Kehidupan Islam di Komoro
Annur Laura
Abstrak
Jurnal ini membahas mengenai kehidupan masyarakat Islam yang
terdapat di Komoro.Komoro merupakan salah satu negara Arab yang tergabung dalam
Liga Arab.Komoro merupakan negara di wilayah Afrika yang menggunakan system
pemerintahan Islam.Penelitian ini berisi analisis terhadap Komoro yang didominasi
masyarakat Islam.Metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kajian pustaka.Komoro memiliki corak yang berbeda dengan negara-negara Afrika.
Kata Kunci : Komoro, Islam, budaya
Pendahuluan
Komoro adalah sebuah negara kepulauan di Samudra Hindia. Nama
Komoro diambil dari kosakata bahasa Arab yakni qamar (قمر) yang bermakna "bulan". Komoro adalah negara Arab terkecil kedua
setelah Bahrain.Komoro adalah negara ketiga terkecil dari seluruh wilayah
Afrika.Komoro terletak di penghujung utara Selat Mozambik, di antara Madagaskar
and Mozambik. Secara resmi negara Komoro terdiri dari empat pulau di kepulauan
gunung berapi Komoro, yaitu: Maori, Komoro Besar, Anjouan dan Moheli, dan juga
banyak pulau kecil. Ibu kotanya ialah Moroni yang terletak di pulau Komoro
Besar.
Komoro memiliki luas wilayah 320 km2 dari batas laut
teritorial. Interior pulau bervariasi dari pegunungan yang curam kebukit-bukit rendah. Iklim umumnya tropis
dan ringan, dan terdapat dua musim utama yaitu
panas dan dingin. Suhu rata-rata mencapai 29-30 ° C (84-86 ° F) pada
bulan Maret, bulan terpanas di musim hujan (disebut kashkazi, Desember sampai
April), dan rendah rata-rata 19 ° C (66 ° F) di dingin, musim kemarau (kusi,
Mei-November).
Ngazidja adalah yang terbesar dari kepulauan Komoro, kira-kira sama
di daerah ke pulau-pulau lainnya digabungkan..Pulau ini memiliki dua gunung
berapi, Karthala (aktif) dan La Grille (dormant).Kurangnya pelabuhan yang baik
adalah karakteristik khas dari daerah tersebut.Mwali, dengan ibukota di
Fomboni, adalah yang terkecil dari empat pulau utama. Nzwani, ibu kota
Mutsamudu, memiliki bentuk segitiga yang khas yang disebabkan oleh tiga rantai
pegunungan, Sima, Nioumakele, dan Jimilime, berasal dari puncak pusat, Ntringi
Negara yang luas wilayahnya
lebih kecil dari pulau Alor ini melepaskan diri dari penjajahan Perancis tahun
1975 dan karena perbedaan agama maka sebagian yang beragama Kristen di pulau
Maori memilih tetap bersama Perancis.
Pulau Maori atau Mayotte adalah satu-satunya pulau di kepulauan
Komoro yang memilih untuk tetap menjadi jajahan Perancis daripada bergabung
dengan Komoro.Namun Komoro masih tetap mengklaim Maori sebagai bagian dari
negara tersebut. PBB telah menetapkan bahwa Maori merupakan bagian dari negara
Komoro, namun Perancis telah memveto resolusi Majelis Keselamatan PBB yang akan
meneguhkan kedaulatan Komoro terhadap pulau itu. Di samping itu juga, pada 29
Maret 2009 referendum menyatakan bahwa Mayotte menjadi sebuah jajahan luar dari
Perancis dan pada tahun 2011 disahkan oleh kebanyakan penduduk Mayotte, namun
Presiden Komoro sendiri menolak hasil keputusan dari referendum ini.
Penduduk pertama yang menduduki Kepulauan Komoro diperkirakan
adalah penduduk, nelayan dan pedagang dari Afrika dan Austronesia, yang
melakukan perjalanan dengan menggunakan perahu.Mereka datang di Komoro sekitar
abad keenam Masehi, pencatatan sejarah yang paling awal berupa jejak arkeologi
yang diketahui ditemukan di Anjouan.Sehingga Komoro ditempati oleh penduduk
dari berbagai wilayah di pantai Afrika, Teluk Persia, Indonesia, dan
Madagaskar.
Pada abad ke-10, para pedagang Arab yang pertama telah membawa
pengaruh Islam ke pulau-pulau di Komoro.Salah satu fakta yang paling kuat
adalah jual beli para budak-budak dari Afrika, dan meningkatkan penyebaran dan
dominasi budaya Arab di penjuru dunia.Pemukim Arab tinggal bersama penduduk
yang berasal dari Indonesia-Malaysia, serta penduduk asli yang berbahasa Bantu,
Swahili dan bahasa di Afrika Timur.
Di samping jaraknya yang jauh dari pantai Afrika, Komoro terletak
di sepanjang selat utama antara Afrika dan Mozambik. Kepulauan Komoro, seperti
daerah pesisir lain di kawasan itu, merupakan kawasan persinggahan yang penting
di jalur perdagangan pada masa awal penyebaran agama Islam, jalur ini sering
dilalui oleh pedagang-pedagang Persia dan Arab. Untuk penyebaran agama Islam di
Komoro, penduduk Arab membangun masjid besar.
Pada tahun 933, pengaruh berbahasa Arab Sunni Persia dari Shiraz,
Iran, mendominasi pulau-pulau di Komoro.Syirazi berdagang di sepanjang pantai
Afrika Timur dan Timur Tengah, mendirikan pemerintahan dan tanah jajahan di
kepulauan Komoro.Selama 3 (tiga) abad selanjutnya, keempat pulau (Maori, Komoro
Besar, Anjouan dan Moheli), dan juga banyak pulau kecil di Komoro dikuasai oleh
bangsa Shiraz.Selama bertahun-tahun dibagi menjadi 11 kesultanan.
Pendudukan Arab di daerah semakin meningkat bersamaan ketika
Zanzibar jatuh pada kekuasaan bangsa Arab Oman, dan kebudayaan masyarakat
Komoro, terutama sastra, budaya dan agama juga semakin berada di bawah
kekuasaan bangsa Arab menggantikan kebudayaan Swahili dan Afrika asli.
Pada tahun 1973 Komoro mengadakan sebuah kesepakatan dengan
Perancis untuk kemerdekaan Komoro pada tahun 1978. Para wakil dari Mayotte
abstain. Referendum dilakukan di empat pulau utama, tiga pulau sepakat untuk
merdeka, sedangkan pulau Maori/Mayotte memilih untuk tetap di bawah
pemerintahan Perancis.
Pada tanggal 6 Juli 1975 parlemen Komoro mengeluarkan resolusi
sepihak untuk menyatakan kemerdekaan dari keempat pulau, Ahmed Abdallah
memproklamasikan kemerdekaan Komoro menjadi Negara Merdeka Komoro daulat al
qamar (bahasa Arab: دولةالقمر) atau État comorien dalam bahasa Perancis,
dan ia menjadi presiden pertama Komoro. Ketika kemerdekaan Komoro diakui oleh
PBB, Perancis menarik dukungan ekonomi untuk Komoro sehingga terjadinya
kekacauan ekonomi dan politik
Komoro diterima sebagai anggota Liga Arab pada tahun 1993 M/1414 H.
Selain itu, negara ini juga menjadi anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).Sebagai negara Islam, pemandangan masjid
dan madrasah bukanlah hal yang aneh.Terdapat ratusan masjid dan madrasah
tersebar di seluruh penjuru negeri ini. Sudah menjadi hal yang umum di Komoro
bahwa anak-anak yang berusia lima tahun belajar di sekolah Al-Qur'an selama dua
sampai tiga tahun. Mereka mempelajari kitab suci Al-Qur'an, dasar-dasar agama
Islam, serta pelajaran bahasa Arab.Rakyat Komoro beserta para pejabat
pemerintahannya selalu berusaha mewujudkan pemerintahan yang baik (good
governance) yang dirumuskan konstitusi yang berdasarkan Islam.Dalam usaha
menjaga konsistensi sebagai republik Islam, rakyat Komoro beserta pejabat
pemerintahnya selalu taat menjalankan syari'at Islam secara saksama dan
konsisten.Peringatan Hari Besar Islam di Komoro selalu berlangsung meriah
sebagai usaha melestarikan kebudayaan Islam.Lestarinya kebudayaan Islam di
Komoro juga tidak lepas dari adanya toleransi yang ditunjukkan Perancis yang
menjajah Komoro. Perancis tidak melarang pelaksanaan hari besar Islam dan tidak
ada niatan untuk mengusiknya sama sekali bahkan sangat menghormatinya sebagai
beragamnya khazanah budaya Perancis pada era penjajahan. Pada umumnya,
masyarakat Komoro beraliran Ahl al-Sunnah wal Jama'ah dengan mazhab
Syafi'i.Selain itu, beberapa ajaran tarikat juga dipraktikkan di negeri itu
antara lain Syadziliyyah, Qadiriyyah, dan sebagainya.Meskipun demikian,
toleransi beragama berkembang dengan baik.
Di Komoro, peringatan hari besar Islam selalu diadakan dengan
meriah. Beberapa peringatan besar Islam yang meriah tersebut antara lain dua
hari raya, Tahun baru Hijriyah, Hari Al-Syura, Maulid Nabi SAW, Isra' Mi'raj,
dan bulan suci Ramadhan. Di antara peringatan hari besar Islam yang amat
menarik adalah Maulid Nabi SAW.Peringatan Maulid Nabi SAW di Komoro ditandai
dengan perayaan puncak yang disiapkan oleh para ulama.
Para wanita memakai kain Chirumani dan tetua adat didampingi pemuka
agama Islam melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an untuk keselamatan negara dan
penduduknya.Dalam kebudayaan orang Komoro, pernikahan adalah sebuah acara yang
sakral dan amat penting karena melibatkan seluruh elemen masyarakat
pedesaan.Pada saat itu, keluarga mempelai saling bertukar hadiah.Akad nikahnya
dilaksanakan di masjid.Seperti umumnya masyarakat matrilineal, pernikahan di
Komoro lebih banyak melibatkan pihak perempuan karena wanita adalah simbol
keluarga.Biasanya mereka mengenakan pakaian tradisional Komoro berwarna hitam,
bwibwi.Perempuan Komoro juga sering memakai perhiasan.
Sama seperti di Indonesia dan beberapa negara muslim berkembang
lainnya, orang Komoro yang sudah berhaji mendapat suatu prestise/kehormatan
dalam ranah masyarakat. Mereka dianggap pandai dalam urusan agama dan sering didaulat
memimpin doa di masjid. Masyarakat Komoro selalu menganggap Al-Qur'an sebagai
elemen penting dalam kehidupan. Oleh karena itu, mereka menghiasi masjid,
istana, dan bangunan umum dengan kaligrafi Al-Qur'an.Rumah tradisional Komoro
terbuat dari lumpur yang dicampur dengan jerami padi.Rumah seperti ini
mengingatkan kita pada rumah tradisional India.