EMPAT DIMENSI TIPE KEPRIBADIAN
Tipe kepribadian ini merupakan hasil pemikiran dari sepasang psikolog ibu dan anak, yaitu Katherine Briggs dan Isabella Myers Briggs. Melalui penelitian yang panjang serta penyempurnaan berkala, Myers dan Briggs membangun sebuah instrumen tes MBTI (Myers Briggs Type Indicator). MBTI ini mengidentifikasikan dan mengkategorisasi kecenderungan perilaku individu dalam empat dimensi, yaitu:
1. (E) Extraversion/Introversion (I)
2. (S) Sensing/Intuition (N)
3. (T) Thinking/Feeling (F)
4. (J) Judging/Perceiving (P)
1. (E) Extraversion/Introversion (I)
Menurut Carl G. Jung (1875-1961), seorang sarjana dari Swiss, tingkah laku atau karakteristik psikologis digolongkan menjadi dua, yaitu extravert dan introvert. Seorang dengan tipe extravert cenderung lebih senang dengan objek di luar dirinya. Ia senang bergaul, ramah dan senang berada dalam keramaian. Ia lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang banyak melibatkan orang-orang, seperti pedagang, pekerja sosial, juru bicara dan semacamnya.
Sebaliknya, seorang yang introvert lebih tertarik melakukan kegiatan-kegiatannya sendiri dalam ketenangan. Orang dengan kepribadian ini cenderung untuk menarik diri dan menyendiri. Ia pemalu dan lebih suka bekerja sendiri, sebagai contoh di laboratorium atau perpustakaan daripada bekerja di tengah-tengah orang banyak.
Orang-orang tidak sepenuhnya introvert dan juga tidak sepenuhnya extravert. Selain jenis introvert dan extravert, menurut Carl G. Jung terdapat satu jenis lagi, yaitu ambiver. Ambiver adalah orang-orang yang tidak termasuk introvert dan extravert dengan ciri kepribadiannya adalah campuran dari kedua jenis diatas.
Di bawah ini merupakan tabel yang menjelaskan beberapa perbedaan antara jenis extravert dan introvert.
Extravert
|
Introvert
|
Semangat dengan kehadiran orang lain
|
Semangat menghabiskan waktu sendiri
|
Senang menjadi pusat perhatian
|
Menghindar dari pusat perhatian
|
Bertindak sambil berpikir
|
Bertindak setelah berpikir
|
Lebih banyak bicara daripada mendengarkan
|
Lebih banyak mendengarkan daripada berbicara
|
2. (S) Sensing/Intuition (N)
Dalam menangkap informasi, setiap orang memiliki cara yang berbeda. Ada yang mudah menangkap informasi melalui panca indera dan ada juga yang melalui fakta-fakta. Seseorang yang memiliki sifat sensing lebih mudah menangkap informasi melalui pancaindera dan biasanya cukup cermat dengan fakta-fakta, namun harus berusaha keras dalam mencari makna dari fakta tersebut.
Sebaliknya, seorang intutif cepat menangkap makna dari sebuah fakta, namun harus hati-hati dalam menangkap fakta dengan pancaindera karena kurang jeli dan kadang-kadang keliru.
3. (T) Thinking/Feeling (F)
Dimensi ini berkaitan dengan cara pengambilan keputusan. Individu yang memiliki kecenderungan thinking disebut dengan thinker. Thinker selalu mengambil keputusan berdasarkan sesuatu yang logis, berpikir panjang, selalu menimbang-nimbang baik buruknya, benar salahnya, aturan-aturannya, semua dianalisis dengan cermat. Seorang thinker mudah mengkap kesalahan dan cenderung kritis. Semua dipikirkan berdasarkan hukum yang berlaku, satu standar berlaku untuk semua. Ia bisa tampak sebagai orang yang tidak berperasaan, tidak peka dan tidak peduli.
Berbeda dengan feeler, sebutan bagi seorang yang cenderung menggunakan feeling, mereka sangat peka terhadap perasaan orang lain, suka menyenangkan hati dan mudah menghargai orang lain. Keputusan yang diambil tidak selalu berpatokan pada hukum, mereka mengambil keputusan dengan memperhitungkan dampaknya bagi orang lain. Oleh karena sifatnya yang seperti itu, seorang feeler dianggap lemah dan kurang tegas. Itu disebabkan karena ia cenderung menggunakan emosional saat mengambil keputusan.
4. (J) Judging/Perceiving (P)
Dimensi yang terakhir ini membahas tentang gaya hidup, ada yang suka hidup dengan cara yang lebih teratur dan ada pula yang lebih spontan. Judger, sebutan bagi orang yang termasuk ke dalam kelompok judging, cenderung hidup dengan teratur, terstruktur dengan jelas, lebih suka dengan keputusan yang sudah dibuat, dan memiliki etika kerja (kerja dulu, bermain kemudian).
Sedangkan perceiver lebih suka hidup secara spontan dan kehidupan yang bebas, tidak terikat oleh aturan yang ketat dan waktu. Mereka menyukai berbagai kemungkinan, dan lebih suka mencari makna dari kehidupan daripada mengendalikannya.
Dengan mempelajari tipe kepribadian ini, selain kita dapat mengenal lebih kepribadian kita, hal ini juga dapat membantu kita dalam memahami orang lain, terutama orang yang berhubungan dan bekerjasama dengan kita. Memahami orang-orang disekitar kita akan membantu melancarkan hubungan dan kerjasama tersebut. Jadi, mempelajari tipe kepribadian ini dapat membantu kita dalam bersosialisasi dengan orang lain.
Sumber :
Singgih, Evita E., dkk. 2011. Buku Ajar 2, Manusia: Individu, Kelompok, Masyarakat, dan Kebudayaan. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2003. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.
Feist, Gregory J., dan Jess Feist. 2009. Theories of Personality. New York: McGraw-Hill.
Waduh....kompleks sekali masalah kepribadian itu ternyata
ReplyDeleteiya betul, karena kepribadian banyak faktor yang mempengaruhinya maka penting bagi kita mempelajari psikologi untuk kehidupan sehari hari kita
Delete