Konsesi Minyak Arab Saudi Masa
Abdul Aziz Ibnu Saud
oleh Fakhri
Abstrak
Jurnal
ini membahas Konsesi Minyak khususnya di Arab Saudi pada masa pemerintahan
Abdul Aziz Ibnu Saud. Arab Saudi pada masa kepepimpinan Abdul Aziz Ibnu Saud berada
dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Abdul Aziz Ibnu Saud tidak dapat membangun
negaranya karena pendapatan negara Arab Saudi yang menurun. Penelitian yang
digunakan adalah bentuk kualitatif yang beracuan pada metodelogi penelitian
sejarah. Secara keseluruhan data yang diperoleh penulis dari studi pustaka
berupa buku, artikel ilmiah dan jurnal
terkait konsesi minyak di Arab Saudi pada masa Abdul Aziz Ibnu Saud. Hasil dari
penelitian menggambarkan bahwa terdapat
perubahan-perubahan yang sangat jelas dalam bidang ekonomi dan sosial-budaya.
Kata Kunci:
Konsesi Minyak, Kebijakan dan Wilayah
Pendahuluan
Abdul Aziz Ibnu Saud adalah raja Saudi
pertama yang mengadakan konsesi di Arab Saudi. Beliau melangkah di luar
kebiasaan masyarakat Arab yang takut berintaksi dengan masyarakat asing.
Masyarakat Arab pada umumnya menganggap bangsa asing akan mempengaruhi budaya
dan politik mereka. Abdul Aziz Ibnu Saud melakukan konsesi minyak karena
melihat kondisi Arab Saudi yang sedang mengalami penurunan ekonomi. Arab Saudi
merupakan negara pertama yang melakukan konsesi minyak dengan Amerika.
Dampak yang dihasilkan dari kebijakan yang diambil
oleh Abdul Aziz Ibnu Saud terhadap bidang politik, ekonomi dan sosial-budaya
masyarakat Arab Saudi. Dalam jurnal ini menjelaskan
dampak yang dihasilkan kebijakan Abdul Aziz Ibnu Saud terhadap bidang ekonomi
dan kehidupan sosial-budaya masyarakat Arab Saudi.
Konsesi minyak Arab Saudi masa
Abdul Aziz Ibnu Saud
Konsesi minyak Arab Saudi tidak lepas
dari peranan Abdul Aziz Ibnu Saud sebagai pemimpin pada masa tersebut. Berikut akan
dijelaskan mengenai sosok raja Abdul Aziz dan kehidupan sosial budaya
masyarakat Arab pada masa kepepimpinan Abdul Aziz Ibnu Saud.
2.1 Abdul Aziz Ibnu
Saud
Abdul Aziz Ibnu Saud
merupakan raja pertama dari Arab Saudi, dengan gelar Raja Abdul Aziz bin
Abdul Rahman Al-Faisal Al-Saud. Abdul Aziz Ibnu Saud dilahirkan pada tanggal 19
Dzulhijjah 1293 H atau pada tahun 1876 M di kota Riyadh. Abdul Aziz Ibnu Saud
masuk dunia politik ketika menginjak usia 19 tahun. Abdul Aziz Ibnu Saud
merupakan generasi ketujuh dari keluarga Al-Saud, ayahnya bernama Abdurrahman.
Abdul Aziz Ibnu Saud lebih dikenal sebagai Ibnu Saud oleh pihak Barat.[1]
Keluarga Al-Saud menganut paham Wahhabi yang
sebagian besar menjadi alim ulama, tetapi Abdul Aziz Ibnu Saud tidak tertarik
dengan jalan hidup menjadi alim ulama.
Abdul Aziz Ibnu Saud memiliki minat yang besar dalam sistem pemerintahan
dan peperangan. Abdul Aziz Ibnu Saud sangat rajin dalam menghadiri rapat
parlemen penguasa Kuwait. Rapat parlemen tersebut memberi pelajaran terhadap
Abdul Aziz Ibnu Saud mengenai tata cara mengatur pemerintahan. Oleh karena itu,
timbul jiwa revolusioner dalam diri Abdul Aziz Ibnu Saud.[2]
Pada masa tersebut para penguasa negeri Arab
mempunyai sifat Xenophobia, Xenophobia merupakan sifat takut terhadap bangsa
asing beserta pengaruhnya. Abdul Aziz Ibnu Saud memiliki keinginan untuk
menjalin hubungan pemerintahan dengan negara-negara lain di luar negara Arab,
khususnya negara-negara Eropa. Oleh karena itu, Abdul Aziz Ibnu Saud semakin
yakin untuk mengambil alih kembali daerah Jazirah Arab yang diambil secara
paksa oleh Utsmani dari leluhurnya keluarga Al-Saud.[3]
Abdul Aziz Ibnu Saud melakukan upayanya tersebut
dengan merebut kembali kota Riyadh tahun 1920. Pada tahun 1922 Abdul Aziz Ibnu
Saud menguasai wilayah Al-hayil dan bagian timur Jazirah Arab dari penguasa
Ottoman. Wilayah kerajaan Hijaz yang dikuasai oleh Ibnu Rashid direbut Abdul
Aziz Ibnu Saud bersama 40 pasukannya pada tahun 1925. Abdul Aziz Ibnu Saud
menjadi raja wilayah kerajaan Najd dan Hijaz. Abdul Aziz Ibnu Saud mendirikan
Kerajaan Arab Saudi pada tahun 1932 dengan wilayah kekuasaan Hijaz dan Najd.[4]
Pendirian Kerajaan Arab Saudi di Jazirah Arab telah
membawa perubahan terhadap struktur politik yang ada di masyarakat Arab Saudi.
Pada awalnya menggunakan struktur politik kesukuan primitive, tetapi dengan
adanya pemikiran konservatif maka berubah menjadi monarki absolut. Abdul Aziz
Ibnu Saud didalam struktur pemerintahan berperan sebagai Imam dan Raja, tetapi
posisi dan tindakan raja dibatasi oleh
hukum-hukum Islam dan diawasi oleh pihak keluarga kerajaan. Raja memiliki
dewan-dewan dan berbagai lembaga independen untuk membantu pelaksanaan
tugas-tugasnya.[5]
2.2 Konsesi Minyak
Arab Saudi
Masyarakat Arab Saudi hidup dengan keadaan alam yang
sangat ganas. Kondisi geografi Arab Saudi terdiri atas gurun-gurun pasir yang
kering dengan curah hujan kurang dari 10 cm pertahun. Oleh karena itu, Arab
Saudi tidak bisa memanfaatkan sektor pertanian sebagai pemasukan negara.[6]
Dunia sedang mengalami depresi dalam berbagai bidang
akibat Perang Dunia I. Depresi yang dialami dunia saat itu menyebabkan
penurunan jumlah jama’ah haji yang datang, hal ini menyebabkan pemasukan utama
kas negara Arab Saudi sangat berkurang. Konflik internal masyarakat yang belum
stabil akibat peralihan kekuasaan dari Turki Utsmani ke Dinasti Al-Saud turut
mengurangi pendapatan negara.
Abdul Aziz Ibnu Saud mulai memikirkan hal lain untuk
memenuhi pendapatan negara. Abdul Aziz Ibnu Saud melihat Bahrain yang memiliki
kandungan minyak di dalam tanahnya, karena hal ini, Abdul Aziz Ibnu Saud
meminta penasehat kerajaan yang bernama Philby untuk melakukan penelitian
kandungan minyak bumi di Arab Saudi. Philby mengusulkan nama Charless Chrane,
seorang ahli geologi Inggris. Chrane tiba di kota Jeddah pada Februari 1931.
Chrane mengusulkan kepada Abdul Aziz Ibnu Saud untuk mengirim salah satu
anaknya untuk belajar tentang minyak dan pertambangan di Barat. Usul tersebut
ditolak oleh Abdul Aziz Ibnu Saud, karena raja beranggapan pembelajaran terbaik
untuk anak-anaknya ada di negeri sendiri, selain itu raja khawatir pembelajaran
barat akan mempengaruhi hilangnya adat dan tradisi bangsa.[7]
Chrane melakukan pertemuan dan pembicaraan beberapa
kali dengan pihak kerajaan mengenai konsesi minyak di Arab Saudi. Pembicaraan
tersebut menghasilkan suatu keputusan untuk memanggil ahli teknik dari Barat
dalam penyelidikan minyak di Arab Saudi. Karl S. Twitchel ahli teknik asal Amerika terpilih menjadi
pemimpin penyelidikan tersebut. Twitchel
pernah melakukan penyelidikan serupa di daerah Yaman dan Abbesinia. Twitchel
tiba di Jeddah April 1931 dengan melakukan penyelidikan pertamanya di daerah
Wadi Fatima perbatasan Mekkah. Penyelidikan berlanjut ke arah timur, Al-Hasa
dengan hasil tidak ditemukan sumber minyak di kedua wilayah tersebut.[8]
Perwakilan Inggris di Jeddah meragukan kemampuan
Twitchel dalam hal penyelidikan, namun perwakilan Inggris tetap berharap
ditemukannya minyak di Arab Saudi dengan harapan mendapatkan hak konsesi
terlebih dahulu di sumber Arab Saudi. Twitchel melakukan penyelidikan selama 10
bulan tanpa hasil di bagian timur Arab Saudi. Twitchel memindahkan
penyelidikannya ke daerah perbatasan Arab Saudi
dengan Bahrain di pantai Teluk Persia.[9]
Pada musim panas tahun 1932 dimulailah pengeboran
minyak bumi pertama di Arab Saudi. Sumur bor pertama menghasilkan 100 barel per
hari, hasil yang cukup baik bagi sebuah sumur bor namun masih jauh dari target
Arab Saudi. Sumur bor kedua menghasilkan 3840 barel, kemudian hanya air yang
keluar. Sumur bor ketiga, keempat, kelima dan keenam menghasilkan jumlah lebih
sedikit. Sumur bor ketujuh baru bisa dimulai pengeboran pada tahun 1936.
Pemerintah Arab Saudi mulai kehilangan ambisinya, namun sumur bor kesatu dan
kedua mengalami peningkatan hasil minyak bumi.
2.3 Kebijakan
konsesi minyak Arab Saudi oleh Abdul Aziz Ibnu Saud
Abdul Aziz Ibnu Saud melakukan
kebijakan konsesi di negerinya karena latar belakang ekonomi negaranya yang
sedang turun. Pendapatan negara yang diterima Arab Saudi saat itu adalah 2 juta
pound, kebutuhan kerajaan per tahun adalah 5 juta pound. Arab Saudi memiliki
hutang luar negeri sebanyak 300.000 pound. Abdul Aziz Ibnu Saud menyatakan
bahwa negara yang mampu memberikan 1 juta pound kepada Arab Saudi, maka Arab
Saudi akan memberikan seluruh hak konsesi minyaknya kepada negara tersebut.[10]
Abdul Aziz Ibnu Saud melupakan
prinsip-prinsip lama kaum Wahabi untuk tidak melakukan kerjasama dengan
negara-negara Barat. Hal ini didasari karena krisis ekonomi yang melanda Arab
Saudi yang dapat menyebabkan kehancuran kerajaan. Pemerintah Arab Saudi tidak
memiliki kemampuan mengolah sumur-sumur minyak bumi, mengkonversikan minyak
bumi tersebut menjadi komoditas utama
pendapatan negara. Abdul Aziz Ibnu Saud mengambil keputusan untuk menjual hak
konsesi minyak di Arab Saudi kepada pihak Barat. Philby memiliki peran yang
sangat vital pada masa tersebut, karena Philby menjembatani keluarga kerajaan
dengan perusahaan luar negeri dalam kebijakan konsesi.[11]
Abdul Aziz bersedia menjual hak konsesi minyak dengan
syarat, siapa pun yang berminat membeli hak konsesi minyak tersebut harus
melakukan pembayaran secara kontan. Pembayaran kontan dilakukan karena
pemerintah Arab Saudi sedang membutuhkan uang kontan pada saat itu. Philby
melakukan pertemuan hak konsesi pertama dengan perusahaan Standart Oil of
California (Socal). Standart Oil of California adalah perusahaan minyak asal
New York, Amerika Serikat. Pertemuan tersebut diadakan pada tanggal 11 Juli
1932. Philby menyampaikan kehendak Abdul Aziz Ibnu Saud untuk menggunakan emas
sebagai alat pembayaran. Philby melakukan pertemuan dengan para pengusaha dari
Inggris dengan tujuan agar pihak Inggris dengan Iraqi Petroleum Company (IPC) mendapatkan hak konsesi. Kedua
perusahaan tersebut tertarik untuk membeli hak konsesi di Arab Saudi. Abdul
Aziz Ibnu Saud menggunakan sistem lelang untuk menentukan perusahaan yang
berhak melakukan konsesi minyak di Arab Saudi.[12]
Lloyd M. Hamilton dan Karl Twitchel
menjadi perwakilan pihak Socal untuk melakukan penawaran harga konsesi kepada
Abdul Aziz Ibnu Saud dengan perantara Philby. Abdul Aziz Ibnu Saud membuka
harga konsesi di angka 100 ribu pound emas. Philby melakukan lobi kepada pihak
Amerika untuk menaikkan penawaran Abdul Aziz Ibnu Saud. Proses penawaran
konsesi Amerika dengan Arab Saudi berjalan lancar, sedangkan proses penawaran
Inggris mengalami kendala.Amerika mendapat keuntungan dari penawaran tersebut,
karena Arab Saudi memandang Inggris sebagai negara penjajah. Arab Saudi
mengkhawatirkan jika bekerja sama dengan Inggris, maka Inggris akan
mempengaruhi kebijakan-kebijakan dalam negeri Arab Saudi.[13]
Amerika Serikat dipandang oleh Arab
Saudi hanya sebagai negara yang mencari keuntungan dari minyak dan tidak
memiliki ancaman terhadap pemerintahan dalam negeri Arab Saudi. Oleh karena
itu, Amerika Serikat memenangkan hak konsesi minyak di Arab Saudi. Pada tanggal
8 dan 9 Mei 1933, Abdul Aziz Ibnu Saud di hadapan para pejabat kerajaan dan
kaum ulama mengumumkan hasil akhir dari lelang hak konsesi berdasarkan laporan
yang disusun Menteri Keuangan, Abdullah Sulaiman dengan pihak Socal. Laporan
tersebut menyebutkan bahwa Amerika Serikat akan menggunakan uang emas Arab
Saudi sebagai alat pembayaran konsesi minyak dengan uang muka 35 ribu pound emas.[14]
Socal mendirikan perusahaan baru untuk
fokus melakukan pengeboran minyak di
Arab Saudi, yaitu California Arabian Standart Oil Company (CASOC). Perkembangan
Casoc cukup baik, maka perusahaan minyak Texas Oil Company (Texaco) membeli 50%
saham Casoc. Nama perusahaan pun berubah menjadi Arabian America Oil Company
(Aramco). Pengeboran minyak dilakukan di daerah Dahran, Damman, Al-Hayya dan
Abqaiq. Seluruh daerah tersebut menghasilkan minyak lebih banyak dari yang
ditargetkan oleh pihak pemerintah Arab Saudi dan Aramco. Oleh karena itu, kedua
belah pihak melakukan perpanjangan kontrak konsesi minyak.[15]
Konsesi minyak Amerika dengan Arab Saudi
menghasilkan kerjasama dibidang lain. Abdul Aziz Ibnu Saud sangat senang
menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat, karena Arab Saudi mendapat
keuntungan untuk pembangunan ekonomi tanpa ada campur tangan politik dari
Amerika Serikat. Amerika Serikat merubah pandangannya mengenai Arab Saudi yang
kondisi geografinya kering menjadi negara penghasil minyak bumi yang menguntungkan
ekonomi Amerika Serikat.[16]
2.4 Dampak konsesi
minyak
Modernisasi dalam sejarah manusia selalu
mengorbankan sistem dan aturan yang ditetapkan sebelumnya. Masyarakat Arab
Saudi mengalami modernisasi pasca diterapkan kebijakan konsesi minyak oleh
pemerintahnya. Abdul Aziz Ibnu Saud menganggap bahwa konsesi minyak yang
dilakukan Amerika Serikat tidak akan mempengaruhi kebijakan dalam negeri dan
tatanan sosial-budaya Arab Saudi. Oleh karena itu, Amerika Serikat ditetapkan
sebagai pemenang atas hak konsesi di Arab Saudi.[17]
Abdul Aziz Ibnu Saud menyadari bahwa
melakukan modernisasi terhadap negaranya berarti menggunakan peralatan dan
sarana dari Amerika Serikat, tetapi golongan ulama menganggap bahwa menggunakan
peralatan dan sarana dari Amerika Serikat adalah haram. Abdul Aziz Ibnu Saud
dihadapkan suatu keputusan yang sulit. Abdul Aziz Ibnu Saud ingin melindungi
para ulama, tetapi di sisi lain Abdul Aziz Ibnu Saud ingin memberikan pelayanan
terbaik bagi masyarakat luas.
2.4.1
Keadaan
ekonomi
Komersialisasi
minyak yang terjadi memiliki dampak perubahan besar terhadap bidang ekonomi.
Fuad Bet Hamza, Menteri Pembangunan Arab Saudi pada tanggal 17 Juli 1947
menganggarkan $ 270.000.000 untuk pembangunan infrastruktur dalam negeri.
Sektor transportasi, pertanian, pendidikan dan kesehatan merupakan sektor yang
mengalami pembangunan dan perbaikan.[18]
Pemerintah Arab Saudi dengan bantuan
Amerika Serikat melakukan reklamasi tanah secara menyeluruh di Arab Saudi.
Sektor pertanian dilakukan pembangunan dan perbaikan jaringan irigasi, waduk
buatan, pipa air dan sumur-sumur artesis. Sektor transportasi fokus terhadap
perbaikan jalur utama kota-kota penting seperti Mekkah, Madinah, Jeddah dan
pusat kota penting lainnya di Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi bekerja sama
dengan Trans World Airlines dalam pembangunan bandar udara di Laut Merah dan
Teluk Persia untuk memudahkan transportasi. Pelabuhan-pelabuhan besar dibangun
di Jeddah, Damman dan Ras Tanura. Pelabuhan Ras Tanura dijadikan terminal pipa
minyak bagi pengeboran minyak Aramco.[19]
2.4.2
Kehidupan
sosial-budaya
Pendidikan merupakan hal mendasar yang
dapat membantu proses modernisasi suatu negara. Abdul Aziz Ibnu Saud
mengeluarkan kebijakan bahwa seluruh rakyat
tanpa memandang status dan jenis kelamin wajib mengenyam pendidikan
formal. Pada tahun 1930 an sebagian besar rakyat Arab Saudi, tidak menyetujui
hal tersebut. Abdul Aziz Ibnu Saud, Faisal dan Iffat berhasil merubah paradigma
tersebut pada tahun 1950 an. Sistem pendidikan yang diterapkan Arab Saudi harus
melewati tahap “sterilisasi” dari pihak ulama Wahhabi, hal ini dilakukan untuk
mencegah masuknya gaya pendidikan Barat ke dalam sistem pendidikan Arab Saudi.[20]
Arab Saudi memiliki wilayah yang sangat
luas di Jazirah Arab. Abdul Aziz Ibnu Saud sebagai raja yang berkuasa,
menginginkan peningkatan kesatuan dalam negaranya. Abdul Aziz Ibnu Saud
melakukan pembangunan sektor komunikasi dengan cara mendirikan stasiun radio
dan jaringan telepon. Abdul Aziz Ibnu Saud bekerjasama dengan America Mackay
Corporation untuk mendirikan stasiun radio di Jeddah. Pembangunan tersebut
memerlukan izin dari pihak ulama Wahhabi.
Abdul Aziz Ibnu Saud memperkenalkan
radio kepada Syeikh Abdullah bin Hassan Al-Yeikh yang menjabat sebagai kepala
hakim di Hijaz. Syeikh Abdullah bin Hassan Al-Yeikh menolak secara
terang-terangan karena radio dianggap sebagai penemuan iblis. Abdul Aziz Ibnu
Saud meyakinkan kepada Syeikh Abdullah bin Hassan Al-Yeikh bahwa radio dapat
dijadikan media da’wah bagi para ulama dan mampu menjangkau wilayah di pelosok
Arab Saudi. Syeikh Abdullah bin Hassan Al-Yeikh menyetujui pembangunan stasiun
radio tersebut dan memberkati radio sebagai salah satu nikmat Allah swt.[21]
Penutup
Abdul Aziz Ibnu Saud merupakan raja
pertama dari kerajaan Arab Saudi. Abdul Aziz Ibnu Saud mendirikan kerajaan Arab
Saudi dengan wilayah kekuasaan Najd dan Hijaz. Abdul Aziz Ibnu Saud mendirikan
kerajaan setelah perang dunia pertama,hal ini menyebabkan kondisi ekonomi Arab
Saudi tidak mendukung dalam pembangunan negara. Sektor pariwisata yang menjadi
sumber dana utama kerajaan Arab Saudi mengalami penurunan pendapatan. Oleh
karena itu, Abdul Aziz Ibnu Saud melihat peluang lain yang masih ada di Arab
Saudi untuk dikembangkan.
Abdul Aziz Ibnu Saud melakukan kerjasama
untuk konsesi minyak Arab Saudi dengan Amerika Serikat. ARAMCO merupakan
perusahaan Amerika Serikat yang melakukan konsesi minyak di Arab Saudi. ARAMCO
mendapat hak konsesi minyak Arab Saudi selama 30 tahun. ARAMCO menjadi
perusahaan terbesar konsesi minyak di Arab Saudi.
Konsesi minyak di Arab Saudi memberikan
perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyrakat Arab Saudi terutama di
bidang ekonomi dan sosial-budaya. Abdul Aziz Ibnu Saud melakukan modernisasi
terhadap infrastruktur negara. Sektor yang dilakukan modernisasi yaitu sektor
transportasi, pertanian, pendidikan dan kesehatan. Abdul Aziz Ibnu Saud
melakukan modernisasi terhadap seluruh sektor untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat Arab Saudi.
DAFTAR PUSTAKA
Bratamidjaja,
Rachmat. 1990. Ensiklopedia Indonesia
Seri Geografi Asia. Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve.
Dasuki, Hafizh. 1994. Ensiklopedia Islam 1. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Esposito, Jhon. 2011. Ensiklopedia Dunia Islam. Bandung: Mizan.
Lacey,
Robert. Kerajaan Petrodolar Saudi Arabia.
Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya .
Philip K. Hitti. 2010. History of The Arabs.
Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Sihbudi,
Riza. 1993. Konflik dan Diplomasi di
Timur Tengah. Jakarta: PT Eresco.
Sihbudi,
Riza. dkk. 1995. Profil Negara-negara
Timur Tengah. Jakarta: PT Dunia
Pustaka
Jaya.
[1] Robert Lacey,. Kerajaan
Petrodolar Saudi Arabia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. hlm 4
[2] Robert Lacey,. Kerajaan
Petrodolar Saudi Arabia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. hlm 6
[3]
Jhon Esposito. 2002. Ensiklopedia Dunia Islam. Bandung: Mizan, hlm 18
[4]
Jhon Esposito. 2002. Ensiklopedia Dunia Islam. Bandung: Mizan, hlm 22
[5]
Sihbudi, Riza. dkk. 1995. Profil Negara-negara Timur Tengah. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
hlm 65
[6] Bratamidjaja,
Rachmat. 1990. Ensiklopedia Indonesia Seri Geografi Asia. Jakarta: PT Ichtiar
Baru
Van Hoeve. hlm 28
[7] Lacey, Robert. Kerajaan
Petrodolar Saudi Arabia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. hlm 287
[8] Lacey, Robert. Kerajaan
Petrodolar Saudi Arabia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. hlm 288
[9] Lacey, Robert. Kerajaan
Petrodolar Saudi Arabia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. hlm 390
[10]
Sihbudi, Riza. dkk. 1995. Profil Negara-negara Timur Tengah. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
hlm 83
[11]Sihbudi,
Riza. dkk. 1995. Profil Negara-negara Timur Tengah. Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya.
hlm 85
[12] Lacey, Robert. Kerajaan
Petrodolar Saudi Arabia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. hlm 293
[13] Lacey, Robert. Kerajaan
Petrodolar Saudi Arabia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. hlm 295
[14] Lacey, Robert. Kerajaan
Petrodolar Saudi Arabia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. hlm 297
[15]
Sihbudi, Riza. dkk. 1995. Profil Negara-negara Timur Tengah. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
hlm 90
[16] Lacey, Robert. Kerajaan
Petrodolar Saudi Arabia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. hlm 302
[17]
Sihbudi, Riza. dkk. 1995. Profil Negara-negara Timur Tengah. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
hlm 95
[18]
Sihbudi, Riza. dkk. 1995. Profil Negara-negara Timur Tengah. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
hlm 97
[19]
Sihbudi, Riza. dkk. 1995. Profil Negara-negara Timur Tengah. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
hlm 99
[20]
Sihbudi, Riza. dkk. 1995. Profil Negara-negara Timur Tengah. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
hlm 100
[21] Lacey, Robert. Kerajaan
Petrodolar Saudi Arabia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. hlm 303
No comments:
Post a Comment