Progresif
dari Kemerdekaan dan
Pasca Kemerdekaan, 1945-1992
Pasca Kemerdekaan, 1945-1992
Pada pembahasan sub bab ini, secara
esensial periode pertama dicirikan dengan spirit kebangkitan, dan periode
keduanya dicirikan dengan mobilisasi dan perjuangan nasional. Sedangkan pada
periode kemerdekaan dan pasca kemerdekaan dicirikan dengan sebuah upaya untuk
mencari makna-makna dan berbagai penyebab kegagalan bangsa Arab dalam
menghadapi tantangan mereka. Kemudian pada ada pembahasan ini,
periode-periodenya bisa di bagi lagi dalam periode kemerdekaan (1945-1967) dan
periode pasca kemerdekaan(1967 hingga selanjutnya).
Pada
bagian pertamanya dikarakteristikkan oleh tumbunhnya berbagai macam gerakan
nasional sekuler yang berakhir ketika mencapai puncak kehancurannya setelah
mengalami kekalahan perang Arab-Israel pada tahun 1967. Setelah peperangan ini,
mulailah masuk ke fase kedua yang dipenuhi harapan besar yang disuarai oleh
gerakan-gerakan perlawanan rakyat Palestina sebagai pelopor revolusi Arab.
Kemudian gerakan-gerakan rakyat Palestina ini mulai berubah menjadi sebuah
organisasi yang akan menjadi bagian dari system Arab yang lebih besar.
Setelah
Perang Dunia II, harapan Arab diluluhlantahkan oleh penghancuran Palestina dan
pendirian Negara Israel. Namun, setelah kejadian itu revolusi Mesir 1952
sesegera mungkin merevitalisasi dunia Arab dan membangkitkan gairah baru pada massa
Arab. Bangsa Arab pun seperti memperoleh kembali kehormatan dan dapat
memproyeksikan pandangan optimis terhadap masa depan. Namun lain halnya,
kebangkitan Islam yang hakiki baru teradi setelah revolusi Islam Iran 1979.
Setelah keadian itu, terjadi peralihan ke jalan Tuhan yang dilakukan oleh
banyak generasi muda Arab yang intelektual. Dalam hal ini, terdapat dua tren
keagamaan yang pertama yaitu aliran
konservasif Saudi yang pertama-tama muncul perlahan ke permukaan. Tren
keagamaan ini mengikuti jejak yang telah ditempuh oleh al-ikhwan al-Muslimuun.
Kemudian yang kedua adalah tren yang diisi oleh bekas penganut nasionalisme dan
sosialisme, yang telah beralih ke jalan Tuhan yang lebih moderat dan berupaya
dalam menyatukan kekuatan lama dan baru dalam
kerangka Islam yang kiri dan nasionalis. Namun diantara mereka banyak
yang tidak berhasil dalam menjalankannya.
Diantara
orang-orang yang gagal dalam merekonsilisasi kekuatan religius dan nasional
tersebut diantaranya adalah para
figure-figur kiri seperti Muhammad ‘Amara, Adel Husein, Thariq al-Busyri, dan
Hasan Hanafi. Tema utama dalam progresifisasi mereka yang utama adalah
merekonsilisasi kekuatan Islam dan Nasionalis Arab dan menghadapi invasi kultur
Barat. Kelompok ini sering di sebut Kiri Islam atau “Kaum Salaf baru”. Kelompok
ini menegaskan untuk menjaga identitas Arab-Islam dan kembali membangkitkan
keontektikannya. Salah satu gagasan yang selalu dipegang oleh kelompok ini
ialah penolakan terhadap segala macam gagasan yang pada dasarnya dipinjam, diimpor,
ataupun asing yang mengatasnamakan otentisitas. Kemudian dari hasil dari
progresifitas ini ialah pergeseran yaitu dari konfrontasi menjadi pemutusan
hubungan dengan Barat, dari liberalisai menjadi akomodasi terhadap tradisi yang
represif atau yang lebih terlihat atas nama keontentikan.
Orang-orang
yang berusaha dalam progresifitas dalam perubahan diantaranya, Muhammad ‘Amara
yang menyuarakan tentang warisan Islam dan Arab secara progresif, sembari
mempertahankan penggabungan hukum Islam ke dalam system perundangan Mesir dan
mengatakan bahwa sekulerisme bukanlah masa depan bagi perdaban Arab-Islam.
Kemudian ada Tariq al-busyri yang mengupayakan adanya relasi yang lebih baik
antara Islam dan Kristen dalam kerangka persatuan nasional, namun bersikeras menggangap
sekuler adalah tumbuhan asing.
Progeresifisme,
pemikiran progresif Arab bisa diindentifikasikan berdasar asas sikap kritis,
pandangan futuristic, pemahaman sosialis dan sekuler, serta tafsir ilmiahnya
yang secara khusus menekankan pada analisis kelas. Salah satu ciri khas dari
kelompok ini ialah paradigma yang berorientasi ke masa depan, menolak
interpretasi idelistisdan murni kaltural serta berusaha meneliti segala sesuatu
dengan mengaitkan dengan konteks social dan historisnya.
Gerakan
progresif terdiri atas tiga subkelompok yang dibedakan berdasarkan kerangka
analitis yang diantaranya yaitu Marxisme klasik dan partisan, teori dependensi,
dan kritisisme social.
1. Marxisme klasik dan partisan diwakili
oleh Husein Mroueh, Mahmud Amin al-‘Alim, dan Thayib Tiizzini. Dari kelompok
ini mengupayakan pemikirannya melalui buku yang mereka tulis dengan metode
materialisme historis untuk menghasilkan hasil yang progresif dari
gambaran-gambaran masa lalu yang telah diteliti.
2. Teori dependensi diwakili oleh para pendukung
dependensi seperti Saamir Amin, Mahmud Abdel Fadil, dan Galal Amin. Teori ini
memberi pemahaman alternative sekaligus redefinisi atas proses pembangunan.
Proposisi dari teori ini diantaranya pertama, melakukan pembangunan bertujuan
untuk mengintergrasikan Negara-negara dunia ketiga ke dalam system kapitalis
dunia. Kedua, pekerja dalam tata perekonomian dunia dikelompokkan menjadi satu
golongan yang dimana Negara-negara yang kurang penting memproduksi bahan-bahan
mentah, dan Negara Barat memproduksi barang-barang industry.
3. Kritisisme social diwakili oleh para
kritikus social seperti Hisyam Syarabi, Abdallah Laroui, Syadiq al-Azm, Abdul
kabir Khatib, dan intelektual-intelektual lainnya yang mengikuti gagasan
Marxisme, struktualisme Eropa, dan analisis social. Para kritikus dari subtren
ini melakukan pendekatan kritsis kaum progresif, yang bersumber dari sebuah
komitmen untuk melakukan perubahan trandesental terhadap masyarakat Arab dengan
cara menerapkan demokrasi, persatuan nasional, sekularisme, dan sosialisme.
No comments:
Post a Comment