September 25, 2017

UPAYA PARA LINGUISTIK DALAM PENELITIAN BAHASA SEMIT

UPAYA PARA LINGUISTIK DALAM PENELITIAN
BAHASA SEMIT

BAB I
PENDAHULUAN
            Bangsa-bangsa Semit di dunia meliputi bangsa Aramiyah, Finiqiyah, ‘Ibariyah, Arabiyah, Yamaniyah, Babiliyah, dan beberapa bangsa yang merupakan keturunan dari bangsa-bangsa tersebut. Dalam bangsa-bangsa Semit tersebut melahirkan berbagai bahasa-bahasa Semit yang sudah ada dari ribuan tahun silam. Bahasa Semit diambil dari kata Sam (anak nabi Nuh AS), sehingga pada waktu itu bahasa ini menyebar ke berbagai belahan dunia. Hal ini yang menyebabkan para peneliti ingin meneliti tentang keberadaan bahasa Semit, ciri-ciri diantara setiap bahasa Semit, dan pengguna dari bahasa Semit. Diantara peneliti tersebut adalah Schlozer, Noldeke, Renan, dan Sibawaih.
             Dalam penelitian itu dapat terlihat dari arah politik, budaya, geografi, perkembangan zaman dan hubungan kekerabatan yang saling terkait diantara bangsa-bangsa tersebut. Seperti bangsa ‘Ibariyah dan bangsa Aramia mempunyai hubungan kekerabatan dengan bangsa Arabiyah. Begitu juga sejarah mencatat masuknya bangsa Finiqiyyah dalam jajaran bangsa Semit dilihat dari arah politik. Dalam perkembangan zaman, dapat terlihat antara bahasa Amiyah dan bahasa Fusha. Pada dasarnya bahasa Fusha merupakan bahasa resmi Arab, kemudian karena perkembangan zaman dan keinginan masyarakat untuk mempermudah pengucapan bahasa maka terbentuklah bahasa Amiyah dan digunakan di kalangan masyarakat Arab.
            Dalam bahasa-bahasa Semit terdapat perbedaan baik dalam pengucapan, penulisan, dan pengguna bahasa Semit itu. Para peneliti mencoba membandingkan antara bahasa-bahasa Semit seperti antara bahasa Arab, bahasa Ibrani, Aramia, dan bahasa Suryaniyah. Dari bahasa-bahasa itu timbulah pertanyaan, Metode apa yang digunakan dalam melakukan penelitian bahasa Semit? Apa kesamaan dari bahasa-bahasa diatas? Apakah terjadi pertumbuhan kosakata baru dalam bahasa Arab? Apakah terjadi perubahan bentuk dalam bahasa Semit?

  
BAB II
ISI
1.                  Linguistik Modern
Para linguis Arab meneliti hubungan antara bahasa-bahasa Semit, yaitu hubungan antara bahasa Arab dengan rumpun bahasa-bahasa Semit yang lain. Dalam penelitian itu, para linguis Arab menggunakan linguistik modern. Linguistik merupakan kajian bahasa secara alamiah. Para linguis menggunakan macam-macam linguistik modern, yaitu linguistik komparatif, linguistik deskriptif, dan linguistik historis.
1.1       Linguistik Komparatif
Dalam linguistik komparatif (perbandingan), Suatu kajian bahasa yang mengambil objek dua bahasa atau lebih yang berasal dari satu rumpun.. Pada abad ke-19, para linguis membagi berbagai bahasa ke dalam rumpun-rumpun bahasa, seperti para linguis Eropa telah mengenal bahwa bahasa Arab berasal dari rumpun bahasa Semit yang juga mencakup bahasa Ibrani, bahasa Aramea, bahasa Akadia, dan bahasa Habsyi. Para linguis dapat membagi berbagai bahasa ke dalam rumpun-rumpun bahasa dengan membandingkan bahasa-bahasa ini dan menemukan aspek-aspek kesamaan di antara bahasa-bahasa itu dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Dari aspek-aspek kesamaan di antara sejumlah bahasa, mengungkapkan bahwa bahasa-bahasa itu berasal dari pangkal yang sama. Oleh karena itu, para linguis menyimpulkan bahwa bahasa itu adalah bahasa-bahasa yang membentuk satu rumpun bahasa dan berasal dari bahasa pangkal yang sama. Jadi, Linguistik komparatif membandingkan bahasa Akadis, bahasa Ugarit, bahasa Ibrani, bahasa Fenesia, bahasa Aramea, bahasa Arab Selatan, bahasa Ibrani Utara, dan bahasa Habsyi. Sebagai contoh, studi banding antara bahasa Arab dengan bahasa Ibrani yang kedua-duanya sama-sama termasuk rumpun bahasa semit. Dimana dalam bahasa Arab terdapat kata اللسان dan dalam bahasa Ibrani terdapat kata لاشون.Metode yang ketiga bernama Metode Deskriptif yang merupakan Suatu bentuk kajian bahasa secara ilmiah mengambil tataran bahasa atau dialek tertentu baik dari aspek bunyi, kata, kalimat, atau makna pada kurun waktu dan tempat tertentu pula. Dari metode ini bisa diambil contoh dari bahasa Fushah dan bahasa Amiyah dimana kedua bahasa ini mulai berbeda pengucapan yaitu antara Kata الْعِنَب (anggur) menjadi الْعِيْنَب.


1.2       Linguistik Deskritif
Linguistik deskriptif mengkaji secara ilmiah satu bahasa atau satu dialek pada masa tertentu dan tempat tertentu. Teori yang di buat oleh De Saussure tentang kemungkinan untuk mengkaji bahasa secara deskriptif atau historis, membuat para linguis menaruh perhatian terhadap metode deskriptif di seluruh penjuru dunia. Linguistik deskriptif mengkaji suatu konstruksi bahasa atau suatu dialek. Setiap bahasa dan setiap dialek tersusun dari bunyi-bunyi bahasa yang tersusun dalam katakata; dari kata-kata itu tersusunlah kalimat untuk menyatakan berbagai makna. Perbedaan antara bahasa dan dialek merupakan perbedaan peradaban yang tidak lahir dari konstruksi bahasa. Akan tetapi ia didasarkan pada asas bidang-bidang pemakaian. Pemakaian dalam bidang budaya dan ilmu menjadikan tataran bahasa yang dipakai itu sebagai sebuah bahasa. Metode deskriptif dapat diterapkan dalam menganalisis konstruksi suatu bahasa atau suatu dialek baik dari aspek bunyi, kata, kalimat atau makna pada kurun waktu dan tempat tertentu.
Dari metode ini bisa diambil contoh dari bahasa Fushah dan bahasa Amiyah dimana kedua bahasa ini mulai berbeda pengucapan yaitu antara Kata الْعِنَب (anggur) menjadi الْعِيْنَب. Kedua bahasa itu merupakan satu rumpun yang berbeda karena perbedaan kawasan yang dihuni. Dimana perubahan bahasa Arab Amiyah berbeda jauh dari bahasa aslinya. Sebagai contoh kata السَّوْط (cambuk) menjadi اِسْطَوْط , kata ثَلاَثَةُ دَنَانِيْر  (tiga dinar) menjadi ثَلْثَدَّا. Dalam pemakaian kedua bahasa ini bisa dilihat dari letak geografis seperti di daerah atau desa di Arab dimana mereka menggunakan bahasa Arab Fushah sedangkan di perkotaan, masyarakat lebih senang memakai bahasa Amiyah yang mudah untuk diucapkan.Faktor yang lain adalah karena kesalahan pelafalan manusia seiring dengan perkembangan zaman. Padahal tadinya satu bahasa. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam Suhaili tentang hubungan antara bahasa Arab dengan bahasa Suryania. Beliau mengatakan: “Sesungguhnya terdapat banyak kemiripan bahkan kesamaan antara bahasa Suryania dan bahasa Arab.”
1.3       Linguistik Historis
Linguistik historis mengkaji perkembangan (sejarah) sebuah bahasa. Kajian fonologi historis meliputi kajian perkembangan sistem fonologi bahasa arab fusha. Sementara itu, kajian morfologi historis melalui perkembangan konstruksi morfologi dan sarana pembentukan kosakata dalam bahasa Arab selama beberapa abad. Sedangkan kaijan sintaksis historis meliputi perkembangan jumlah syarthiyah (kalimat syarat) atau jumlah istifham (kalimat tanya) dalam bahasa Arab fusha. Lalu kamus historis yang membukukan sejarah kehidupan setiap kata dalam bahasa itu termasuk teks yang paling klasik yang dibawanya dengan menelusuri perkembangan maknanya lewat perjalanan sejarah merupakan bagian linguistik historis. Sejarah bahasa tidak mengkaji perkembangannya secara struktural dan leksikal saja, melainkan juga mengkaji perkembangannya dan kehidupannya di masyarakat. Maka persebaran salah satu bahasa, kondisi-kondisi, dan pengaruhnya terhadap konstruksi bahasa merupakan bagian dari objek linguistik historis. Hubungan bahasa dengan fungsinya atau berbagai fungsinya pada masyarakat bahasa tentu mempengaruhi kehidupan bahasa. Jadi terdapat perbedaan antara bahasa yang di pakai oleh masyarakat dahulu dengan masyarakat yang hidup sekarang. Sebagai contoh, Dalam sejarah bahasa Arab,  bagaimana keadaan bahasa Arab dalam rentang waktu yang panjang mulai dari masa Jahiliyah sampai masa kini, yaitu dalam masa jahiliyah terdapat penulisan arab atau khat Kufi yang ditulis dalam bentuk kotak dan dalam masa kini mengenal dengan khat naskhi.

2.                  Perubahan dalam Bentuk
Pada abad ke-2, terdapat seorang linguis bernama Sibawaih yang menulis buku yang berjudul “Umda fin Nahwi”, dimana linguis besar itu mengamati bunyi الضاد termasuk bunyi-bunyi yang sulit diucapkan oleh orang-orang Badwi. Di Irak, Sibawaih meneliti tentang pengucapan huruf الضاد yang ternyata tidak dikenal oleh dialek Aramea. Namun pengucapan huruf الضاد dan الظاء diucapkan sama di Irak. Sedangkan bunyi الضاد di Mesir diucapkan seperti الدال. Dari dialek orang Badwi, terdapat perbedaan pengucapan antara huruf القاف menjadi الجاف seperti dalam kalimat: هوقاللي  menjadi هوجاللي. Sementara itu seorang linguis bernama Dozi meneliti berbagai kosakata yang tidak dimiliki oleh bahasa Arab, seperti إجتماء, انفعل, dan wazan yang lainnya yang dimuat dalam kamus yang berjudul kamus Dozi.menurut Dozi, pola  إجتماء belum dikenal dalam Lisanul Arab.
3.                  Kata-Kata Baru
Perkembangan kata-kata baru dalam bahasa arab berguna untuk memperjelas fungsinya. Sebagai contoh wazan فاعل dan wazan مفعول (serta wazan-wazan lainnya, hampir tidak terjadi perubahan bentuk). Akan tetapi perubahan dalam wazan-wazan ini terdapat dalam konstruksi kata-kata baru yang tidak dikenal oleh masyarakat Badwi lama. Perbandingan antara Lisanul Arab dengan kamus Dozy. Pada abad ke-7 H, Lisanul Arab telah memanfaatkan kamus-kamus yang pernah disusun pada fase-fase sebelumnya. Pada abad 4 H Azhari (kamus “Tahdzibul Lughah”) sendiri telah membukukan korpus bahasa di Gurun Sahara. Jadi, sesungguhnya korpus bahasa adalah korpus Badwi dan kebanyakannya merujuk ke abad 2 H. Kamus At-Tahanawi karya ilmuwan Hendi Jalil pada abad 13 H, mengungkapkan peristilahan seni. Bahasa Badwi telah membantu masyarakat peradaban Islam dengan berbagai entri bahasa (kata-kata dasar). Dalam bahasa Badwi terdapat sejumlah pola atau wazan, misalnya wazan انفعل dari entri جمع, yaitu انجمع. Kata itu tidak ada dalam Lisanul ‘Arab, tetapi ia dipakai di Andalusia-Islam. Muqri mengatakan: النفوس على انجمعت.
Namun dalam wazan جمع, tidak mencangkup wazan-wazan yang lain seperti افعنلى , افعنلل , افعوعل , افعال . Pada kata جمع, akan ditemukan kata الجامعة. Kata ini dipakai dalam Lisanul ‘Arab sebagai sifat bagi muannats dan sebagai isim. Sebagai sifat, misalnya, yaitu di dalamnya terkumpul banyak hal. Dan kata الجامعة sebagai isim berarti الغال atau القيد. Ada perbedaan antara pemakaian lama dan pemakaian baru. Kita mengenal الجامعة sekarang sebagai arus politik, yaitu الاسلامية الجامعة sebagai organisasi internasional, seperti الجامعة العربية sebagai lembaga akademik, seperti القاهرة  جامعة sebagai lembaga ilmiah non akademik, seperti  الشعبية الجامعة .
Kemudian pemakaian kata (جماعة) dalam bahasa amiyah sebagai kinayah dari (الزوجة). Ada sejumlah kata yang tidak dikenal dalam bahasa Arab hingga abad 2 dan berasumsi bahwa Lisanul ‘Arab telah memberikan gambaran yang terpercaya. Kata (جمعية) tidak dikenal dalam Lisanul ‘Arab. Pertama kali kata itu kita dapati dalam kamus Dozi. Di bawahnya ia menyebutkan (البلد أهل جمعية) . Akan tetapi sekarang kita menggunakan kata itu secara istilah umum. Demikian juga tentang kata ( اجتماع). Kata ini tidak dikenal dalam Lisanul ‘Arab, tetapi disebutkan oleh Dozi dari Abul Fida dengan arti “pertemuan”. Kemudian dikhususkan oleh At-Tahanawi dalam “Kasysyaf Isthilahat al-Funun” dengan sajian yang panjang lebar. Dia berbicara tentang konsep (اجتماع ) di kalangan ahli astronomi dan kalangan ulama ilmu kalam serta para ahli nahwu. Setiap ilmu ada istilahnya, sekarang apabila kita mengatakan kata (الاجتماع) segera terlintas dalam pikiran kita (اجتماع) adalah pertemuan sekelompok manusia di suatu tempat atau kesepakatan mereka terhadap sesuatu. Di samping itu, sekarang terdapat kata (المجموع) sebagai isim yang berdiri sendiri. Demikian pula kata (مجموعة) sebagai isim lain, tetapi kata itu dahulunya telah dikenal. Kata (المجموعة) dahulunya tidak dikenal sebagai isim yang berdiri sendiri, melainkan sebagai sifat.


4.      Pertumbuhan Kosakata Baru dalam Bahasa Arab
Dalam kitab Al-Fihrasat karya Ibnu Nadim: Asma an Naqalah min al-Lughat ila al-Lisan al-‘Araby. Kata isim adalah kata dalam bahasa Semit klasik yang akan didapatkan dalam satu gambaran atau gambaran lain dalam semua bahasa Semit. Itu dapat ditemukan dalam prasasti-prasasti bahasa Akadia yang tercatat dalam sejarah pada pertengahan 3000 tahun SM. Jadi, kata ini usianya lebih dari 45 abad. Kata ini telah dikaji berdasarkan metode komparatif. Kebanyakan linguis berpendapat bahwa kata itu berasal dari asal tsunai, yaitu (السين) dan (الميم) atau (الشين) dan (الميم). Kemudian setelah itu, kata tersebut berkembang dalam kecenderungan tsulatsi, sedangkan (الألف) yang kita lihat dalam khat Arab tentang kata ini adalah alif washal yang gugur ketika kata itu diucapkan dalam konteks. Bentuk kata yang ada di hadapan kita adalah bentuk jamak taksir. Bentuk jamak taksir merupakan fenomena yang bertalian dengan kelompok bahasa Semit Selatan, dan bahasa Arab Utara, tetapi tidak terdapat dalam bahasa-bahasa Semit klasik di Irak dan Syam. Kata yang kedua dalam frase ini adalah kata (نقلة), yaitu berasal dari entri dalam bahasa Arab (نقل). Dalam kitab Al-Fihrasat karya Ibnu Nadim bahwa pemakaian kata (نقلة ناقل) berarti (مترجمين - مترجم) yang telah dikenal pada abad 4 H.
Ibnu Nadim menyebutkan kata (اللسان) adalah kata yang merujuk ke bahasa Semit yang paling klasik, yaitu termasuk kamus dasar kolektif dalam bahasa-bahasa Semit. Kata ini didorong oleh hijrahnya bahasa Akadia bersamanya. Kata itu lebih dahulu dari 3000 tahun SM. Terdapat perbandingan dalam bahasa-bahasa Semit lainnya apabila menggunakan kata (اللسان), yaitu dalam bahasa Ibrani (لاشون) dan dalam bahasa Aramea (لشان). Ketiga kata itu (لسان - لاشون - لسانا) merupakan satu kata dari segi derivasinya. Huruf (السين) dalam bahasa Arab sepadan dengan huruf (الشين) dalam bahasa Ibrani dan bahasa Aramea. Harakat yang ada sesudah (السين) dalam bahasa Arab adalah fathah thawilah (vokal a panjang), dalam bahasa Ibrani terdapat dhammah thawilah (vokal u panjang) sesudah (الشين). Faktanya fathah thawilah dalam bahasa Arab selalu sepadan dengan dhammah thawilah dalam bahasa-bahasa Kan’an, sedangkan bahasa Ibrani adalah salah satu bahasa Kan’an. Ini juga merupakan kaidah fonologi yang berlaku umum. Dalam bahasa Aramea (لشانا), akan terdapat kata tersebut dengan menggunakan fathah thawilah. Fathah thawilah ini merupakan adawat ta’rif (partikel definit) dalam bahasa Aramea. Kemudian bahasa Arab mengembangkan adawat ta’rif yang sama, yaitu ( ال ) yang masuk pada awal kata, sedangkan bahasa Aramea mengembangkan fathah thawilah yang sama yang melekat pada akhir isim untuk memberikan pengertian ta’rif(definit). Kata-kata (لشانا,لاشون,لسانا) merupakan satu kata secara derivatif; masing-masing memberikan pengertian (اللسان) dengan makna sebagai bagian dari mulut.

Adapun kata (لغة) merujuk kepada asal non bahasa Semit, kata itu termasuk dalam bahasa Yunani (logos); artinya adalah (كلمة) ,(كلام), dan (لغة). Dalam waktu dekat kata itu masuk dalam bahasa Arab. Para linguis Arab, penghimpun bahasa pada abad 2 H telah berbicara tentang bahasa-bahasa kabilah. Bentuk bahasa yang mereka anggap sekunder atau sampingan sering disebut (لغة). mereka juga berbicara tentang bahasa (اللغة) dengan arti istilah yang kita kenal sekarang bagi kata: ( كلام). Mereka mengatakan: (جيدة/فاسدة لغته). Kemudian makna kata ini berubah dalam bahasa Arab sampai menduduki sedikit demi sedikit kata (لسان). 

BAB III
KESIMPULAN
            Penelitian bahasa semit yang dilakukan oleh para peneliti linguistik menemukan kesamaan diantara bahasa-bahasa semit, pertumbuhan kosakata baru dalam bahasa arab, dan perubahan bentuk dalam bahasa arab melalui berbagai metode, yaitu metode komparatif, metode historis, dan metode deskriptif. Dalam menggunakan metode-metode diatas, peneliti berhasil menemukan kesamaan arti dari bahasa-bahasa semit sehingga memudahkan manusia dalam mempelajari bahasa semit. Selain itu peneliti berhasil menemukan pertumbuhan kosakata baru dalam bahasa arab yaitu jamak taksir, hamzal washal, huruf-huruf yang telah ditemukan dari bahasa Akkadia melalui metode komparatif.
            Selanjutnya dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa telah terjadi perubahan bentuk dari dialek-dialek dan bahasa-bahasa di kawasan timur tengah. Hal itu dikarenakan letak geografis dan perkembangan zaman sehingga terjadinya perubahan tersebut. Lalu faktor nomaden yang dilakukan oleh penduduk arab menjadi salah satu dasar terjadinya perubahan. Namun berkat suku Badwi yang menjaga tradisi lisan sehingga memperkaya bahasa arab.
            Akan tetapi dari segi pengumulan artefak-artefak yang mengungkapkan tentang bahasa-bahasa semit terdapat banyak artefak-artefak yang bacaannya banyak yang tidak jelas, dan informasi yang terdapat pada artefak sedikit manfaatnya, karena materi kebahasaannya sangat sedikit. Oleh karena itu perlunya penelitian terhadap bahasa semit secara terus menerus agar menemukan bahasa-bahasa semit yang baru dan memperkaya bahasa-bahasa semit.   

No comments:

Post a Comment

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts