May 6, 2019

Periode Kemerdekaan dan Pasca Kemerdekaan (1945-seterusnya)


Periode Kemerdekaan dan Pasca Kemerdekaan (1945-seterusnya)

Periode pertama dicirikan oleh spirit kemerdekaan dan periode kedua dicirikan oleh mobilisasi dan perjuangan nasional. Pada periode ketiga, dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode kemerdekaan dan periode pasca kemerdekaan. Periode kemerdekaan (1945-1967) merupakan periode awal didirikannya gerakan nasional sekuler, namun setelah perang antara Arab-Israel yang terjadi pada tahun 1967 gerakan nasional sekuler ini hancur. Setelah peperangan ini, dimulailah fase kedua, yaitu Fase yang dipenuhi harapan besar yang ditiupkan oleh gerakan perlawanan rakyat palestina sebagai revolusi Arab. Gerakan perlawanan rakyat Palestina selanjutnya menjadi sebuah organisasi dan kemudian menjadi sistem Arab yang lebih besar.
Pada tahun 1991, Irak kalah dalam perang Teluk, ini menjadikan bangsa Arab disibukkan mencari penyebab terjadinya krisis yang berkepanjangan dan tidak berusaha untuk melakukan pembaruan.Setelah itu, penderitaan bangsa Arab ditambah lagi dengan penghancuran Palestina dan pendirian Israel setelah Perang Dunia II. Harapan bangsa Arab Arab sempat bangkit ketika terjadi revolusi Mesir pada tahun1952 dan revolusi Aljazair pada tahun 1954-1962. Revolusi kedua Negara tersebut mengobarkan semangat untuk bersama-sama membentuk sejarah dan menyiapkan diri untuk memasuki era baru. Harapan bangsa Arab seakan dibuyarkan dengan kekalahan mereka pada Perang Juni pada tahun 1967. Perang tersebut meluluhlantahkan impian bangsa Arab akan masa depannya. Evolusi pemikiran Arab dalam merespons perubahan kondisi dan peristiwa historis ini juga dapat dianggap sebagai garis besar dari berbagai pandangan yang berlawanan dari tiga identifikasi berikut: liberal, religious, dan progresif.

                 Kecenderungan Liberalisme
Para pemikir liberal berusaha untuk memberi penjelasan dan mencari jalan keluar dari keterpurukan kehidupan bangsa Arab di sepanjang sejarah modernnya. Mereka cenderung hanya berfokus pada aspek-aspek kultural bukan sosial maupun ekonomi. Pemikiran mereka berdasar atas perbedaan tajam antara kekalahan dunia Arab dan kejayaan Barat. Beberapa pemikir liberal memunculkan pemikiran liberal dalam karya mereka, diantaranya
·         Constantine Zurayq
Constantine Zurayq (1950) seorang sejarawan Suriah, ia merefleksikan pemikirannya dalam karya Ma’na al-Nakba (makna kekacauan) yang setelah 2 tahun direvisi menjadi Ma’na al-Nakba Mujaddadan. Hampir dalam semua karya Zurayq menekankan pentingnya transformasi dunia Arab, dari masyarakat yang emosional, ilusif, mitologis, dan puitis menjadi sebuah masyarakat yang memiliki orientasi, rasional dan ilmiah seperti masyarakat Barat. Menurut Zurayq, salah satu faktor kemunduran bangsa Arab juga adalah mereka terbagi dalam beberapa kubu, nasionalis, sosialis, dan reaksional.

·         Zaki Najib Mahmud
Mahmud menyatakan bahwa bangsa Arab harus berpikir rasional dalam melakukan pembaruan, salah satunya merekonsiliasi antara kultur Arab dan modernitas. Proses tersebut dapat dilakukan dengan cara mengambil segala hal yang dapat diaplikasikan dan menyingkirkan yang tidak aplikatif dari tradisi mereka. Mahmud juga amengemukakan mottonya, yaitu Motto Mahmud: “keterbukaan pikiran terhadap segala bentuk pengalaman; manfaat pengalaman semacam itu harus dipertimbangkan dengan akal dan rasio”.

                      Kecenderungan Religius.
Setelah Perang Dunia II, pengaruh gerakan keagamaan hanya menjadi minoritas, karena pemikiran nasionalis dan sosialis sekuler mendominasi dunia Arab. Kendati pengaruh keagamaan hanya minoritas, bukan berarti mereka hanya diam. Mereka tetap mengemukakan pendapat mereka.
·         Sayyid Qutb (1906-1966)
Qutb bergabung dengan gerakan Ikhwanul Muslimin, dia menulis beberapa karya yang di dalamnya berisi tentang usulannya membentuk system politik dan ideology yang islami dan menolak segala macam bentuk pemerintahan. Hal ini menyebabkan ia ditahan selama 12 tahun sebelum akhirnya Qutb dieksekusi pada tahun 1966.
·         Malik bin Nabi
Malik bin Nabi yang mengungkapkan pendapatnya tentang keagamaan dalam karyanya yang menyerukan “kebangkitan komunitas Islam dari tidur panjangnya”. Malik mengungkapkan bahwa wahyu dan ide-ide religious merupakan penggerak sejarah dan fondasi realitas yang sebenarnya. Selain itu, Salah al-Din Al-Munajjid menyatakan bahwa penyebab kekalahan bangsa Arab dalam perang Iran adalah mereka tidak lagi beriman, maka Tuhan tidak bersedia menolong mereka.

Ada pula pemikir kritis dari gerakan religus, diantaranya Muhammad Amara, Adel Husein, Thariq al-Busyri dan Hasan Hanafi. Kelompok ini sering disebut kelompok kiri Islam atau “kaum salaf baru”. Tema pemikiran mereka adalah merekonsiliasi kekuatan Islam dan menginvasi kultural Barat. Oleh karena itu, tugas paling penting yang harus dilakukan adalah menjaga identitas Arab-Islam dan kembali membangkitkan keotentikannya.

Semua yang diungkapkan para pemikir religious ini tidak jauh dari menolak segala sesuatu yang berasal dari Barat, berusaha menjaga identitas Arab-Islam dan kembali membangkitkan semangat keagamaan dan nasionalis Arab. Karena posisi gerakan religious merupakan minoritas di masa ini, kelompok nasionalis proogresif terus menghangat di berbagai Negara Arab. Sementara itu, dengan penuh keputusasaan, gerakan nasionalis progresif mencoba meraih kembali posisi istimewa yang pernah diraihnya beberapa decade setelah kemerdekaan.

No comments:

Post a Comment

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts