May 6, 2019

Gerakan Sosial Indonesia Abad 19 Bagian 6


Gerakan Sekte Keagamaan di Jawa


      Jamaa’ah Rifa’i
Salah satu gerakan sosial yang mengandung ciri gerakan protes sekaligus gerakan sekte keagamaan adalah Jamaah Rifa’iyah. Nama gerakan ini diambil dari tokoh pemimpinnya yaitu K.H. Ahmad Rifa’i Kalisalak. Sebagaimana lazimnya gerakan-gerakan sosial yang bersifat tradisional, Jamaah Rifa’iyah sangat lekat dengan sosok pemimpinnya yang karismatis. Lahir, tumbuh, dan berkembangnya Jamaah Rifa’iyah pada dasarnya adalah implementasi dari pemikiran-pemikiran K.H. Ahmad Rifa’i yang dituangkan dalam kitab-kitab karyanya. Oleh karena itu, kita perlu memahami latar belakang dari sosok K.H. Ahmad Rifa’i dan juga pemikiran yang terkandung dalam kitab-kitabnya. Dari riwayat hidupnya kita akan melihat bahwa K.H. Ahmad Rifa’i adalah sosok seorang ulama yang konsisten melawan pemerintah kolonial Belanda beserta elit birokrasi tradisional dan konsistensi ini dapat ditemukan pula dalam tulisan yang terdapat pada kitab-kitabnya. Kitab-kitab itu sendiri ditulis dalam rangka merespon kebutuhan masyarakat ketika itu untuk mempelajari agama.[1]
Mohammad Rifa’i dari Kalisalak pada abad 19. Sekte budiah merupakan jenis pemurniaan Islam dengan tujuan mengadakan pembaharuan Islam dengan cara kembali kepada ajaran yang murni. Haji Rifa’i menulis beberapa buku antara lain ilmu hukum Islam, asas-asas kepercayaan dan mistisisme ditulis dalam bahasa Jawa dan dalam bentuk puisi. Kumpulan karyanya disebut tardjumah. Kitab Tardjumah berisi terjemahan kedalam bahasa Jawa yang terdapat dalam kitab suci yang berbahasa Arab.[2]
Haji Rifa’i berpendapat bahwa kehidupan agama dari rakyat dan pemimpin telah menyimpang dari petunjuk-petunjuk Tuhan. Selain konsepsi perjuangan melawan penjajah rifangi juga menyatakan akan datang suatu masa bahwa pulau jawa akan menjadi makmur dan tidak ada tindak criminal jika orang-orang bodoh patuh terhadap pemimpin yang bijak.
Di Kalisalak ia membangun sebuah komunitas pengajian, mula-mula ia mengajar anak-anak membaca Al-Qur’an. Namun lambat laun orang dewasa dari Desa Kalisalak dan sekitarnya tertarik untuk mengaji padanya. Di desa tersebut K.H. Ahmad Rifa’i menikah dengan janda Demang Kalisalak yang bernama Nyai Sujinah. Pernikahan K.H. Ahmad Rifa’i dengan Nyai Sujinah menunjukkan bahwa dirinya mendapat dukungan dari orang yang mempunyai status sosial cukup tinggi yang nantinya dapat memberi manfaat bagi kelangsungan dakwah. Di tempat barunya ini K.H. Ahmad Rifa’i menyebarkan pemikiran Islam melalui kitab Tarojumah yang ia tulis sendiri. Kitab Tarojumah ini berbentuk nazham atau syair dalam bahasa Jawa dan berhuruf Arab (Arab Pegon). Hal ini tidak lepas dari kondisi sosio-kultural orang Jawa pada abad ke-19 yang tidak memungkinkan untuk mempelajari dan memahami kitab-kitab yang berbahasa Arab.
Selain itu agar mudah dihafalkan dan dipahami. Lambat laun komunitas keagamaan yang dibangun oleh K.H. Ahmad Rifa’i di Kalisalak menarik penduduk sekitar dan daerah lain menjadi santrinya. Umumnya para santri pengikut K.H. Ahmad Rifa’i adalah masyarakat desa yang mayoritas bekerja sebagai petani. Untuk memfasilitasi minat para santrinya yang ingin tinggal dekat dengannya ia mendirikan masjid dan pondok pesantren di Kalisalak sehingga pengikutnya sering juga disebut Santri Kalisalak. Dalam kaitannya dengan upaya dakwah yang dilakukannya, ada tujuh metode dakwah yang dikembangkan K.H. Ahmad Rifa’i sebagai berikut:[3]
  1. Menerjemahkan Al-Qur’an, Hadits dan kitab-kitab berbahasa Arab karangan ulama terdahulu ke dalam bahasa Jawa dengan huruf Arab Pegon berbentuk nazham atau syair;
  2. Mengadakan kunjungan silaturahmi dari rumah ke rumah famili dan masyarakat;
  3. Menyelenggarakan pengajian umum dan dakwah keliling ke daerah yang penduduknya miskin secara materi dan agama guna membendung budaya asing;
  4. Menyelenggarakan dialog di masjid atau di langgar (mushola);
  5. Mengadakan kegiatan kesegaran jasmani bagi pemuda;
  6. Mengadakan gerakan protes sosial keagamaan terhadap birokrat pribumi dan Belanda;
  7. Untuk mempererat hubungan antara guru dengan murid dan antara murid dengan murid, biasa dilakukan pula pernikahan sesama murid, anak guru dengan murid (Amin, 1996: 106).
Di Kalisalak K.H. Ahmad Rifa’i tetap melakukan kecaman dan protes terhadap Pemerintah dan birokrat pribumi. Tindakan ini tentu sangat meresahkan pemerintah kolonial yang menganggap sikap militan K.H. Ahmad Rifa’i sebagai ancaman. Kekhawatiran serupa melanda birokrat pribumi yang khawatir kedudukan dan otoritasnya terancam.

            Gerakan Igama Jawa-Pasundan
Gerakan Igama jawa-pasundan didirikan oleh Sadewa atau lenbih dikenal dengan Madrais. Sadewa merupakan putra mahkota dari kerajaan Cirebon. Posisi Sadewa sebagai putra mahkota, melancarkan pemikiran dan gerakannya tentang mengembalikan budaya Jawa dan Sunda.  Gerakan ini menyerukan kepada pengikutnya agar meninggalkan upacara dan hokum Islam, menurut gerakan ini Islam adalah agama orang Arab bukan diperuntukkan untuk orang Jawa. Gerakan ini menyatakan dalam salah satu ajarannya menyebutkan kesetiaan terhadap Ratu Belanda. Ajaran lainnya juga menyatakan bahwa orang harus percaya terhadap Tuhan dan patuh terhadap hokum negara.[4]

            Gerakan Oah
Gerakan Oah merupakan salah sekte yang bergerak melalui tindak kriminalitas.  Gerakan ini muncul di daerah Sukabumi dan Cianjur. Sekte Oah memiliki 1000 orang anggota yang tersebar di berbagai desa. Gerakan ini melakukan pemerasan, penipuan dan pembunuhan. Gerakan Oah dipimpin oleh Fadil, Bapa Adna, Kosi, Arkam, Pak tasik dan Ibrahim. Kegiatan-kegiatan sekte ini dibantu oleh badal-badal yang dipimpin oleh seorang jagoan.[5]



[1] Ibid. hlm. 455
[2] Ibid. hlm. 456
[3]Ibid. hlm. 459
[4] Ibid. hlm. 460
[5] Ibid. hlm. 462

Baca artikel lanjutan:
  1. Gerakan Sosial Indonesia Abad 19 Bagian 1
  2. Gerakan Sosial Indonesia Abad 19 Bagian 2
  3. Gerakan Sosial Indonesia Abad 19 Bagian 3
  4. Gerakan Sosial Indonesia Abad 19 Bagian 4
  5. Gerakan Sosial Indonesia Abad 19 Bagian 5
  6. Gerakan Sosial Indonesia Abad 19 Bagian 6

No comments:

Post a Comment

Featured Post

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun

4 Lembaga Penerima Hibah Setiap Tahun 1. KONI  dasar hukum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) adalah Pasal 69 Undang-Undang Nom...

Popular Posts