakses pada hari Sabtu, 20
oktober 2010
[5]Kata
Arab sebagai identitas bangsa pertama kali muncul pada abad ke 9 sebelum masehi
yang menunjukkan ke-heterogenitasnya Bangsa Arab yang tidal selalu terdiri dari
orang-orang yang beragama Islam, tapi juga orang yang beragama Kristen dan
Yahudi. Beberapa buktinya ialah perabadan Nabath yang didirikan oleh bangsa
Arab beragama Kristen. (http://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa_Arab, 1996),
diakses pada hari Sabtu, 20 oktober 2010
[6](http://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa_Arab,
1996), diakses pada hari sabtu, 20 oktober 2010