May 6, 2019

Pemikiran Arab dan Perjuangan Meraih Kemerdekaan Nasional 1918-1945


Pemikiran Arab dan Perjuangan Meraih Kemerdekaan

Nasional 1918-1945

Pada masa periode sebelum 1918-1945 pemikiran Arab didominasi oleh persoalan-persoalan mengenai kultural dan kebangkitan. Paska Perang Dunia I, persoalan yang ada di sekitar bangsa Arab berubah menjadi persoalan melawan dominasi Eropa. Hal ini sangat menyulitkan bangsa Arab karena Eropa dengan ganas berupaya mengobrak-abrik masyarakat Arab pada saat itu. Sudah menjadi kewajiban bagi suatu bangsa untuk mempertahankan keutuhan bangsa dan negaranya dari campur tangan asing. Oleh sebab itu, mulailah bermunculan para pemikir dan tokoh nasionalis yang mempengaruhi kebangkitan bangsa Arab.
Periode 1918-1945 bisa dikatakan sebagai peridoe di antara dua Perang Dunia. Mulainya periode ini ditandai oleh semakin berkembangnya pemikiran yang memainkan peranan utama dari setiap gerakan sosial. Gerakan yang sangat mencolok adalah gerakan nasionalis. Selain gerakan nasionalis, terjadi pula revivalisme Islam dan sosialisme liberal. Bangsa Arab melakukan berbagai upaya dalam melawan rintangan yang mereka hadapi, salah satu upayanya adalah pembentukan-pembentukan gerakan ideologis dan politik.
Kaum nasionalis bangsa Arab mulai membentuk partai-partai politik pada periode ini. Beberapa partai politik pertama yang berdiri adalah Partai Wafd di Mesir, Liga Aksi Nasional, Partai Sosialis Nasional Suriah di Suriah, Partai Al-Ahali di Iraq, Partai Destour di Magrib, Partai Kemerdekaan di Magrib. Bukan hanya partai politik, konon selama periode ini partai komunis banyak terbentuk.
Orang-orang yang tergabung dalam partai politik ini adalah masyarakat dari kelas menengah, rakyat umum, bukan dari kalangan para elit. Keruntuhan Dinasti Usmaniyah membangkitkan kesadaran kaum elit untuk membangun kembali kekhalifahan Islam, namun bedanya kali ini mereka ingin agar kekhalifahan berpusat di wilayah Mesir atau Arab.

·         Ali Abdul Raziq (1888-1966)
Ali Abdul Raziq adalah seorang syeikh Universitas Al-Azhar Kairo yang lahir pada tahun 1888. Ia berasal dari keluarga feodal yang aktif dalam kegiatan politik. Termasuk ayahnya juga berkecimpung dalam dunia politik. Ali Abdul Raziq dipecat dari Universitas Al-Azhar Kairo karena pemikirannya yang tidak sesuai dengan ulama-ulama Universitas Al-Azhar. Pada tahun 1925 ia menerbitkan buku kontroversionalnya yang berjudul Al-Islam wa Al-Ushul Al-Hikm (Islam dan Basis Otoritas).
Dalam bukunya ia menyatakan bahwa sistem kekhalifahan yang berdiri setelah Nabi Muhammad SAW meninggal merupakan sebuah tatanan politik semata, bukan religius. Menurutnya, salah jika umat Islam tidak boleh menerapkan sistem politik yang sesuai dengan keinginan dan persetujuan rakyat suatu bangsa. Pemikiran-pemikiran Ali Abdul Raziq yang ia tuang dalam buku tersebut secara umum adalah tentang sekularisme, yaitu memisahkan antara agama dan negara. Dia berpendapat bahwa agama tidak ada kaitannya sama sekali dengan negara.

·         Taha Husein (1889-1973)
Taha Husein adalah figur kesusastraan dan pendidikan terkemuka bangsa Arab. Tahun 1926 ia menerbitkan buku Fi Al-Syi’r Al-Jahiliy (Tentang Puisi Pra-Islam). Dalam bukunya ia mempertanyakan otentisitas puisi pra-Islam yang dianggap telah membentuk pemikiran Arab. Ia kemudian menyimpulkan bahwa mayoritas puisi pra-Islam disusun pada masa kemunculan Islam, bukan memang benar-benar berasal dari sebelum Islam datang.
Sepuluh tahun kemudian Taha Husein menerbitkan buku lagi dengan judul Mustaqbal Al-Tsaqafa fi Mishr (Masa Depan Kebudayaan Mesir). Dalam buku ini ia menyimpulkan bahwa Mesir lebih condong ke Barat, bukan ke Timur. Ia menegaskan bahwa Mesir harus mengikuti jejak Eropa agar bisa setara dan menjadi partner peradaban mereka. Taha Husein sendiri menganut nasionalisme Mesir. Kesatuan wilayah baginya merupakan pokok dari solidaritas sosial dan perasaan kenegaraannya tertuju pada tanah air. Dalam masalah kebangsaan ia tidak membedakaan antara warga Mesir muslim dan non muslim.

·         Hassan Al-Banna (1906-1949)
Ia adalah pendiri Al-Ikhwān Al-Muslimūn di tahun 1928. Ia menyeru kelompok kelas menengah agar kembali pada mata air Islam. Dengan ketaatan terhadap hukum Islam kekuasaan dan kejayaan bisa dibangkitkan lagi oleh sebuah negara Islam. Ia percaya bahwa kemunduran kaum muslim adalah adanya kerenggangan dengan agama. Reformasi berarti kembali pada ajaran Islam.
Ia pernah mengatakan bahwa sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang politikus, mempunyai pandangan jauh ke depan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya. Keislaman seseorang menuntutnya untuk memberikan perhatian kepada persoalan-persoalan bangsanya. Ia juga pernah memaparkan bahwa sesungguhnya dalam Islam ada politik, namun politik yang padanya terletak kebahagiaan dunia dan akhirat. Itulah politik kami.[1]

·         Salama Musa (1887-1958)
Pemikiran Salama Musa yang menghantarkannya dalam barisan pemikir sekuler banyak tertuang dalam bukunya Al-Yaum wa Al-Ghad.   Salama Musa adalah seorang pemikir yang pernyataannya terlalu transparan vulgar dan kontroversial. Ia bahkan berani melintasi batas-batas rawan kesakralan teks-teks wahyu. Jika melihat beberapa pernyataan darinya yang cukup berani, tidak sedikit orang yang menganggapnya orang Barat yang non muslim. Ia banyak menghasilkan tulisan mengenai sosialisme, demokrasi politik, teori evolusioner, nasionalisme Mesir, sastra dan sekularisme.
Ia menganggap tradisi muslim dan Arab terbelakang, dan menyerukan agar Arab mengadopsi peradaban Barat secara total. Ia mengatakan “Meski matahari terbit di Timur, namun cahaya datang dari Barat.” Ia juga dengan tegas menyatakan, “Inilah madzhabku yang kujalani selama hidupku baik secara sembunyi ataupun terus terang. Saya adalah kafir di Timur dan mukmin di Barat.”


[1] Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Terj. Anis Mata, (Solo:Intermedia,2001) hal 63

No comments:

Post a Comment

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts