GERAKAN SOSIAL DI MASA KOLONIAL
Gerakan Sosial
Ratu Adil
Seperti gerakan sosial tradisional
lainnya kerusuhan-kerusuhan mesianistis di Jawa merupakan peristiwa pergolakan
yang pendek umurnya dan terbatas tempatnya, misalnya pada sebuah desa atau
suatu kelompok persekutuan hidup. Gerakan itu umumnya berasal dari sesorang
yang menerima peranan sebagai pemimpin agama, nabi atau guru selamat, dan yang
diikuti oleh segolongan orang-orang yang percaya kepadanya. Gerakan ini selalu
bersandar pada segi-segi gaib dan umumnya menjelma dalam segi-segi eskatologis
dan milenaristis. Memang gerakan itu haruslah di pandang sebagai gerakan yang
bersifat revolusioner dalam pengertian bahwa gerakan itu menghendaki suatu
perubahan mutlak. Secara singkat gerakan ini menghendaki munculnya satu
millennium, yaitu harapan terhadap datangnya jaman keemasan yang tidak mengenal
penderitaan rakyat dan semua ketegangan serta ketidakadilan lenyap.
Mesiamisme yang timbul di Jawa
Tengah dan Jawa Timur cenderung mengatakan dirinya dalam gerakan Ratu Adil,
yang dalam beberapa hal jenis gerakan semacam ini masih dapat di jumpai di
daerah tersebut pada masa sekarang. Di Jawa Barat di daerah Sunda, gerakan
semacam itu bernama Gerakan Ratu Sunda, gerakan semacam itu yang bernama Gerakan
Ratu Sunda. Namun di Jawa Tengahlah gerakan Ratu Adil muncul di masa yang
terpanjang. Gerakan mesianistis yang tertua, terkenal dengan apa yang disebut
Pemberontakan Diponegoro (yang lebih dahulu) pada sekitar tahun 1720. Pada
sekitar tahun 1910-an gerakan-gerakan mesianistis menampakkan dirinya dalam
berbagai bentuk. Tidak mengherankan bahwa pergolakan tradisional yang
menggongcangkan itu meluas di Jawa berdampingan dengan gerakan nasionalisme
modern. Hal ini sejalan dengan meratanya pengaruh dari Westernisasi, Sebagian
masyarakat Jawa masih mempertahankan tradisi, seperti dalam dalam pemujaan
nenek moyang, orang-orang keramat dan kekuatan-kekuatan magis, sedangkan
sebahian masyarakat lain yaitu sebagian masyarakat kota, sedikit telah
mengalami suatu tingkatan modernisasi.
Sifat agama dari gerakan-gerakan
protes tradisional umumnya dihasilkan oleh kenyataan bahwa masyarakat
tradisonal umumnya bereaksi terhadap perubahan sosial dengan jalan keagamaan,
semata-mata kerena perubahan itu tidak membawa diferiansi di antara berbagai
segi kehidupan. Akibatnya gerakan-gerakan agama cenderung untuk menjadi
revolusioner sifatnya, bertujuan untuk mengadakan perubahan secara mutlak dan
radikal. Gerakan mesianistis selalu menunjukkan penolakan secara mutlak terhadap
tata masyarakat yang telah ada, terutama sesekali menolak secara mutlak adanya
orang-orang eropa. Sementara gerakan ini muncul dengan sifat keagamaannya,
gerakan-gerakan mesianistis menunjukkan segi politik.
Peristiwa Gedangan di Jawa Timur
pada tahun 1940 dan peristiwa Dermadjaja pada tahun 1970 menggambarkan secara
jelas hubungan antara gerakan mesianisme dengan penolakan pemerintah asing.
Tujuan pokok dari gerakan ini adalah merubah kehidupan profan dari masyarakat
secara mutlak dan radikal, tanpa mengarahkan ketujuan-tujuan dunia baka. Karena
sifat tujuannya yang profan dan praktis, maka gerakan ini tidak mempersoalkan
masalah kehidupan di akhirat, akan tetapi yang dipersoalkan ialah masalah
sekarang, dan oleh karenanya tidak membuat perkiraan tentang nasib akhir
daripada manusia. Oleh karena itu gerakan-gerakan ini dapat dibedakan dari
gerakan-gerakan keagamaan yang murni. Tetapi karena sebagian gerakan mesianisme
di Jawa bersifat sinkretis, sehingga sukarlah untuk membedakan antara gerakan
yang profan dan gerakan agama. Banyak gerakan-gerakan ini bersandar pada
perkumpulan-perkumpulan Sufi, sehingga tujuan akhirat kadang-kadang ikut juga
menjadi suatu unsur. Mesianisme menjadi tekanannya pada sifat keduniawiannya
dengan milenarianisme dan sifat spiritual dengan mendasarkan kepercayaan
tentang penyelamatan dan kekuatan-kekuatan gaib. Untuk memahami sifat khas
daripada herakan-herakanmesianistis di Jawalulah kiranya diketahui lebih dahulu
tentang latar belakang budaya tempat gerakan itu terbentuk.
Praktek-praktek Islam yang umum di
pedesaan Jawa selalu dipenuhi dengan unsur-unsur non islam seperti mistik,
kekuatan ghaib, dan pola-pola adat-kebiasaan lama yang diserap tetapi semua
unsur-unsur ini memperlemahkan sifat keagamaannya. Sebagai suatu sistem, “agama
rakyat Jawa” memiliki kekuatan yang lain dari pada yang lain dalam
mengasimilisasikan unsure-unsur asing yang memperkaya isi iduologinya dan
memperkuat kekuatannya dalam menghidupi masa. Mengenai hal ini dapat
ditunjukkan misalnya : pemujaan orang-orang keramat, dari para wali, punden,
tempat-tempat berziarah, upacara selametan atau sedekah, penggunakan kekuatan
magis dalam pengobatan tradisional, penggunakan perhitungan dalam menentukan
waktu baik untuk melakukan sesuatu yang penting dalam kehidupan seperti
perkawinan, perjalanan, ataupun usaha perdagangan dan usaha. Lembaga keagamaan
itulah yang menjadi saluran jaringan-jaringan perhubungan, perluasan ideology
dan semangat agama. Karena adanya kenyataan itulah maka beberapa gerakan agama
dapat meluas sampai jauh melampaui batas-batas lokalnya,bahwa Belanda sangat
mencurigai pesantren dan tarekat sebagai tempat pembentuk kesatuan yang
meliputi seluruh bangsa dan sebagai pusat anti-Belanda, serta tempat
persengkongkolan para haji.
Pesantren bukan hanya berfungsi
sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai tempat penanaman
kader-kader pemimpin agama. Beberapa pesantren yang terkenal dari ujung ke
ujung pulau Jawa pada bagian kedua abad ke -19 antara lain, Pesantren Lengkong
(Cirebon), Krapak (Yogyakarta), Tegalsari (Ponorogo), Sidacerna (Surabaya).
Banyak pemimpin agama yang merasa terpanggil untuk menyatakan dirinya sebagai
pemimpin mesianistis sebagai akibat dari penetrasi Barat yang semakin mendalam.
Dengan melalui perluasan penempatan pegawai pamong-praja, pemerintah colonial
telah membuat jalan yang semakin lebar bagi penetrasinya ke daerah pedesaan,
dan dengan demikian secara tidak langsung mengancam kedudukan elite agama yang
ada di daerah tersebut. Akibatnya dengan sifat bermusuhan, maka pemimpin agama
mulai menggerakan pesantren dan tarekat dalam gerakan pemberontakan melawan
Belamda. Mereka mengutuk pemerintah Belanda atas dasar landasan politik dan
agama. Pertama, dalam pandangan keperxayaan kaum Muslimin pemerintahan kafir
haruslah ditolak. Kedua, mereka takut kehilangan hak-hak istemewa, kedudukan
dan pengaruh terhadap penduduk pedesaan.
Faktor penting yang berlaku umun di
sebagian besar gerakan mesianistis ialah bahwa gerakan itu tersusun dari
kelompok-kelompok keluarga. Pengumpulan pengikut dilakukan melalui garis
kekerabatan, sekalipun pengukut dari luar ikatan itu juga terdapat.
Ledakan-ledakan mesianisme telah menunjukkan bahwa di dalamnya termuat tuntutan
mengenai penyelamatan masyarakat, yang menjelma dalam ide Ratu Adil dan Imam Mahdi.
Didalam mitos Ratu Adil yang dilingkungan masyarakat Jawa sering juga disebut
Erucakra, terdapat harapan akan kedatangan seorang raja yang membawa pemerintah
yang penuh keadilan. Rakyat akan dibebaskan dari kejahatan, permusuhan,
kesakitan dan kelaparan. Tradisi Mesianistis islam masuk ke dalam mesianisme
Jawa dan Mahdisme dapat dilihat dengan jelas dalam beberapa aliran gerakan Jawa
di Jawa. Mesiamisme Islam yang masuk ke dalam mesianisme Jawa itu umumnya
tercermin dalam bentuk eskatologinya.
Contoh gerakan Ratu Adil ini yaitu
Gerakan yang terjadi di Jawa, pada tahun 1903 seorang Kyai dari desa Samentara
di Kabupaten Sidoarjo, bernama Kasan Mukmin, mulai bertindak sebagai orang yang
menerima wahyu dan mengaku sebagai penjelmaan Imam Magdi yang akan mendirikan
sebuah kerajaan baru di Jawa. Ia berkhotbah bahwa perang jihad akan di umumkan
untuk melawan pemerintah Belanda. Sebelum memproklamasikan diri sebagai guru
selamat, Kasan Mukmin telah mengumumkan sekelompok pengikut disekelilingnya. Ia
membagi-bagi kan jimat dan menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan untuk
menyembuhkan penyakit. Tetapi pengetahuannya tentang agama Islam tampak kurang,
sedangkan menurut penasehat Belanda ngelmunya sangat meragukan.
Di dalam peristiwa ini terdapat
sumber-sumber yang menunjukkan bahwa terdapat beberapa agitasi yang secara
kusus berhubungan dengan rasa dendam dan ketidakpuasan rakyat. Alasan pokok
dari tindakan mereka berhubungan dengan penyelewengan-penyelewengan yang
dilakukan oleh pemerintah kolonial. Bukti-bukti juga menunjukkan bahwa
pemberontakan itu dijiwai oleh keinginan untuk membalas dendam yang disebabkan
karena adanya persilisihan antara petani dengan pengurus perkebunan tebu.
Menurut fakta-fakta pemberontakan itu timbul sebagai jawaban terhadap kondisi
penyewaan tanah yang tidak wajar, pengerahan tenaga buruh, masalah yang
berhubungan dengan system pengairan dan pungutan pajak di daerah-daerah
pedesaan.
Gerakan Mesianisme pada berikutnya muncul pada
tahun 1970 di desa Bendungan wilayah Kabupaten Berbek di Karisidenan Kediri.
Pemimpin dari gerakan ini bernama Dermodjojo, seorang petani kaya dari desa
Bendungan yang berumur 60 tahun. Mengenai kapan gerakan itu dimulai tidap dapat
diketahui, tetapi yang jelas Derodjojo memproklamisasikan dirinya sebagai Ratu
Adil. Ia berminpi bahwa ia telah ditakdirkan menjadi Ratu Adil dan ini
diperkuat oleh cerita-cerita orang lain yang memimpikan dia. Gerakan-gerakan mesianistis lainnya dapat
disebutkan misalnya, gerakan Nur Hakim dan Malangjuda yang terjadi
berturut-turut 1870-1871 dan 1885-1886. Hampit bersamaan gerakan tersebut,
terdapat pula gerakan Ratu Adil yang meletus di daerah lain yang terkenal
dengan peristiwa Amat Ngisa. Didaerah Banyumas gerakan-gerakan semacam ini juga
muncul pada tahun 1920, diantaranya timbulnnya dua buah gerakan mesianisme yang
dikatan menonjol pada waktu itu. Yang pertama adalah terjadi pada tahun 1919,
dengan munculnya seorang pemimpin agama dari prembun yang bernama Amadkosdi,
dengan mengambil gelar Ratu Gambiranom dan mengajarkan serta menganjurkan
perang melawan orang kafir. Gerakan yang kedua dipimpin oleh Mohamad Sirad yang
memproklamasikan dirinya sebagai Imam Mahdi. Pergerakan ini karena disebabkan
penolakan terhadap lumbung padi dan penolakan untuk mengakui perkawinan menurut
tatacara Islam yang resmi.
Baca artikel lanjutan:
Baca artikel lanjutan:
No comments:
Post a Comment