Peran Pemerintah Rusia sebagai pemasok senjata kepada Rezim Syiah Alawiyyin di Suriah
oleh Fakhri
Rezim Syiah Alawiyyin di Suriah sudah melakukan tindakan yang keji terhadap rakyat Suriah yang menolak kepepimpinan Bashar Al Assad di Suriah. Bashar Al Assad memerintahkan tentaranya untuk mengahabisi siapa saja yang menolak kepepimpinannya di Suriah. Korban konflik ini sudah mencapai 20.000 jiwa, yang didominasi dari pihak oposisi. Dunia Internasional sudah melakukan berbagai macam cara agar konflik tidak berkelanjutan. Dewan Keamanan PBB sudah menyiapkan sanksi yang akan dijatuhkan kepada Suriah, namun hal ini tidak disetujui oleh dua anggota Dewan Keamanan PBB. Dua anggota tersebut adalah Rusia dan Cina, mereka menggunakan hak veto untuk membatalkan sanksi tersebut. Rusia dan Cina merupakan sekutu lama Suriah.
Tindakan
Rusia melakukan penolakan tersebut bertujuan untuk menghentikan hegemoni
Amerika di kawasan Timur Tengah. Rusia ingin menunjukkan kepada pihak barat
agar tidak melakukan tindakan semena-mena atas nama PBB. Rusia juga
menginginkan adanya perimbangan kekuasaan di daerah Timur Tengah. Dukungan
Rusia terhadap Suriah adalah sebagai bentuk mempertahankan
kekuasaannya di kawasan Timur Tengah.
Kebijakan
Rusia menolak pemberian sanksi terhadap Suriah memiliki beberapa faktor, salah
satunya karena Suriah adalah mitra Rusia
dibidang perdagangan. Rusia menjadi negara yang memiliki orientasi bisnis yang
tinggi dan pemerintah Rusia ingin melindungi investasinya yang ada di Suriah. Moskow
Times (media Rusia) melaporkan, Investasi Rusia di Suriah pada tahun 2009
lalu mencapai USD 19,4 miliar atau sekitar Rp 1,7 triliun. Kerjasama yang
diselenggarakan oleh Rusia dan Suriah umumnya merupakan perdagangan senjata, pembangunan
infrastruktur, kerjasama energi, dan pariwisata.[1]
Dalam hal perdagangan senjata dengan Suriah,
pada Januari 2012 Rusia sepakat untuk menyuplai 130 pesawat jet tempur tipe Yak-130
dengan nilai kontrak 550 juta dollar AS dan kontrak bisnis peralatan militer
lainnya senilai 700 juta dollar AS. Perdagangan global senjata yang dilaporkan
oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI)
menyebutkan bahwa Rusia terus memasok Suriah dengan senjata, di tengah
embargo senjata oleh Amerika dan Uni Eropa. Rusia tercatat mengirim 72 persen
pasokan senjata rezim Presiden Bashar al-Assad. Impor senjata Suriah
meningkat hingga 580 persen selama periode 2002-2006. Ini menaikkan
negara itu ke posisi 33 dari posisi 68 dalam peringkat negara pengimpor senjata.
Pada tahun yang sama, Rusia
mengirimkan 36 Pantsyr-SI rudal anti pesawat SI ke Suriah. Merupakan rudal
jarak sedang, rudal ini dapat dipasang pada bagian belakang truk, sehingga
sulit bagi jet tempur untuk menargetkannya. Selain itu, SIPRI meyakini bahwa
Suriah baru-baru ini mendapat kiriman pesawat tempur MiG-29 versi upgrade.
Jumlah tank T-72 juga dilipatkan setiap tahun sejak 2007. Selain pengiriman
Pantsyr itu, Rusia juga mengirimkan Suriah rudal anti pesawat termodern,
termasuk sekitar 40 rudal SA-17 Grizzly dan dua rudal jarak menengah SA-17 Buk.
Meskipun kemarahan dunia atas tindakan keras Assad, Suriah mengumumkan kesepakatan
US$ 550 juta dengan Rusia pada Januari untuk 36 kali latihan ringan dan pesawat
tempur yang disebut Yak-130. [2]
Pada dasarnya Rusia menginginkan
konflik di Suriah terus terjadi sesuai keinginan Israel. Rusia selalu memasok
senjata kepada Suriah agar pemerintah Bashar Al Assad dapat melumpuhkan pihak
oposisi. Bila pihak oposisi dapat dilumpuhkan, maka rezim Syiah Alawiyyin dapat
kembali menguasai Suriah serta menjaga kepentingan Rusia di Timur Tengah.
Tujuan lain yang direncanakan adalah menjamin keamanan Israel, jika
pemerintahan Bashar Al Assad runtuh maka hal ini membuat keberadaan Israel
terancam. Rusia menyatakan bahwa presiden Bashar Al Assad akan melakukan
reformasi bagi Suriah, sehingga Rusia menolak adanya interevensi dari pihak
asing dalam konflik Suriah.
Itulah yang menyebabkan mengapa perang di Suriah terus
berlarut menuju titik kehancuran total, dan tingkat korban yang sangat luar
biasa besar. Tak kurang sudah lebih 100.000 korban yang tewas. Tetapi,
belum ada tanda-tanda perang akan berakhir. Karena memang Rusia dan Israel
tidak menghendaki perang berakhir di Suriah.
[1]http://international.okezone.com/read/2011/09/20/412/504686/inilah-alasan-mengapa-rusia-membela-suriah. Diakses pada tanggal 19 april 2013 04.55 wib
[2]http://internasional.kompas.com/read/2012/02/13/08091460/Hubungan.Rusia-Suriah.Amat.Strategis. diakses
pada 19 april 2013 05.15 wib
No comments:
Post a Comment