May 6, 2019

TOKOH TOKOH TANZIMAT

TANZIMAT DI TURKI
oleh Laila Kholidah

Gerakan Tanzimat melahirkan sejumlah tokoh pembaru dalam bidang pemerintahan, hokum, administrasi, pendidikan, keuangan, perdagangan dan sebagainya. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Mustafa Rasyid Pasya (1800-1858), Mehmet Sadik Rifat Pasya (1807-1856), Mustafa Sami’ (Wafat 1855), Ali Pasya (1815-1871), dan Fuad Pasya (1815-1869).

·         Mustafa Rasyid Pasya (1800-1858)
Pemuka utama dari pembaharuan di zaman Tanzimat ialah Mustafa Rasyid Pasya, ia lahir di Istanbul pada tahun 1800. Ia memperoleh pendidikan di Madrasah kemudian menjadi pegawai pemerintah. Mustafa Rasyid Pasya pada tahun 1834 diangkat menjadi Duta Besar untuk daerah Perancis. Selain itu, ia juga pernah diangkat menjadi Duta Besar Kerajaan Utsmani di beberapa negara lain. Oleh karena itu, ia merekam faktor-faktor kemajuan di negara-negara Barat. Setelah itu ia dipanggil pulang untuk menjadi Menteri Luar Negeri dan pada akhirnya ia diangkat menjadi perdana Menteri. Usaha pembaharuannya yang terpenting ialah sentralisasi pemerintahan dan modernisasi angkatan bersenjata pada tahun 1839.
Lihat juga : KELUARGA VERSI ARAB

TANZIMAT DI TURKI

TANZIMAT DI TURKI
oleh Laila Kholidah

Awal Munculnya Tanzimat

Pada masa itu, ekspansi Barat mulai melanda dunia Islam. Setelah mengincar daerah-daerah yang berada di pinggiran wilayah Islam, mereka juga mulai mengarahkan sasarannya ke pusat kekuasaan Islam. Sebagai kekuatan utama Islma, Turki Utsmani pun termasuk wilayah sasaran Barat. Turki mulai kehilangan pengaruh dan kekuasaannya di Balkan dan Eropa Timur. Selain itu, Serbia, Yunani, Moldavia, dan Rumania berhasil mendapatkan hak otonomi penuh untuk mengatur wilayahnya sendiri. Setelah itu, Turki Utsmani kehilangan kontrolnya atas wilayah Afrika Utara. Pada Tahun 1831, Aljazair direbut oleh Perancis, kemudian Mesir di bawah pimpinan Muhammad Ali melepaskan diri dari awal abad ke 19. Kemunduran demi kemundeuran dialami oleh Turki Utsmani melahirkan sebuah gerakan perubahan yang kemudian bernama Tanzimat.[1]
Kata Tanzimat berasal dari bahasa arab tanzhimat yang berarti mengatur, menyusun, dan memperbaiki.[2] Secara terminologi tanzimat adalah suatu usaha pembaharuan yang mengatur, menyusun, serta memperbaiki struktur organisasi pemerintahan, sosial, ekonomi dan kebudayaan, Dari segi sejarah, ini dimaksudkan untuk menggambarkan seluruh gerakan pembaharuan yang terjadi di Turki Usmani pada pertengahan abad ke-19, yang dalam artian disini mengembalikan kesultanan Turki seperti semula yang ditakuti dan disegani baik lawan maupun kawan, padanan kata tanzimat sendiri dalam bahasa Inggris yaitu reform yang bermakna “gerakan pembaharuan”[3] istilah tanzimat berkonotasi pada penataan kembali struktur kemasyarakatan dan kenegaraan Turki Usmani agar menjadi kembali atau menjadi lebih baik, tanpa mengadakan perubahan, penggantian atau penghapusan bagian – bagian yang fundamental dari struktur kemasyarakatan dan kenegaraanya itu sendiri. Namun dalam prakteknya, gerakan tanzimat ini juga menyentuh hal-hal yang mendasar seperti yang terlihat dalam penggantian elemen-elemen fundamental keislaman dengan elemen-elemen yang berasal dari barat.
Gerakan pembaharuan ini bergerak di tiga bidang utama, yaitu sosial, politik, dan kemiliteran, dengan tujuan utama untuk mengembalikan kekuasaan dan pengaruh kesultanan Turki Usmani. Tujuan tersebut kemudian diimplementasikan dengan penggantian sistem-sistem tradisional milik Turki Usmani dengan sistem baru yang berasal dari negara-negara Eropa. Melalui sentralisasi pemerintahan, reformasi sistem administrasi dan kemiliteran, serta sekularisasi sistem sosial budaya,[4] gerakan pembaharuan ini membawa kesultanan Turki Usmani menuju sebuah wajah baru yang lebih modern, dan liberal. Namun, krisis multidimensi yang menjadi sasaran utama perubahan tidak berhasil diperbaiki oleh gerakan pembaharuan ini. Tanzimat tidak hanya terjadi sekali, melainkan gerakan yang terjadi secara sambung-menyambung mulai dari masa Sultan Selim III.[5]


[1] Antonio. 2012. Ensiklopedia Peradaban Islam; Istambul, Vol. 7. Jakarta: Tazkia Publishing, hlm. 171-172.
[2]Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam. 1975. Jakarta: Bulan Bintang. Hal 97
[3] Echols, John. Kamus Inggris-Indonesia. 1976. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 473
[4] Andersen, Roy. Seibert, Robert. Wagner, Jon. Politics and Change in the Middle East: Souces of conflict and accomodation. 1982. USA: Englewood Cliffs. Hal. 61
[5] Jamil, Madya Fadlullah. Islam di Asia Barat Modern. 2000. Selangor: Thinker’s Librarys. Hal 124

TURKI USTMANI

TURKI USTMANI
oleh Laila Kholidah


Runtuhnya Turki Utsmani
Kemunduran Turki Utsmani berawal setelah wafatnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni pada tahun 1566. Raja-raja yang menggantikan Sultan Sulaiman Al-Qanuni tidak mampu mempertahankan kejayaan Turki Utsmani yang telah dicapai sebelumnya. Kondisi lemah tersebut dimanfaatkan oleh Negara-negara Eropa untuk melakukan ekspansi ke dunia Islam, yang mencapai puncaknya pada awal abad ke-20, ketika terjadi Perang Dunia I. perang Dunia I berlangsung pada tahun 1914-1918. Perang Dunia I pada intinya merupakan konflik di antara Negara-negara Eropa. Akan tetapi, perang ini meluas ke benua lain, karena itu disebut Perang Dunia. Salah satu penyebab terjadinya Perang Dunia adalah persaingan di antara Negara-negara Eropa untuk menguasai wilayah-wilayah kekuasaan Turki Utsmani, terutama kawasan Balkan yang dihuni oleh berbagai bangsa dan kelompok yang sebagian besar beragama Islam. Mereka adalah kekaisaran Rusia, monarki Austria-Hungaria, Kerajaan Inggris (Britania Raya dan Irlandia Utara), Kerajaan Italia, dan Republik Perancis. [1]
Banyak faktor yang menyebabkan Turki Utsmani mengalami kemunduran dan kehancuran, antara lain: wilayah yang terlalu luas sehingga sulit untuk diatur dengan baik; timbulnya berbagai ketidakadilan; praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela; banyak terjadi perampokan dan berbagai tindak kejahatan.  Selain itu, peperangan antara Turki Utsmani dan Negara-negara Eropa setelah era Sultan Sulaiman al-Qanuni menambah buruk situasi yang ada. Peperangan tersebut berlangsung lama dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit, hal ini membuat keuangan Negara tidak stabil,
Selain kekalahan dari koalisi Eropa, Pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh penguasa-penguasa Arab turut pula meempercepat runtuhnya Turki Utsmani. Diantara pemberontakan tersebut adalah gerakan Wahabi di Semenanjung Arab. Gerakan ini dipimpin oleh Muhammad bin Abd Wahhab (1703-1787). Pada awalnya, kaum Wahabi tidak bermaksud menegakkan kekuasaan politik, tetapi ingin memurnikan ajaran tauhid sebagai mana yangn terkandung di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Pemberontakan lain dilakukan oleh Fakhruddin, seorang pemimpin Druze di Libanon, dan pemberontakan yang dilakukan orang-orang Mamluk di Mesir. Yang mencoba bangkit ketika Turki Utsmani berperang melawan Negara-negara Eropa.


[1] Antonio. 2012. Ensiklopedia Peradaban Islam; Istambul, Vol. 7. Jakarta: Tazkia Publishing, hlm. 158.

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts