May 6, 2019

Gerakan Sosial Indonesia Abad 19 Bagian 4

GERAKAN SOSIAL DI MASA KOLONIAL

      Gerakan Samin
Samin Surosentiko lahir di Plosokediren, Randublatung, Blora pada tahun 1859. Raden Kohar adalah nama kecilnya. Garis bangsawan mengalir dalam darahnya dari garis ayahnya, Raden Surowijoyo yang merupakan keturunan dari Pangeran Kusumaningayu, Adipati Sumoroto, daerah Tulungagung sekarang. Samin Surosentiko dibesarkan dalam pengasuhannya ayahnya di Plosokediren. Realita masa penjajahan kolonial menyadarkan dirinya akan hak-hak bangsa pribumi yang tertindas. Terutama kebijakan Kompeni atas privatisasi hutan jati dan kewajiban membayar pajak bagi masyarakat miskin.[1]
Raden Kohar tumbuh dengan jiwa dan semangat empatis atas masyarakat sekitar. Ia melakukan ekspansi gagasan dan pengetahuan sebagai bentuk pendekatan transintelektual kaum tertindas (petani rakyat jelata). Perlawanan tidak dilakukan secara fisik tetapi berwujud penentangan terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap pemerintah Kolonial. Terbawa oleh sikapnya yang menentang tersebut, ia merekontruksi sebuah tatanan, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan baru yang berbeda dari kaidah-kaidah yang berlaku umum. Sebuah gerakan yang lebih bersifat sebagai pembangkangan dan perlawanan sipil terhadap pemerintah Kolonial.[2]
Gerakan sosial Raden Kohar, yang selanjutnya bernama Samin Surosentiko ~ sebuah nama yang lebih bernafaskan jiwa rakyat kebanyakan, memiliki tiga unsur gerakan Saminisme. Pertama, gerakan yang mirip organisasi proletariat kuno yang menentang sistem feodalisme dan kolonial dengan kekuatan agraris terselubung. Kedua, gerakan yang bersifat utopis tanpa perlawanan fisik yang mencolok. Dan ketiga, gerakan yang berdiam diri dengan cara tidak membayar pajak, tidak menyumbangkan tenaganya untuk negeri, menjegal peraturan agraria dan pengejawantahan diri sendiri sebagai dewa suci. Menurut Sartono Kartodirjo, gerakan Samin adalah sebuah epos perjuangan rakyat yang berbentuk “kraman brandalan” sebagai suatu babak sejarah nasional, yaitu sebagai gerakan ratu adil yang menentang kekuasaan kulit putih.[3]
Gerakan Samin merupakan gerakan social tradisional pedesaan yang bersifat pasif. Gerakan ini dipimpin oleh Surontiko Samin. Gerakan ini dilakukan oleh petani dan cakupan wilayahnya kecil. Gerakan ini muncul pada abad ke 19, gerakan Samin tidak melakukan tindak kekerasan seperti gerakan yang lain. gerakan Samin mengutamakan kejujuran, menghargai sesamanya dan menghargai kaum perempuan. Pemerintah Hindia Belanda dan Snouk Hurgonje berpandangan bahwa gerkan ini mesianistis  yang non-Islam. Gerakan ini tidak berbahaya dan mudah ditumpas jika pemimpinnya dibuang. Surontiko Samin akhirnya dibuang ke Sumatra.[4]
Gerakan Samin muncul karena himpitan ekonomi akibat kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda. Gerakan Samin menampakkan peningkatan kegiatannya dan bersifat mesianistis pada abad ke 20. Gerakan Samin tidak Homogen, hal ini terlihat di berbagai daerah yang mendapat pengaruh dari gerakan Samin. Setelah Surontiko dibuang ke Sumatra, para pemimpin lainnya meneruskan gerakan Samin dengan pandangan berbeda-beda. Hal ini terjadi karena tidak ada doktrin tertulis yang ditinggalkan Surontiko.[5]



[1] Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia IV cet.2 Edisi Pemutakhiran, Jakarta: Balai Pustaka, 2008, hlm. 440
[2] Ibid. hlm 441
[3] Ibid. hlm.441
[4] Ibid. hlm 443

No comments:

Post a Comment

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts