Periode Kemerdekaan dan Pasca Kemerdekaan (1945-seterusnya)
Periode pertama
dicirikan oleh spirit kemerdekaan dan periode kedua dicirikan oleh mobilisasi
dan perjuangan nasional. Pada periode ketiga, dapat dibagi menjadi dua periode,
yaitu periode kemerdekaan dan periode pasca kemerdekaan. Periode kemerdekaan
(1945-1967) merupakan periode awal didirikannya gerakan nasional sekuler, namun
setelah perang antara Arab-Israel yang terjadi pada tahun 1967 gerakan nasional
sekuler ini hancur. Setelah peperangan ini, dimulailah fase kedua, yaitu Fase
yang dipenuhi harapan besar yang ditiupkan oleh gerakan perlawanan rakyat
palestina sebagai revolusi Arab. Gerakan perlawanan rakyat Palestina
selanjutnya menjadi sebuah organisasi dan kemudian menjadi sistem Arab yang
lebih besar.
Pada tahun
1991, Irak kalah dalam perang Teluk, ini menjadikan bangsa Arab disibukkan
mencari penyebab terjadinya krisis yang berkepanjangan dan tidak berusaha untuk
melakukan pembaruan.Setelah itu, penderitaan bangsa Arab ditambah lagi dengan
penghancuran Palestina dan pendirian Israel setelah Perang Dunia II. Harapan
bangsa Arab Arab sempat bangkit ketika terjadi revolusi Mesir pada tahun1952
dan revolusi Aljazair pada tahun 1954-1962. Revolusi kedua Negara tersebut
mengobarkan semangat untuk bersama-sama membentuk sejarah dan menyiapkan diri
untuk memasuki era baru. Harapan bangsa Arab seakan dibuyarkan dengan kekalahan
mereka pada Perang Juni pada tahun 1967. Perang tersebut meluluhlantahkan impian
bangsa Arab akan masa depannya. Evolusi pemikiran Arab dalam merespons
perubahan kondisi dan peristiwa historis ini juga dapat dianggap sebagai garis
besar dari berbagai pandangan yang berlawanan dari tiga identifikasi berikut:
liberal, religious, dan progresif.
Kecenderungan Liberalisme
Para pemikir
liberal berusaha untuk memberi penjelasan dan mencari jalan keluar dari
keterpurukan kehidupan bangsa Arab di sepanjang sejarah modernnya. Mereka
cenderung hanya berfokus pada aspek-aspek kultural bukan sosial maupun ekonomi.
Pemikiran mereka berdasar atas perbedaan tajam antara kekalahan dunia Arab dan
kejayaan Barat. Beberapa pemikir liberal memunculkan pemikiran liberal dalam
karya mereka, diantaranya
·
Constantine Zurayq
Constantine
Zurayq (1950) seorang sejarawan Suriah, ia merefleksikan pemikirannya dalam
karya Ma’na al-Nakba (makna kekacauan) yang setelah 2 tahun direvisi
menjadi Ma’na al-Nakba Mujaddadan. Hampir dalam semua karya Zurayq
menekankan pentingnya transformasi dunia Arab, dari masyarakat yang emosional,
ilusif, mitologis, dan puitis menjadi sebuah masyarakat yang memiliki
orientasi, rasional dan ilmiah seperti masyarakat Barat. Menurut Zurayq, salah
satu faktor kemunduran bangsa Arab juga adalah mereka terbagi dalam beberapa
kubu, nasionalis, sosialis, dan reaksional.
·
Zaki Najib Mahmud
Mahmud
menyatakan bahwa bangsa Arab harus berpikir rasional dalam melakukan pembaruan,
salah satunya merekonsiliasi antara kultur Arab dan modernitas. Proses tersebut
dapat dilakukan dengan cara mengambil segala hal yang dapat diaplikasikan dan
menyingkirkan yang tidak aplikatif dari tradisi mereka. Mahmud juga
amengemukakan mottonya, yaitu Motto Mahmud: “keterbukaan pikiran terhadap
segala bentuk pengalaman; manfaat pengalaman semacam itu harus dipertimbangkan
dengan akal dan rasio”.
Kecenderungan Religius.
Setelah Perang
Dunia II, pengaruh gerakan keagamaan hanya menjadi minoritas, karena pemikiran
nasionalis dan sosialis sekuler mendominasi dunia Arab. Kendati pengaruh
keagamaan hanya minoritas, bukan berarti mereka hanya diam. Mereka tetap
mengemukakan pendapat mereka.
·
Sayyid Qutb (1906-1966)
Qutb bergabung dengan gerakan Ikhwanul Muslimin, dia menulis
beberapa karya yang di dalamnya berisi tentang usulannya membentuk system
politik dan ideology yang islami dan menolak segala macam bentuk pemerintahan.
Hal ini menyebabkan ia ditahan selama 12 tahun sebelum akhirnya Qutb dieksekusi
pada tahun 1966.
·
Malik bin Nabi
Malik bin Nabi yang
mengungkapkan pendapatnya tentang keagamaan dalam karyanya yang menyerukan
“kebangkitan komunitas Islam dari tidur panjangnya”. Malik mengungkapkan bahwa
wahyu dan ide-ide religious merupakan penggerak sejarah dan fondasi realitas
yang sebenarnya. Selain itu, Salah al-Din Al-Munajjid menyatakan bahwa penyebab
kekalahan bangsa Arab dalam perang Iran adalah mereka tidak lagi beriman, maka
Tuhan tidak bersedia menolong mereka.
Ada
pula pemikir kritis dari gerakan religus, diantaranya Muhammad Amara, Adel
Husein, Thariq al-Busyri dan Hasan Hanafi. Kelompok ini sering disebut kelompok
kiri Islam atau “kaum salaf baru”. Tema pemikiran mereka adalah merekonsiliasi
kekuatan Islam dan menginvasi kultural Barat. Oleh karena itu, tugas paling
penting yang harus dilakukan adalah menjaga identitas Arab-Islam dan kembali membangkitkan
keotentikannya.
Semua
yang diungkapkan para pemikir religious ini tidak jauh dari menolak segala
sesuatu yang berasal dari Barat, berusaha menjaga identitas Arab-Islam dan kembali
membangkitkan semangat keagamaan dan nasionalis Arab. Karena posisi gerakan
religious merupakan minoritas di masa ini, kelompok nasionalis proogresif terus
menghangat di berbagai Negara Arab. Sementara itu, dengan penuh keputusasaan,
gerakan nasionalis progresif mencoba meraih kembali posisi istimewa yang pernah
diraihnya beberapa decade setelah kemerdekaan.
No comments:
Post a Comment